Penjabat Sekretaris Daerah Provinsi Papua Barat Daya Jhoni Way di Sorong Rabu menjelaskan, jaminan sosial termasuk jaminan kesehatan merupakan hak konstitusional bagi setiap warga negara, sehingga negara melalui pemerintah daerah harus hadir untuk mengawal pelaksanaannya.
Menurut dia, Provinsi Papua Barat Daya telah melakukan lompatan besar dalam penyelenggaraan Program JKN bagi seluruh seluruh masyarakat, karena menjadi salah satu provinsi yang memiliki cakupan peserta JKN di atas 98% dari total jumlah penduduk, termasuk seluruh kabupaten/kota yang ada.
“Ini merupakan wujud nyata dari dukungan pemerintah daerah dalam pelaksanaan Program JKN," jelasnya.
Berkat kerja keras bersama, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya berhasil meraih predikat UHC (Universal Health Coverage) dan menjadi salah satu provinsi yang diberikan penghargaan oleh Presiden yang diwakilkan oleh Wakil Presiden Republik Indonesia pada bulan Agustus 2024.
“Atas nama pemerintah, saya mengharapkan dukungan semua pihak, terutama dinas terkait yang ada di lingkungan Provinsi Papua Barat Daya untuk menyukseskan program strategis nasional, salah satunya Program JKN ini,” katanya.
Sinergi peningkatan kualitas dan mutu layanan JKN itu, ujarnya, baik di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) maupun Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL) juga harus dilaksanakan, serta upaya kerja sama kepatuhan pemerintah daerah dalam mengalokasikan dan menggunakan anggaran JKN sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor: 15 Tahun 2023.
“Saya berharap semua pimpinan daerah di tingkat kabupaten kota harus terus bersinergi dengan BPJS Kesehatan, demi terwujudnya transformasi mutu layanan yang dirasakan langsung oleh masyarakat, khusunya OAP,” katanya mengharapkan.
Deputi Direksi Wilayah XII BPJS Kesehatan Mangisi Raja Simarmata mengatakan, sampai dengan 1 September 2024, cakupan kepesertaan JKN di Provinsi Papua Barat Daya sebesar 660.090 jiwa, atau lebih dari 98% dari total penduduk, dan sejak Desember 2023 Penjabat Gubernur Provinsi Papua Barat Daya telah menandatangani perjanjian kerja sama UHC non-cut off.
Hal ini memberikan perlakuan khusus, karena apabila terdapat penduduk yang sakit dan belum terdaftar sehingga ingin didaftarkan, maka dapat langsung diaktifkan kepesertaannya tanpa perlu menunggu empat belas (14) hari kalender.
“Saya kira dukungan dari pemerintah Provinsi Papua Barat Daya telah sangat nyata, sehingga kendala jaminan kepesertaan dapat langsung diselesaikan sebelum muncul di permukaan, karena semuanya telah diakomodasi oleh pemerintah Provinsi Papua Barat Daya,” kata Mangisi.
Peserta JKN di Provinsi Papua Barat Daya didominasi oleh segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK) sebesar 57,16%, kemudian diikuti segmen PBPU Pemda sebesar 15,75% , PPU PN 12,88%, PPU BU sebesar 9,76%, dan PBPU dan BP 4,45%.
Sedangkan untuk peserta tidak aktif di Provinsi Papua Barat Daya sejumlah 8,73% dari total cakupan JKN. Peserta non- aktif tersebut disebabkan berdasarkan SK Kemensos setiap bulannya, penonaktifan oleh badan usaha atau satuan kerja karena habis masa kerja/kontrak kerja, atau penonaktifan secara otomatis karena premi iuran PBPU Mandiri belum terbayarkan.
"Selain itu, sampai dengan Agustus 2024, di Provinsi Papua Barat Daya terdapat 120 FKTP serta 11 rumah sakit yang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan," katanya.
Mangisi pun berharap, kolaborasi bersama antara pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, dan BPJS Kesehatan harus terus terjaga, untuk memastikan seluruh penduduk terlayani dengan baik tanpa diskriminasi dan iur biaya.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan bersama Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya menggelar forum komunikasi terkait implementasi strategi pencapaian Universal Health Coverage (UHC) dan Forum Kemitraan Pengelolaan Kerja Sama Fasilitas Kesehatan dengan Pemangku Kepentingan Provinsi Papua Barat Daya pada 24 September 2024.