Manokwari (ANTARA) - Kepolisian Daerah Papua Barat mengamankan sebanyak 22 orang pelaku tindak pidana penambangan emas ilegal di dua lokasi, yaitu Distrik Masni, Kabupaten Manokwari, dan Distrik Hing, Kabupaten Pegunungan Arfak.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Barat Komisaris Besar Polisi Ongky Isgunawan di Manokwari, Senin, mengatakan puluhan penambang ilegal ditangkap saat Operasi Peti Mansinam 2024 selama dua pekan terakhir.
"Selama dua pekan, kepolisian sudah menangkap 22 orang yang melakukan tindak pidana penambangan ilegal," kata Ongky.
Dia menjelaskan sembilan pelaku berinisial IA, YI, SS, AN, AS, NP, AR, WH, dan LOM ditangkap ketika melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di wilayah Pasir Awi, Distrik Masni, Manokwari, pada 7 Februari 2025.
Penangkapan tersebut bermula ketika Tim Operasi Peti Mansinam 2025 memperoleh informasi tentang aktivitas penambangan emas tanpa izin, yang kemudian ditindaklanjuti dengan pengecekan ke lokasi tersebut.
"Ternyata di lokasi masih ada kegiatan penambangan ilegal menggunakan alat berat, seperti ekskavator dan sejumlah alat pendukung lainnya," jelas Ongky.
Setelah mengamankan sembilan orang pelaku, aparat kepolisian melakukan pengembangan dan diperoleh informasi bahwa kegiatan serupa juga terjadi di Kampung Hing, Kabupaten Pegunungan Arfak.
Tim Operasi Peti Mansinam langsung melakukan penyelidikan ke lokasi tersebut dan mengamankan sebanyak 13 orang pelaku berinisial MS, AM, LI, MT, YM, OF, DE, DT, HS, AT, RW, RS, dan SU.
"Ada 13 pelaku tindak pidana penambangan ilegal di Pegunungan Arfak yang diamankan pada 13 Februari 2025 sekira pukul 05.30 WIT," ucap Ongky.

Selain pelaku, aparat kepolisian juga mengamankan sejumlah barang bukti yang digunakan dalam kegiatan penambangan emas tanpa izin, seperti ekskavator, mesin pompa alkon, selang, dan material bercampur pasir.
Keseluruhan pelaku sudah diamankan di sel tahanan Polda Papua Barat untuk mempertanggungjawabkan tindakan yang merusak kelestarian lingkungan di Kabupaten Manokwari dan Pegunungan Arfak.
"Kegiatan penambangan tersebut sudah beroperasi kurang lebih tiga minggu. Kami akan terus kembangkan kasus ini," ujar Ongky.
Pelaku dijerat Pasal 89 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 dengan hukuman pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun, serta denda Rp5 miliar, dan/atau Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda Rp100 miliar.