Makassar (ANTARA) - Potensi krisis ekonomi global pada tahun 2023, yang mungkin saja merambah Indonesia, sudah didengung-dengungkan oleh berbagai pihak. Bukan hanya analis ekonomi dunia, sejumlah pengamat domestik juga mengingatkan ancaman serupa.
Apa yang diungkapkan berbagai kalangan itu memang bukan tanpa dasar. Perang Rusia-Ukraina serta ketegangan negara-negara produsen pangan lain telah mengganggu distribusi pangan sehingga isu krisis pangan bukan hal yang mengada-ada.
Pabrik terbesar biji-bijian, seperti gandum, kedelai, maupun jagung berasal dari tanah terbaik di dataran Bumi, yaitu Mollisols yang kini juga disebut tanah hitam atau black soil.
Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), pada 2022 diperkirakan wilayah utama tanah hitam ditemukan di Eurasia (Russian Federation mencapai 327 juta hektare (ha), Kazakhstan (108 juta ha), dan Ukraina (34 juta ha), Asia, yakni China (50 juta ha) dan Mongolia (39 juta ha), Amerika Utara, yang terdiri atas Amerika Serikat (31 juta ha), Kanada (13 juta ha), dan Amerika Latin, yakni Argentina (40 juta ha), Kolombia (25 juta ha), dan Meksiko (12 juta ha).
Tanah subur yang semula berupa padang rumput dan hutan itu sebagian besar telah berubah menjadi lahan pertanian penghasil utama biji-bijian dunia.
Rusia yang kini sedang bersitegang dengan Ukraina merupakan wilayah penghasil biji-bijian penting dengan luas tanah hitam yang dominan.
Pada konteks inilah meskipun produktivitas lahan pertanian saat ini berada pada posisi tertinggi, negara penghasil pangan utama itu tengah berperang. Demikian pula negara penghasil pangan lainnya menahan produksinya untuk memenuhi kebutuhan sendiri karena kekhawatiran perang bakal meluas.
Krisis pangan yang mengancam sejatinya bukan kelangkaan pangan karena gagal panen. Krisis pangan yang bakal terjadi karena akses pangan terhambat. Akses terhambat karena bermacam sebab, seperti produsen menahan hasil panen untuk tidak menjual, distribusi terganggu karena jalur transportasi bermasalah, atau karena harga yang tidak terjangkau sebagai muara dari semua sebab tersebut.
Populasi rakyat Indonesia yang mencapai 275 juta orang berada pada negara keempat dengan populasi terbanyak setelah Tiongkok, India, dan Amerika Serikat.
Populasi itu membuat beban negara Indonesia paling berat jika terjadi krisis pangan akibat gagal panen maupun akibat akses distribusi yang terhambat.
Berbeda dengan negara lain, seperti Malaysia dan Singapura, yang populasinya jauh di bawah Indonesia. Populasi Malaysia hanya 33,3 juta penduduk, sementara populasi rakyat Singapura hanya 5,6 juta jiwa.
Dengan demikian, peringatan krisis pangan yang disampaikan oleh berbagai kalangan tetap patut disikapi secara bijak dan realistis.
Kendati demikian, ada beberapa pihak menyodorkan data bahwa ancaman krisis pangan terlalu mengada-ada karena produksi pangan dunia justru sedang membaik walau harga pangan memang melambung.
Bank Indonesia (BI) memaparkan data hasil elaborasi dengan pihak-pihak terkait bahwa ancaman krisis pangan di Tanah Air pada tahun 2023 masih jauh dari kenyataan, walaupun harga pangan dunia terkadang melambung dan memicu kecemasan global.
Bank Indonesia juga menyebutkan kemungkinan terjadi resesi di Indonesia pada 2023 sangat kecil, mengingat sektor energi di Indonesia tetap tangguh dalam menghadapi ancaman tersebut. Negara ini memiliki beragam sumber daya yang mumpuni untuk mendukung ketahanan dan kemandirian energi sebagai roda penggerak ekonomi nasional.
Ketika gelombang pandemi COVID-19 melanda dunia dan Indonesia mengalami perlambatan ekonomi pada akhir 2020 hingga awal 2021, energi fosil berupa minyak, gas Bumi, dan batu bara masih terbukti menopang pertumbuhan ekonomi terkhusus bagi daerah.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan setiap 1 juta dolar AS nilai investasi minyak dan gas Bumi bisa memberikan nilai tambah hingga 1,6 juta dolar AS, membuka lapangan kerja bagi lebih dari 100 orang, dan menambah produk domestik bruto (PDB) sekitar 700 ribu dolar AS.
Sumbangsih itu belum termasuk penerimaan negara yang diperoleh dari sektor hulu minyak dan gas Bumi. Bahkan, jatah hak partisipasi sebesar 10 persen bagi daerah penghasil minyak dan gas Bumi berkontribusi terhadap pajak dan retribusi daerah, menyerap tenaga kerja lokal, menumbuhkan bisnis penyedia barang dan jasa lokal, hingga tanggung jawab sosial.
Sementara itu, komoditas mineral dan batu bara juga memberikan kontribusi positif bagi pendapatan negara setiap tahun.
Pada 2021, penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara sebesar Rp124,4 triliun. Angka itu mencakup pajak, bea keluar, dan penerimaan negara bukan pajak.
Kondisi Indonesia yang kaya sumber daya fosil berdampak terhadap sektor kelistrikan nasional yang membuat tarif listrik Indonesia termasuk yang paling murah di Asia Tenggara.
Besaran tarif listrik rata-rata di Indonesia untuk pelanggan bisnis menengah pada tegangan rendah adalah Rp1.445 per kilowatt hour (kWh). Harga itu lebih murah dibandingkan Malaysia Rp1.735 per kWh, Vietnam Rp1.943 per kWh, dan Singapura Rp2.110 per kWh.
Adapun tarif golongan bisnis besar pada tegangan menengah di Indonesia juga yang termurah di Asia Tenggara dengan harga Rp1.115 per kWh, sedangkan Malaysia mencapai Rp1.227 per kWh, Thailand Rp1.370 per kWh, Filipina Rp1.603 per kWh, Vietnam Rp1.787 per kWh, dan Singapura Rp2.063 per kWh.
Ketika ekonomi negara bergerak lambat bahkan cenderung negatif, maka kekuatan sumber energi fosil yang dimiliki oleh Indonesia mampu menjadi pendorong dalam menggerakkan roda ekonomi nasional hingga ke daerah.
Selain itu, saat harga bahan bakar fosil melambung tinggi akibat konflik geopolitik Rusia-Ukraina, Indonesia turut mengalami imbas dari situasi tersebut, sebab harga minyak mentah naik di atas 100 dolar AS per barel, harga gas di atas 10 dolar AS per MMBTU, dan harga batu bara tembus 400 dolar AS per ton.
Banyak negara terutama di wilayah Eropa terseok-seok akibat mahalnya bahan bakar fosil tersebut. Mereka memadamkan lampu-lampu di banyak gedung sebagai respons atas situasi krisis energi yang mereka hadapi.
Namun, di Indonesia, krisis energi hanya memberikan dampak kecil. Kondisi terburuk dialami oleh komoditas bahan bakar minyak. Perusahaan penghasil BBM terpaksa menaikkan harga produk mereka karena kebutuhan minyak mentah masih didominasi impor.
Indonesia punya potensi energi terbarukan yang sangat besar, di atas 3.000 gigawatt yang bersumber dari Matahari, air, angin, hingga lava. Negara ini mampu memproduksi energi secara mandiri dengan kombinasi sumber daya fosil yang dapat mendukung ketahanan energi nasional.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, penambahan kapasitas pembangkit energi bersih sampai dengan Juli 2022 adalah sebesar 2.576 megawatt dengan kenaikan rata-rata sebesar 5 persen per tahun.
Indonesia pun telah memiliki sejumlah strategi terkait pengembangan energi bersih untuk mendukung transisi energi, di antaranya pembangunan pembangkit energi bersih on grid, implementasi pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap, konversi pembangkit listrik berbahan bakar minyak ke pembangkit energi bersih, penyematan teknologi co-firing biomassa, eksplorasi panas Bumi, hingga implementasi energi bersih secara off grid.
Dengan beragam kekuatan yang dimiliki oleh Indonesia, baik energi fosil maupun energi terbarukan, maka ancaman resesi global 2023 bukanlah hal yang sangat menakutkan, namun mesti dimaknai sebagai momentum untuk terus meningkatkan ketersediaan energi, keterjangkauan energi, dan menciptakan kemandirian energi tanpa perlu bergantung kepada pihak lain.
"Tidak ada tanda resesi pada tahun ini, terlebih di Sulsel. Kondisi ekonominya sangat baik. Kami optimistis menatap ekonomi tahun 2023, dari data yang ada, akan baik meski lambat (perlambatan pertumbuhan ekonomi)," ujar Kepala Perwakilan BI Sulawesi Selatan (Sulsel) Causa Iman Karana yang akrab disapa Pak Ci' saat membuka Focussed Group Discussion (FGD) di Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, medio Januari 2023.
FGD di Kota Sorong ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan BI Sulsel dalam menatap ekonomi 2023. Kota Sorong di Provinsi Papua Barat Daya juga menjadi target kemajuan ketahanan ekonomi bagi Kantor Perwakilan BI Sulsel sebagai bagian dari cakupan wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua).
BI mengajak semua elemen untuk berkolaborasi guna mengoptimalkan potensi ketahanan ekonomi, termasuk bagaimana menanggulangi disparitas harga dan inflasi agar semuanya bisa lebih dioptimalkan baik dari sisi komoditas maupun pariwisata.
Bagi BI Sulsel, semua pihak terkait patut menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di daerah itu. Lebih jauh lagi bagaimana menyambungkan dengan wilayah yang lebih luas yakni Sulampua.
Salah satunya yakni bagaimana potensi wisata bahari di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya yang sudah dikenali dunia, dapat terkoneksi dengan dengan Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan selaku penghubung atau hub.
Pak Ci' menginginkan Sulsel mampu menjadi hub dari sisi pariwisata, perdagangan dan investasi. Potensi tersebut cukup besar meski memang harus terus didorong agar bisa terealisasi.
Oleh karena itu, BI Sulsel mengajak belasan wartawan Sulawesi Selatan guna meninjau potensi pariwisata di Raja Ampat pada 14-16 Januari 2023, dengan harapan nantinya insan pers dapat berperan mendorong optimalisasi ketahanan ekonomi melalui publikasi potensi pariwisata, perdagangan dan investasi di wilayah Sulsel dan daerah lainnya.
"Kalau kita serius urus pariwisata, ini peluang yang besar dan belum dimaksimalkan," ujar Pak Ci' yang didampingi Deputi Kepala Perwakilan BI Sulsel Fajar Majardi dan pejabat BI lainnya.
Wisata Bahari
Untuk lebih mendorong kemajuan ekonomi Sulsel, maka optimalisasi potensi sektor pariwisata masih harus terus dilakukan. Objek wisata bahari Raja Ampat dapat menjadi salah satu rujukan mengembangkan pariwisata Sulsel.
Rombongan perwakilan BI Sulsel, termasuk 15 wartawan Sulsel, mengawali kunjungan ke wisata bahari dari spot populer di Kabupaten Raja Ampat yakni Piaynemo yang terletak di Desa Pam, Distrik (Kecamatan) Waigeo Barat Kepulauan.
Untuk menggapai Piaynemo, pengunjung mengawali dari Kota Sorong, Ibu Kota Provinsi Papua Barat Daya, menuju lokasi itu yang ditempuh melalui perjalanan laut sekitar 3 jam.
Dari Kota Sorong ke Kabupaten Raja Ampat juga bisa melalui jalur udara via Bandara Internasional Domine Eduard Osok Sorong menuju Bandara Marinda di Kota Waisai, Pulau Waigeo, Raja Ampat. Lalu menuju Piaynemo dengan kapal motor sekitar 2 jam perjalanan.
Untuk menikmati keindahan alam itu, wisatawan akan menyusuri tiga ratusan anak tangga untuk mencapai puncak Bukit Piaynemo atau Top View of Piaynemo. Dari puncak bukit itu terpampang gugusan karst di tengah laut biru yang jernih.
"Indah... Benar-benar menjual view. Lautnya bersih, dan sebenarnya ini juga ada Sulsel meski tidak sama persis. Di Pulau Sinjai, misalnya, juga punya spot eksotik, dan bisa dikembangkan untuk mengoptimalkan ketahanan ekonomi daerah," ujar Juniati Sewang, wartawan Sulsel yang ikut dalam rombongan.
Setelah mengabadikan momentum keindahan itu, rombongan wartawan dan perwakilan BI Sulsel kemudian melanjutkan aktivitas wisata ke spot Telaga Bintang yang juga terletak di Distrik Waigeo Barat Kepulauan, tidak jauh dari spot Piaynemo. Telaga ini menyajikan pemandangan danau kecil di pegunungan yang dikelilingi pepohonan rindang.
Telaga Bintang merupakan perairan yang dikelilingi oleh perbukitan karang yang jika dilihat dari ketinggian mirip bintang, meski tidak seperti bintang di langit. Ada beberapa bukit karang yang condong ke tengah perairan, ada juga yang tidak.
Dari puncak bukit karang itu terpampang perairan berwarna hijau tosca meski relatif dangkal, yang membuat ekosistem bawah lautnya dapat terlihat dengan jelas.
Hanya, untuk menikmati keindahan alam Telaga Bintang, pengunjung harus "berjuang" memanjat tebing karang yang mengancam keselamatan jiwa, guna mencapai puncak bukit. Untuk menggapai puncak bukit pengunjung harus bergiliran karena belum disediakan tangga atau tiang pegangan.
Objek wisata bahari selanjutnya yakni Desa Wisata Kampung Sauwandarek terletak di pesisir Pulau Maswar, Distrik Meos Mansar, Kabupaten Raja Ampat. Konon, daerah ini mulai ditempati oleh masyarakat sejak 1999, perpindahan dari Kampung Yenbekwan.
Di lokasi ini biasanya dijadikan spot snorkeling dan diving. Snorkeling dilakukan di permukaan air dengan kedalaman 1-3 meter, sedangkan menyelam (diving) dilakukan pada kedalaman hingga 200-an meter.
Setelah mengabadikan momentum snorkling, rombongan menuju spot Pasir Timbul yang terletak di samping Pulau Mansuar, sebuah fenomena unik ini terjadi ketika air laut sedang surut. Pada momentum tertentu, pasir putih akan muncul dan bisa dijadikan tempat bersantai atau sekadar menikmati bersihnya pasir putih. Biasanya, pasir putih ini akan muncul ke permukaan saat siang hari sekitar pukul 11.00 WIT hingga 15.00 WIT.
Usai rehat di Koprak Villa dan Resort yang terletak di Kota Waisai, Ibu Kota Kabupaten Raja Ampat, kunjungan destinasi wisata bahari selanjutnya yakni Batu Pensil, yang terletak di Teluk Kabui yang ada di perbatasan Pulau Waigeo dan juga Pulau Gam.
Batu Pensil pada objek wisata ini berbentuk batu yang tingginya sekitar 15 meter, menjulang ke atas berbentuk pensil meski tidak simetris, dan ditumbuhi sejumlah tumbuhan hijau di beberapa sudutnya.
Batu Pensil ini merupakan gugusan pulau yang lazim ditemukan di Kepulauan Raja Ampat, hanya bentuknya yang tidak lazim sehingga dianggap spesial termasuk oleh para wisatawan.
Bagi insan pers, kunjungan keenam spot dari sekitar 60-an lokasi wisata bahari eksotik yang ada di Raja Ampat itu, bisa dijadikan momentum untuk terus mendorong pengembangan pariwisata di berbagai daerah, termasuk di wilayah Sulawesi Selatan.
Setiap daerah memiliki potensi spot wisata bahari yang dapat diandalkan untuk menarik wisatawan hingga pada akhirnya menciptakan ketahanan ekonomi nasional dan daerah.
Ketika pariwisata maju maka ekonomi tumbuh dan rakyat pun makin sejahtera. Pada fase inilah ancaman krisis ekonomi kian menjauh.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Optimalisasi potensi ekonomi Sulsel di tengah ancaman krisis global