Pandemi virus corona tidak mempengaruhi ekspor biji kakao Manokwari Selatan ke sejumlah negara di Eropa, kata Kepala Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan Papua Barat, Yacob Fonataba di Manokwari, Kamis.
Dia menjelaskan permintaan pasar selama ini cukup tinggi baik luar negeri maupun domestik. Untuk luar negeri pengiriman dilakukan ke Belgia, Belanda serta Inggris. Sedangkan dalam negeri permintaan cukup tinggi dari Jakarta, Makassar serta Bali.
"Cuma produksi kakao di Ransiki, Manokwari Selatan belum maksimal. Per bulan baru bisa menghasilkan 4 ton," ucap Fonataba.
Ia menjelaskan, di Ransiki secara keseluruhan sudah tersedia lahan seluas 1000 hektar. Dari lahan seluas itu baru 200 yang berproduksi secara intensif.
Saat ini produksi kakao di daerah ini belum bisa memenuhi permintaan pasar. Pemerintah sedang mendorong agar seluruh lahan di perkebunan itu bisa berproduksi secara maksimal.
"Jadi peluang pasar masih cukup besar dan saat masa pandemi sekarang ini permintaan tetap tinggi dari luar maupun dalam negeri. Perusahaan di Jakarta minta 500 tok perbulan, kalau luar negeri saat ini baru 6 ton, belum lagi bali dan Makassar," katanya lagi.
Yacob mengutarakan bahwa, tahun ini pemerintah pusat berencana menggelontorkan bantuan program rehabilitasi seluas 100 hektar. Begitu pula Pemprov Papua Barat
"Namun karena pengaruh ea lokasi refoccusing anggaran untuk COVID-19 maka hanya 80 hektar yang terealisasi. Itu 40 dari program pusat dan 40 dari provinsi. Kita bersyukur masih ada meskipun tidak 100 persen," ujarnya
Ia menambahkan, biji kakao Ransiki masuk dalam kelas premium, termasuk yang selama ini di kirim ke luar negeri dan pasar domestik.
"Saat ini pun sudah ada koperasi Ibier Suth yang kelola dan beberapa waktu lalu koperasi dapat bantuan alat produksi dari Bank Indonesia. Kedepan koperasi akan mengolah biji kakao menjadi milik dan powder, sehingga nanti bukan hanya biji kering yang dikirim," sebut Yacob.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020
Dia menjelaskan permintaan pasar selama ini cukup tinggi baik luar negeri maupun domestik. Untuk luar negeri pengiriman dilakukan ke Belgia, Belanda serta Inggris. Sedangkan dalam negeri permintaan cukup tinggi dari Jakarta, Makassar serta Bali.
"Cuma produksi kakao di Ransiki, Manokwari Selatan belum maksimal. Per bulan baru bisa menghasilkan 4 ton," ucap Fonataba.
Ia menjelaskan, di Ransiki secara keseluruhan sudah tersedia lahan seluas 1000 hektar. Dari lahan seluas itu baru 200 yang berproduksi secara intensif.
Saat ini produksi kakao di daerah ini belum bisa memenuhi permintaan pasar. Pemerintah sedang mendorong agar seluruh lahan di perkebunan itu bisa berproduksi secara maksimal.
"Jadi peluang pasar masih cukup besar dan saat masa pandemi sekarang ini permintaan tetap tinggi dari luar maupun dalam negeri. Perusahaan di Jakarta minta 500 tok perbulan, kalau luar negeri saat ini baru 6 ton, belum lagi bali dan Makassar," katanya lagi.
Yacob mengutarakan bahwa, tahun ini pemerintah pusat berencana menggelontorkan bantuan program rehabilitasi seluas 100 hektar. Begitu pula Pemprov Papua Barat
"Namun karena pengaruh ea lokasi refoccusing anggaran untuk COVID-19 maka hanya 80 hektar yang terealisasi. Itu 40 dari program pusat dan 40 dari provinsi. Kita bersyukur masih ada meskipun tidak 100 persen," ujarnya
Ia menambahkan, biji kakao Ransiki masuk dalam kelas premium, termasuk yang selama ini di kirim ke luar negeri dan pasar domestik.
"Saat ini pun sudah ada koperasi Ibier Suth yang kelola dan beberapa waktu lalu koperasi dapat bantuan alat produksi dari Bank Indonesia. Kedepan koperasi akan mengolah biji kakao menjadi milik dan powder, sehingga nanti bukan hanya biji kering yang dikirim," sebut Yacob.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020