Bupati Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat, Petrus Kasihiuw berharap kenaikan dana bagi hasil (DBH) dari pengelolaan minyak dan gas bumi di daerah tersebut mampu menekan angka kemiskinan secara signifikan.
Ditemui di Manokwari, Selasa, Bupati Petrus mengutarakan, selama ini DBH migas menjadi penyumbang terbesar kedua dalam pendapatan Teluk Bintuni setelah dana alokasi umum atau DAU yang dikelontorkan pemerintah pusat.
Ia berharap, ke depan DBH migas bisa menjadi penyumbang besar pertama di daerah tersebut, sehingga program pengentasan kemiskinan di daerah tersebut lebih optimal.
"Kami punya potensi migas juga sumber daya alam lainya. Tapi dengan berbesar hati kami harus mengakui bahwa masih ada warga miskin di Teluk Bintuni," katanya.
Menurutnya, pemerintah daerah sudah berupaya maksimal menekan angka kemiskinan. Upaya itu harus terus terus didorong agar memperoleh hasil yang optimal.
Pada tahun 2015, lanjut Kasihiuw, Teluk Bintuni masih menyandang predikat daerah dengan prosentasi angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Papua Barat. Saat ini daerah tersebut berada pada peringkat sembilan.
"Tidak tahu apakah ini berkat DBH Migas yang kami terima selama ini atau ada faktor lainya. Tentu banyak faktor, termasuk barangkali sumbangsih DBH Migas," ujarnya.
Ia berujar, pemda bertekad untuk terus menurunkan angka kemiskinan di daerah tersebut. Melalui peningkatan DBH migas pasca diberlakukanya Perdasus DBH Migas di Papua Barat ke depan program pengentasan kemiskinan lebih optimal.
"Sesuai Perdasus tersebut daerah penghasil akan mendapatkan 40 persen dari total dana bagi hasil yang diberikan perusahaan. Dari 40 persen ini 20 persen akan dikelola pemerintah daerah 20 persen sisanya untuk masyarakat sebagai pemberdayaan dan dana pasca operasi," ujarnya lagi.
"Sungguh ini adalah anggaran yang tidak sedikit. Mudah-mudahan pengelolanya berjalan maksimal," katanya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019
Ditemui di Manokwari, Selasa, Bupati Petrus mengutarakan, selama ini DBH migas menjadi penyumbang terbesar kedua dalam pendapatan Teluk Bintuni setelah dana alokasi umum atau DAU yang dikelontorkan pemerintah pusat.
Ia berharap, ke depan DBH migas bisa menjadi penyumbang besar pertama di daerah tersebut, sehingga program pengentasan kemiskinan di daerah tersebut lebih optimal.
"Kami punya potensi migas juga sumber daya alam lainya. Tapi dengan berbesar hati kami harus mengakui bahwa masih ada warga miskin di Teluk Bintuni," katanya.
Menurutnya, pemerintah daerah sudah berupaya maksimal menekan angka kemiskinan. Upaya itu harus terus terus didorong agar memperoleh hasil yang optimal.
Pada tahun 2015, lanjut Kasihiuw, Teluk Bintuni masih menyandang predikat daerah dengan prosentasi angka kemiskinan tertinggi di Provinsi Papua Barat. Saat ini daerah tersebut berada pada peringkat sembilan.
"Tidak tahu apakah ini berkat DBH Migas yang kami terima selama ini atau ada faktor lainya. Tentu banyak faktor, termasuk barangkali sumbangsih DBH Migas," ujarnya.
Ia berujar, pemda bertekad untuk terus menurunkan angka kemiskinan di daerah tersebut. Melalui peningkatan DBH migas pasca diberlakukanya Perdasus DBH Migas di Papua Barat ke depan program pengentasan kemiskinan lebih optimal.
"Sesuai Perdasus tersebut daerah penghasil akan mendapatkan 40 persen dari total dana bagi hasil yang diberikan perusahaan. Dari 40 persen ini 20 persen akan dikelola pemerintah daerah 20 persen sisanya untuk masyarakat sebagai pemberdayaan dan dana pasca operasi," ujarnya lagi.
"Sungguh ini adalah anggaran yang tidak sedikit. Mudah-mudahan pengelolanya berjalan maksimal," katanya menambahkan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019