Dinas kesehatan Manokwari, Papua Barat memperkuat komitmen penanganan gizi buruk dengan melakukan penyegaran program pengelolaan gizi buruk terintegrasi (PGBT) pada lima puskesmas.

Plt Kepala Dinkes Manokwari Marthen Rantetampang di Manokwari, Jumat, mengatakan pemerintah menggandeng UNICEF dan mitranya Yayasan Pembangunan Pendidikan dan Kesehatan Papua (YP2KP) untuk menjalankan program tersebut.

“Kelima puskesmas yaitu, Puskesmas Amban, Puskemas Sanggeng, Puskesmas Wosi, Puskesmas Prafi, dan Puskesmas Masni bisa lebih berkomitmen menjalankan program gizi buruk di kabupaten Manokwari,” kata Marthen.

Ia menjelaskan, pengelolaan gizi buruk terintegrasi adalah bagian dari intervensi pencegahan anak stunting. Sehingga para pihak yang terlibat perlu ditingkatkan kualitas pelayanan sehingga penanganan gizi buruk di Manokwari bisa lebih maksimal.

“Perbaikan kualitas pelayanan dan peningkatan kerjasama lintas sektor dan program, serta keterlibatan masyarakat diperlukan untuk menanggulangi masalah kekurangan gizi pada balita,” ujarnya.

Menurut perhitungan pihaknya, Marthen menjelaskan, ada 81.000 anak di Manokwari yang harus didata dan diintervensi untuk mengetahui jumlah pasti anak gizi buruk hingga stunting. Dari jumlah itu idealnya 80 persen terdata dan tercatat. Namun, saat ini baru 4000 an yang terdata.

“Berdasarkan masalah ini maka dipandang perlu untuk mengembangkan penanganan gizi buruk secara terintegrasi, baik itu dari penguatan kebijakan pemerintah, penguatan layanan dan partisipasi masyarakat,” katanya.

Marthen menjelaskan, dalam jangka panjang anak kurang gizi dapat menyebabkan gagal tumbuh atau yang disebut dengan stunting. Permasalahan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pemenuhan gizi keluarga menjadi fokus program PGBT.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada tim penggerak PKK dan perwakilan lima puskesmas yang hadir. Besar harapan saya di tahun depan semakin banyak puskesmas di Kabupaten Manokwari yang menerapkan program PGBT,” ujarnya.

Staf Gizi UNICEF Papua dan Papua Barat Dwi Kristanto menjelaskan, kasus balita gizi buruk masih banyak ditemukan baik di fasilitas kesehatan primer, fasilitas kesehatan rujukan maupun di masyarakat. Balita gizi buruk rentan terhadap penyakit karena menurunnya daya tahan tubuh.

“Oleh karena itu, semua fasilitas kesehatan harus mampu memberikan pelayanan gizi buruk pada balita secara komprehensif. Pelayanan yang komprehensif memerlukan keterlibatan dari asuhan medis, asuhan perawatan dan asuhan gizi, sehingga diharapkan setiap fasilitas kesehatan mampu melaksanakan ketiga asuhan tersebut,” ujarnya.

Dwi mengatakan, penyegaran program PGBT sebagai salah satu upaya untuk tetap memastikan pelayanan penanganan gizi buruk dapat tetap terlaksana dengan pendekatan pelibatan masyarakat, melalui kader-kader kesehatan yang sudah ada, pemantauan bersama-sama dengan kampung dan puskesmas.

“Diharapkan peserta memahami kebijakan pencegahan dan tata laksana gizi buruk pada balita, mampu melakukan penemuan dini dan konfirmasi kasus gizi buruk pada balita dan mampu melakukan pengelolaan terintegrasi upaya penanggulangan gizi buruk pada balita,” katanya.
 

Pewarta: Ali Nur Ichsan

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023