Manokwari, (Antara Papua
Barat)-Puluhan petani padi di wilayah Distrik Masni Kabupaten Manokwari, Papua
Barat merugi akibat kondisi lahan yang kurang subur.
Karsono salah satu petani Masni,
di Manokwari, Rabu mengatakan, lahan pertanian di wilayah Masni tersebar di Satuan
Pemukiman VI, VII dan VIII. Saat ini mereka sudah memasuki musim panen kedua
tahun 2016.
Dia menjelaskan, sesuai penelitian,
tanah di lokasi pertanian mereka terlalu banyak mengandung zat asam. Disisi
lain, air yang dimanfaatkan untuk mengairi sawah tersebut kurang mengandung
kapur.
"Kondisi ini yang
membuat produksi padi relatif rendah. Kami disarankan untuk membeli kapur, tapi
bagi kami itu sangat berat karena tidak sedikit yang harus kami beli,"
katanya.
Karsono mengungkapkan, sudah
tiga musim panen produksi gabah di wilayah tersebut kurang menguntungkan. Perhektare
lahan sawah rata-rata hanya bisa menghasilkan 40 sak gabah kering.
Harga jual beras petani di
daerah tersebut, rata-rata hanya Rp. 9 juta perhektare. Biaya operasional yang harus dikeluarkan
rata-rata mencapai Rp.8 juta perhektare, dari proses pembajakan, pemeliharaan
hingga panen.
"Dari 40 sak tersebut,
saya giling hanya menghasilkan 1 ton 80 kilo beras. Sementara harga jual beras hanya Rp.9 ribu per
kilo gram," katanya merinci.
Menurut dia, tidak sedikit
petani yang hanya bisa menutupi biaya operasional melalui hasil penjualan beras
mereka. Tidak sedikit pula, diantara mereka yang nombok.
Ia mengharap pemerintah daerah
segera melihat persoalan ini. Warga ingin, pengairan lahan pertanian mereka
dilakukan melalui sungai Wariori. Diyakini, air di sungai tersebut cukup
mengandung kapur yang dibutuhkan untuk meningkatkan kesuburan tanah.
"Selama ini air ke sawah
pertanian SP VI, VII dan SP VIII dari mata air gunung dan kurang mengandung zat
kapur. Solusinya kita harus mendapat air dari Sungai Wariori," katanya
lagi.(*)