Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Papua Barat mengintensifkan gerakan intervensi pasar berupa inspeksi mendadak ke sejumlah distributor, dan penyelenggaraan pasar murah sebagai upaya menjaga stabilitas harga komoditas pangan penyumbang inflasi.
Asisten Perekonomian dan Pembangunan Sekda Papua Barat Melkias Werinussa di Manokwari, Selasa, mengatakan inspeksi mendadak bermaksud untuk memastikan ketersediaan komoditas bahan pokok seperti gula pasir, beras, tepung terigu dan minyak goreng dalam menjawab permintaan pasar maupun konsumen.
"Semua instansi teknis yang masuk dalam TPID rutin melaksanakan sidak (inspeksi mendadak) dan pasar murah. Kalau pasar murah, agendanya sekali seminggu," kata Melkias.
Selain itu, kata dia, pemerintah daerah setempat terus berupaya menjaga kelancaran rantai distribusi komoditas pangan tertentu menggunakan transportasi laut dari wilayah Sulawesi dan Jawa ke daerah-daerah di Papua Barat.
Hal itu ditopang peningkatan sinergisitas dan kerja sama pemerintah daerah dengan pemangku kepentingan bidang transportasi laut, sehingga proses pendistribusian tidak mengalami kendala terutama menjelang perayaan hari besar keagamaan.
"Kalau komoditas pangan lokal seperti cabai dan lainnya, kami ajak masyarakat manfaatkan pekarangan rumah untuk menanam," ucap Melkias.
Khusus komoditas beras, kata dia, Penjabat Gubernur Papua Barat Ali Baham Temongmere telah mengeluarkan instruksi nomor 100.3.4/766/GPB/2024 tentang gerakan dua hari tanpa mengonsumsi nasi bagi seluruh masyarakat di Papua Barat.
Gerakan itu perlu didukung oleh masing-masing pemerintah kabupaten se-Papua Barat melalui penerbitan surat edaran bupati agar masyarakat dapat mengoptimalkan pangan lokal sebagai komoditas pengganti beras yang kerap menyumbang inflasi.
"Gerakan dua hari tanpa nasi perlu diperkuat sampai ke kabupaten. Hanya Kabupaten Pegunungan Arfak, beras bukan komoditas utama karena masyarakat makan pangan lokal," ujar Melkias.
Menurut dia TPID provinsi telah merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Manokwari sebagai kota indeks harga konsumen (IHK) di Papua Barat agar merealisasikan pembangunan pabrik es dan menambah jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).
Dua rekomendasi tersebut dinilai sangat efektif menekan lonjakan harga komoditas ikan laut terutama saat kondisi cuaca ekstrem, sehingga upaya pengendalian inflasi dapat berjalan optimal sesuai ekspektasi masyarakat di Papua Barat.
"Supaya kualitas ikan hasil tangkapan nelayan terjaga dengan baik, dan aktivitas nelayan juga lancar setelah adanya pasokan BBM yang cukup," kata Melkias.
Kepala Seksi Harga Pangan Dinas Ketahanan Pangan Papua Barat Ellyanti Mayangsari menyebut, komoditas yang dijual saat kegiatan pangan murah, antara lain beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) Rp60 ribu per 5 kilogram, gula pasir Rp17.500 per kilogram, dan bawang merah Rp30 ribu per kilogram.
Kemudian, cabai rawit Rp50 ribu per kilogram, minyak goreng Rp18 ribu per liter, bawang putih Rp35 ribu per kilogram, daging sapi lokal Rp120 ribu per kilogram, dan telur ayam Rp25 ribu per kilogram.
"Kalau cabai keriting dijual Rp25 ribu per kilogram, dan ayam beku yang didatangkan dari Surabaya dijual per ekor Rp30 ribu," ujar dia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Provinsi Papua Barat mengalami inflasi tahunan 2,91 persen (year on year/yoy), dan secara bulanan terjadi deflasi 0,92 persen (month to month/mtm) pada periode September 2024.
Adapun lima komoditas yang menjadi penyumbang utama inflasi tahunan Papua Barat adalah beras, ikan cakalang, ikan tuna, tarif angkutan udara, dan sigaretek kretek mesin.
Sedangkan lima komoditas penyumbang utama deflasi bulanan Papua Barat meliputi, cabai rawit, tarif angkutan udara, tomat, bensin, dan jagung manis.