Manokwari (ANTARA) - Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Papua (Unipa) Doktor Jonni Marwa mengatakan hasil riset para dosen memperkuat pengambilan kebijakan terkait konsep pembangunan berkelanjutan di Provinsi Papua Barat.
Kebijakan dimaksud meliputi perumusan Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 10 Tahun 2019 tentang Pembangunan Berkelanjutan, dan Perda Nomor 10 Tahun 2022 tentang Penetapan Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial Mangrove.
"Kebijakan pemerintah dan sejumlah produk hukum daerah yang dihasilkan itu berbasis dari riset yang kami lakukan," kata Jonni, Kamis.
Menurut dia pembentukan kelompok riset pada setiap laboratorium tidak hanya berorientasi memperoleh hibah penelitian, melainkan juga sebagai acuan penentuan arah kebijakan daerah di masa mendatang.
Laboratorium yang relevan dengan konsep pembangunan berkelanjutan meliputi, biologi hutan, perencanaan dan manajemen hutan, teknologi hasil hutan, konservasi sumber daya hutan, lingkungan, dan rekayasa hutan.
"Apalagi dengan situasi hari ini dengan isu pemanasan global, dan perubahan iklim, maka riset-riset yang kami lakukan berkaitan dengan isu-isu aktual," ujar Jonni.
Unipa, kata dia, turut berpartisipasi dalam penyusunan dokumen rencana kerja pengurangan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan pada Sub Nasional Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Hasil penyusunan dokumen rencana kerja FOLU Net Sink Provinsi Papua Barat sudah mendapat pengesahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa waktu lalu.
"Fakultas Kehutanan Unipa juga ikut susun dokumen kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) sebagai instrumen pembangunan berkelanjutan," jelas Jonni.
Dia menyebut dokumen KLHS Papua Barat yang sudah divalidasi oleh KLHK nantinya diintegrasikan dengan dokumen rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) 2025-2045.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Papua Barat diharapkan dapat menyusun rencana perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup (RPPLH) dengan jangka waktu selama 30 tahun.
Penyusunan dokumen RPPLH merupakan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009, namun kebanyakan provinsi di Indonesia belum menyelesaikan dokumen yang dimaksud.
"Dokumen RPJPD selama 20 tahun itu harus dibreakdown menjadi lima tahun pertama sampai lima tahun keempat," ucap Jonni.