Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat Daya terus memantau tren penurunan kasus stunting di Distrik Kokoda untuk dijadikan percontohan upaya penanganan kasus kekerdilan di seluruh distrik di daerah itu.
Kepala Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Sorsel, Antia Howay, di Teminabuan, Kamis, mengatakan kasus stunting di distrik itu pada tahun 2023 tercatat sebanyak 318 kasus.
"Namun pada tahun ini mengalami penurunan menjadi tersisa 98 kasus setelah dilakukan penanganan intensif. Pola ini bisa kita adopsi dan diterapkan di seluruh distrik," kata Anita.
Ia mengatakan, penurunan kasus stunting di Distrik Kokoda terjadi setelah lintas sektor di tingkat distrik bahkan organisasi perangkat daerah (OPD) turun tangan dan ikut melakukan penanganan.
"Tentunya ini penurunan yang signifikan, tetapi kita tetap kerja terus menuntaskan stunting pada anak-anak yang merupakan generasi masa depan Sorsel," beber Anita.
Ia melanjutkan, penanganan yang dilakukan yaitu melalui koordinasi dengan tenaga kader PKK melalui pemberian makanan tambahan bagi anak-anak yang mengalami stunting dan juga ibu hamil.
"Dinkes hanya melakukan intervensi jangka pendek, sehingga kita masih membutuhkan keterlibatan OPD lain untuk intervensi jangka panjang," ujar Anita.
Karena wilayah Sorsel luas, menurut dia, juga dibutuhkan dukungan anggaran dan penanganan stunting menjadi prioritas.
"Sampai hari ini sama-sama kita tahu stunting menjadi permasalahan nasional yang harus menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," ujar Anita.
Bedasarkan data survei Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pada 2021 stunting di Sorsel tercatat 39,4 persen, tahun 2022 di angka 36,7 persen, dan pada 2023 mengalami penurunan menjadi 31,3 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Kepala Seksi Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Sorsel, Antia Howay, di Teminabuan, Kamis, mengatakan kasus stunting di distrik itu pada tahun 2023 tercatat sebanyak 318 kasus.
"Namun pada tahun ini mengalami penurunan menjadi tersisa 98 kasus setelah dilakukan penanganan intensif. Pola ini bisa kita adopsi dan diterapkan di seluruh distrik," kata Anita.
Ia mengatakan, penurunan kasus stunting di Distrik Kokoda terjadi setelah lintas sektor di tingkat distrik bahkan organisasi perangkat daerah (OPD) turun tangan dan ikut melakukan penanganan.
"Tentunya ini penurunan yang signifikan, tetapi kita tetap kerja terus menuntaskan stunting pada anak-anak yang merupakan generasi masa depan Sorsel," beber Anita.
Ia melanjutkan, penanganan yang dilakukan yaitu melalui koordinasi dengan tenaga kader PKK melalui pemberian makanan tambahan bagi anak-anak yang mengalami stunting dan juga ibu hamil.
"Dinkes hanya melakukan intervensi jangka pendek, sehingga kita masih membutuhkan keterlibatan OPD lain untuk intervensi jangka panjang," ujar Anita.
Karena wilayah Sorsel luas, menurut dia, juga dibutuhkan dukungan anggaran dan penanganan stunting menjadi prioritas.
"Sampai hari ini sama-sama kita tahu stunting menjadi permasalahan nasional yang harus menjadi tanggung jawab pemerintah daerah," ujar Anita.
Bedasarkan data survei Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), pada 2021 stunting di Sorsel tercatat 39,4 persen, tahun 2022 di angka 36,7 persen, dan pada 2023 mengalami penurunan menjadi 31,3 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024