Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Setda Papua Barat Melkias Werinussa di Manokwari, Rabu, mengatakan penyaluran saprodi harus diimbangi dengan perluasan lahan baku sawah supaya jumlah produksi padi meningkat.
"Supaya hasil panen setiap tahun terus mengalami peningkatan," ucap Melkias.
Ia melanjutkan, pemerintah daerah sedang berupaya menambah jumlah lahan pertanian di Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari menjadi 1.000 hektare sesuai permintaan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Tak hanya itu, pemerintah daerah intens melakukan pengamatan perubahan iklim yang dapat mempengaruhi kualitas tanaman padi dengan menyarankan petani mengurangi penggunaan pupuk organik.
"Penambahan lahan sawah baru mencapai 886,5 hektare dari target yang diberikan Mentan," ujar Melkias.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Papua Barat Maritje Pattiwaellapia menerangkan luas baku sawah sejak tahun 2019 mencapai 8.860 hektare dengan produksi gabah kering giling (GKG) tahun 2022 sebanyak 24,03 ribu ton.
"Kalaupun ada penambahan lahan baru, kami koordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional untuk menentukan luas baku sawah," ucap Maritje.
Ia menuturkan, BPS senantiasa memberikan dukungan pengembangan sektor pertanian melalui penyediaan data estimasi luas panen padi bagi pemerintah daerah setempat.
Data tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan terkait penanaman padi.
"Data luas panen padi disajikan melalui survei kerangka sampel area. BPS juga rutin rilis data produksi padi," jelas Maritje.
Menurut dia, dari tujuh kabupaten di Papua Barat hanya terdapat dua kabupaten yang berpotensi menjadi lumbung padi yaitu Kabupaten Manokwari dan Manokwari Selatan.
Akademisi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Papua Albertus Girik Allo menyarankan pemerintah daerah tidak hanya memprioritaskan peningkatan sarana produksi melainkan pengembangan dari hulu sampai hilir.
Sehingga, kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Barat meningkat lebih dari 15 persen.
"Pertanian hanya menyumbang 10,45 persen. Kalau dikembangkan secara maksimal pasti lebih tinggi," tutur dia.
Beberapa waktu lalu, kata Albert, terjadi tren penurunan produksi padi karena sebagian petani padi cenderung memilih tanaman hortikultura.
Hal ini disebabkan sejumlah faktor antara lain masalah irigasi tercemar karena aktivitas pertambangan emas dan biaya pupuk yang mahal.
"Oleh sebabnya pemerintah daerah harus perhatikan masalah irigasi ini," pungkas Albert.