Sorong (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten(Pemkab Sorong, Papua Barat Daya melakukan rekonsiliasi dengan tokoh masyarakat yang tergabung forum kerukunan umat beragama (FKUB) dan lintas suku di wilayah itu pasca operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso dan dua rekannya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelaksana harian Penjabat Bupati Sorong, Cliff Japnsenang di Sorong, Selasa, menjelaskan rekonsiliasi tersebut merupakan sarana komunikasi pemerintah Kabupaten Sorong dengan FKUB dan lintas suku untuk meyakinkan sekaligus mengembalikan kepercayaan publik pasca kejadian OTT oleh KPK RI.
"Seluruh aktivitas pemerintah sudah berjalan pasca penangkapan itu," jelas Plh Pj Bupati Sorong Cliff.
Ia menegaskan bahwa pemerintahan tidak bisa vakum dan menunggu, sebab, ada yang harus dilayani, melaporkan, diskusikan dan koordinasikan.
Merujuk pada peraturan yang berlaku, sebut dia, jika bupati berhalangan hadir maka wakil bupati melaksanakan tugas.
"Itu otomatis," kata Plh Penjabat Bupati menegaskan.
Posisi Penjabat Bupati dan Sekda, kata dia, sekda adalah pejabat administrasi yang siap membantu bupati dalam pelaksanaan proses dan tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat.
"Pada kondisi ini, saya dipanggil Pj Gubernur untuk melaksanakan tugas-tugas bupati," beber Plh Pj Bupati Sorong.
Persoalan pengganti, kata dia, Penjabat Gubernur yang memiliki kewenangan untuk mengusulkan nama kemudian diajukan ke Kementerian Dalam Negeri untuk nantinya ditetapkan menjadi Penjabat Bupati Sorong.
"Saya harus sampaikan ini karena sepertinya ada bola liar yang bermain di tengah masyarakat," kata Plh Pj Bupati Sorong.
Dia mengakui bahwa Pemerintah Kabupaten Sorong sengaja menghadirkan FKUB dan tokoh lintas suku supaya satu pikiran bahwa apa pun yang dikerjakan saat ini adalah untuk kepentingan masyarakat yang ada di wilayah Kabupaten Sorong.
"Kita perlu sepakat itu dulu supaya bola liar yang ada di masyarakat bisa terbendung," ungkap Plh Bupati Cliff.
Kejadian OTT oleh KPK, sebut dia, tidak ada sangkut laut dengan politik, ekonomi, karena tugas pemerintah adalah masyarakat.
"Kondisi yang terjadi kemarin membuat kami sakit," kata Plh Bupati.
Dia menegaskan bahwa sejak dirinya menjadi Kepala Inspektorat sejak 2011-2012, Kabupaten Sorong masuk kategori tidak ada penilaian. Kemudian penataan pemerintahan pun dilakukan secara intensif, akhirnya dua tahun kemudian Kabupaten Sorong mendapatkan predikat wajar dengan pengecualian (WDP).
"Proses itu kita jalankan terus sambil melakukan pembenahan, dalam proses itu kita dapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP) itu berjalan selama sembilan kali," beber Plh Pj Bupati Sorong.
Perjuangan untuk mendapatkan predikat itu menguras tenaga dan air mata, sehingga ketika mengalami kejatuhan seperti, sulit kembali untuk bangkit.
Ia sangat berharap dukungan dari masyarakat untuk mendukung semangat kerja pemerintahan supaya aktivitas pelayanan kepada masyarakat benar-benar berjalan baik dan maksimal pasca kejadian OTT oleh KPK RI.
"Karena Kabupaten Sorong adalah kabupaten yang hebat, kita bisa membangun kebersamaan antara umat beragama, kita bisa bangun kembali Kabupaten Sorong karena ada kerukunan," kata Plh Pj Bupati Sorong.
Sebelumnya, Senin dini hari (12/11), penyidik KPK melakukan OTT terhadap YPM di kediamannya bersamaan dengan Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES), Sekretaris BPKAD Kabupaten Sorong, dan dua oknum pegawai BPK Perwakilan Provinsi Papua Barat.
Penyidik KPK telah menahan dan menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi suap pengondisian temuan pemeriksaan keuangan di Pemerintah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Enam tersangka tersebut ialah Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso (YPM), Kepala BPKAD Kabupaten Sorong Efer Segidifat (ES), Staf BPKAD Kabupaten Sorong Maniel Syatfle (MS), Kepala Perwakilan BPK Provinsi Papua Barat Patrice Lumumba Sihombing (PLS), Kasubaud BPK Provinsi Papua Barat Abu Hanifa (AB), dan Ketua Tim Pemeriksa David Patasaung (DP).