Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menyatakan sistem noken atau keputusan pemilihan dipercayakan kepada ketua atau pemimpin suku dalam pemilu, yang utamanya dilakukan di beberapa wilayah Papua, perlu diubah ke pelibatan partisipasi publik secara aktif.
Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan wilayah di Papua yang menggunakan sistem noken mencatatkan gugatan terbanyak perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 ke Mahkamah Konstitusi, khususnya daerah-daerah di Provinsi Papua Tengah.
"Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suaranya secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara, tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lainnya," ujar Ihsan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Kondisi demikian, lanjutnya, jika tidak dibenahi akan terus berulang. Apabila sistem noken ingin dipertahankan, pelaksanaannya harus secara transparan, akuntabel, dan membuka ruang keterlibatan publik secara luas.
Perludem mencatat dari 277 sengketa Pemilu 2024 yang masuk ke MK, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah atau 21 PHPU.
Menurut Ihsan, tingginya angka tersebut menggambarkan kurangnya persiapan penyelenggara pemilu di Papua Tengah.
Dia menyebutkan hanya dua daerah di Papua Tengah yang melaksanakan pemilu secara langsung. Selebihnya enam daerah masih menggunakan sistem noken, yakni Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai.
Selain itu, saat pelaksanaan Pemilu 2024 terjadi kekerasan horisontal di Papua Tengah yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa, yakni terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam lainnya demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu.
"Faktanya bukan hanya banyak sengketa, tetapi juga terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuh korban," tuturnya.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan ketentuan sistem noken perlu dibenahi kembali untuk kepentingan jangka panjang. Dengan demikian, setiap keunikan dalam metode pemilihan noken dapat diakomodasi secara legal dan dengan standar yang baik.
Titi juga mendukung pembenahan sumber daya manusia sebagai pelaksana pemilu di daerah Papua, salah satunya perekrutan petugas yang dilakukan secara profesional melalui seleksi yang ketat, bukan karena kedekatan atau nepotisme.
"Kalau belum memungkinkan penduduk lokal maka baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi induk maupun KPU RI harus memberikan supervisi secara langsung," kata Titi.
Ia menuturkan dari lima provinsi di Pulau Cenderawasih, tiga di antaranya masuk 10 besar provinsi di Indonesia yang paling banyak melaporkan sengketa Pemilu 2024 ke MK, yakni Papua Tengah dengan 21 PHPU, Papua dengan 15 sengketa, dan Papua Pegunungan dengan 11 kasus.
Peneliti Perludem Ihsan Maulana mengatakan wilayah di Papua yang menggunakan sistem noken mencatatkan gugatan terbanyak perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 ke Mahkamah Konstitusi, khususnya daerah-daerah di Provinsi Papua Tengah.
"Warga di sana harus diedukasi guna memberikan suaranya secara langsung sebagai bagian dari haknya sebagai warga negara, tidak lagi diwakilkan kepada kepala suku atau yang lainnya," ujar Ihsan dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Kondisi demikian, lanjutnya, jika tidak dibenahi akan terus berulang. Apabila sistem noken ingin dipertahankan, pelaksanaannya harus secara transparan, akuntabel, dan membuka ruang keterlibatan publik secara luas.
Perludem mencatat dari 277 sengketa Pemilu 2024 yang masuk ke MK, hampir 10 persen terjadi di Papua Tengah atau 21 PHPU.
Menurut Ihsan, tingginya angka tersebut menggambarkan kurangnya persiapan penyelenggara pemilu di Papua Tengah.
Dia menyebutkan hanya dua daerah di Papua Tengah yang melaksanakan pemilu secara langsung. Selebihnya enam daerah masih menggunakan sistem noken, yakni Kabupaten Puncak Jaya, Puncak, Paniai, Intan Jaya, Deiyai, dan Dogiyai.
Selain itu, saat pelaksanaan Pemilu 2024 terjadi kekerasan horisontal di Papua Tengah yang mengakibatkan jatuhnya puluhan korban jiwa, yakni terjadi saling serang dengan panah dan senjata tajam lainnya demi perebutan suara kelompok masyarakat tertentu.
"Faktanya bukan hanya banyak sengketa, tetapi juga terjadi pertikaian hingga mengakibatkan jatuh korban," tuturnya.
Direktur Eksekutif Perludem Titi Anggraini menambahkan ketentuan sistem noken perlu dibenahi kembali untuk kepentingan jangka panjang. Dengan demikian, setiap keunikan dalam metode pemilihan noken dapat diakomodasi secara legal dan dengan standar yang baik.
Titi juga mendukung pembenahan sumber daya manusia sebagai pelaksana pemilu di daerah Papua, salah satunya perekrutan petugas yang dilakukan secara profesional melalui seleksi yang ketat, bukan karena kedekatan atau nepotisme.
"Kalau belum memungkinkan penduduk lokal maka baik Komisi Pemilihan Umum (KPU) provinsi induk maupun KPU RI harus memberikan supervisi secara langsung," kata Titi.
Ia menuturkan dari lima provinsi di Pulau Cenderawasih, tiga di antaranya masuk 10 besar provinsi di Indonesia yang paling banyak melaporkan sengketa Pemilu 2024 ke MK, yakni Papua Tengah dengan 21 PHPU, Papua dengan 15 sengketa, dan Papua Pegunungan dengan 11 kasus.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Perludem nilai sistem noken dalam pemilu perlu diubah