Kepala Perwakilan ORI Papua Barat Musa Y Sombuk di Manokwari, Kamis, mengatakan telah menyurati Penjabat Gubernur Papua Barat Paulus Waterpauw, Komisi ASN dan Bupati Teluk Bintuni Petrus Kasihiw untuk mempertanyakan soal itu.
"Kami menemukan kejanggalan pelayanan publik di Teluk Bintuni. Setelah ditelusuri, salah satu faktor penyebabnya yaitu jabatan Sekda masih ditempati Plt selama dua tahun sejak 2020," ujar Sombuk.
"Kami menemukan kejanggalan pelayanan publik di Teluk Bintuni. Setelah ditelusuri, salah satu faktor penyebabnya yaitu jabatan Sekda masih ditempati Plt selama dua tahun sejak 2020," ujar Sombuk.
ORI Papua Barat mempertanyakan alasan yang melatarbelakangi belum adanya pejabat Sekda definitif di Teluk Bintuni.
"Sesuai aturan yang berlaku, jabatan Plt Sekda Kabupaten paling lama enam bulan. Namun yang terjadi di lingkungan Pemda Buntuni justru sampai dua tahun, hal ini akan kami pertanyakan ke para pihak yang berwenang dalam aturan ASN," kata Sombuk.
Ia mengatakan, meski kekosongan diisi Plt, namun pelayanan akan lebih optimal ketika ada pejabat definitif. Sebab, peran Sekda definitif sangat strategis sebagai koordinator pengelolaan keuangan daerah dan peran-peran lainnya yang strategis.
"Sekda definitif mampu mengelola kebijakan politik kepala daerah ke dalam kebijakan teknis sebagai pedoman SKPD dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik," jelasnya.
Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Manokwari Papua Barat DR.Andy Mulyono berpandangan bahwa posisi Sekda definitif sangat penting dalam menunjang tugas kepala daerah yang berkaitan dengan administrasi keuangan untuk kepentingan pelayanan publik.
"Jabatan pelaksana tugas (Plt) Sekda akan sangat terbatas dari sisi kewenangan dalam mengontrol anggaran daerah yang dikelola oleh SKPD dalam pelaksanaan program dan kegiatan yang telah dianggarkan. Artinya, kewenangan itu akan melekat penuh pada kepala daerah jika sekda masih Plt," kata Adny.
Oleh karena itu, dosen pengampu mata kuliah Hukum Tatanegara ini memberikan catatan peringatan kepada setiap kepala daerah di Papua Barat yang lalai melaksanakan aturan dan berpotensi maladministrasi.
"Ada potensi kesalahan prosedural yang mengarah pada maladministrasi jika jabatan Plt Sekda lebih dari enam bulan tanpa dilakukan seleksi untuk pengisian kekosongan jabatan definitif," ujarnya.