Sorong (ANTARA) - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong, Papua Barat Daya menetapkan tiga orang tersangka dugaan korupsi pembangunan gedung baru puskesmas afirmasi dan pembangunan rumah jabatan tenaga kesehatan di Kabare, Distrik Waigio Utara, Kabupaten Raja Ampat.
Kepala Kejaksaan Negeri Sorong, Makrun, di Sorong, Kamis, menjelaskan ketiga tersangka itu masing-masing berinisial AA, WS dan JL telah diduga melakukan penyalahgunaan pembangunan puskesmas afirmasi dan pembangunan rumah jabatan tenaga kesehatan pada Dinas Kesehatan Kabupaten Raja Ampat yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Afirmasi Tahun Anggaran 2019.
"Kita sudah tetapkan ketiga tersangka dan kini ditahan oleh Penyidik Kejari Sorong selama 20 hari ke depan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Sorong dengan pertimbangan didasari pada Alasan Subjektif berdasarkan Pasal 21 ayat (1) KUHAP," jelas Kepala Kejaksaan Negeri Sorong pada jumpa pers di Sorong.
Penetapan terhadap ketiga tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : KEP-37/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 atas nama tersangka AA. Kemudian Surat Penetapan Tersangka Nomor : KEP-38/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 atas nama tersangka WS, dan Surat Penetapan Tersangka Nomor : KEP-39/R.2.11/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 atas nama tersangka JL.
Dia mengatakan, akibat dari perbuatan para tersangka yang diindikasikan menyebabkan kerugian keuangan negara berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Perwakilan BPKP Provinsi Papua Barat tanggal 10 Desember 2024, telah terjadi kerugian Negara senilai Rp2.3 miliar
"Penyidik masih mendalami keterkaitan pihak-pihak lainnya yang berperan atau turut serta dalam kasus ini," kata dia.
Dia berharap peran serta masyarakat khususnya masyarakat di Kabupaten Raja Ampat untuk terus mendukung dan mengawal penegakan hukum demi kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan di tanah ini.
Terhadap ketiga tersangka disangkakan melanggar Primer Pasal 2 ayat (1), Subsidair Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun peran dari masing-masing tersangka yaitu tersangka AA selaku Pejabat Pembuat Komitmen tidak melaksanakan kewajibannya dengan menunjuk tersangka WS selaku Direktur PT. ZMP untuk mengerjakan pembangunan baru puskesmas afirmasi dan rumah jabatan nakes dengan meminjam perusahaan dari Direktur CV. CPP.
Selain itu, tersangka AA juga menunjuk tersangka JL menjadi konsultan perencana dan pengawasan dengan meminjam perusahaan konsultan perencanaan dan pengawasan dari Direktur CV. ARK yang kemudian bersepakat membuat laporan bulanan fiktif untuk mengajukan penagihan termin, tetapi secara faktual belum ada pekerjaan apapun di lapangan.
"Tersangka AA juga selaku PPK tidak melibatkan Panitia Penilai Hasil Pekerjaan (PPHP) dalam memeriksa administrasi hasil pekerjaan dari identifikasi kebutuhan hingga serah terima pekerjaan," katanya.
Selanjutnya tersangka WS sebagai Direktur PT. ZMP sekaligus penyedia yang ditunjuk untuk mengerjakan pembangunan puskesmas dan rumah jabatan nakes melakukan pinjaman perusahaan dari Direktur CV. CPP dengan komitmen fee sebesar 30 persen dari keuntungan.
"Tersangka WS selaku penyedia tidak memenuhi kewajibannya dengan tidak memenuhi kualifikasi barang sesuai dengan kontrak sehingga terjadi kekurangan volume dan kualitas mutu pekerjaan," ujarnya.
Tersangka JL, selaku pihak pelaksana kontrak perencanaan dan pengawasan tidak memiliki perusahaan dan tidak pernah turun mengawasi proses pelaksanaan pekerjaan pembangunan baru puskesmas afirmasi di Kabare.