Manokwari,(Antaranews Papua Barat)-Balai Besar Kekayaan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Papua Barat menggandeng Conservation International Indonesia untuk memperketat pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar.
Dalam siaran pers yang diterima Antara, Kamis, disebutkan, Balai Besar KSDA Papua Barat sedang mengembangkan sistem pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar secara Kolaboratif. Sistem ini dikembangkan sebagai upaya menyikapi peningkatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar khususnya satwa dilindungi di Papua Barat.
Pemanfaatan ditengarai dilakukan sebagai komoditas perdagangan serta kepemilikan atau dipelihara secara pribadi sebagai hobi.
Belum lama ini sistem tersebut disosialisasikan di Kabupaten Kaimana dengan melibatkan unsur petugas dari bandara/pelabuhan seperti bea cukai, imigrasi, karantina pertanian, karantina ikan, otoritas bandara dan pelabuhan, kepolisian dan sejumlah mitra lainya.
Ini merupakan rangkaian dari beberapa sosialisasi yang telah dilaksanakan dibeberapa seperti Raja Ampat, Manokwari dan Teluk Bintuni. Kegiatan serupa akan dilanjutkan di Sorong dan Sorong
Selatan.
Selain tumbuhan dan satwa dilindungi, sistem ini juga ditujukan untuk mengawasi pemanfaatan satwa tidak dilindungipun. Seringkali terjadi pemanfaatan melebihi kuota, pemalsuan atau penggunaan SATS DN yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Diterangkan, saat ini terdapat 29 pengedar tumbuhan dan satwa liar dan Lima diantaranya berada di Kaimana. Mereka memanfaatkan tumbuhan dan satwa liar sebagai komoditas perdagangan yang menjadi penyumbang pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pada Balai Besar KSDA Papua Barat melalui ijin edar tumbuhan dan satwa liar, ijin kumpul tumbuhan dan satwa, dan ijin angkut (SATS-DN).
BKSD menginginkan ada peningkatan PNBP dengan mentutup kran jaringan peredaran illegal tumbuhan dan satwa liar melalui sistem pengawasan yang baik yang melibatkan berbagai stakeholder dan masyarakat pada umumnya.
Pelibatan stakeholder dan masyarakat dalam sistem pengawasan peredaran TSL ini mengingat Balai Besar KSDA Papua Barat tidak dapat bekerja sendiri.
Kerja kolaboratif diyakini sebagai salah satu cara kerja yang diterapkan Direktorat Jenderal KSDAE
dengan peningkatan kerjasama lintas kementerian.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018
Dalam siaran pers yang diterima Antara, Kamis, disebutkan, Balai Besar KSDA Papua Barat sedang mengembangkan sistem pengawasan peredaran tumbuhan dan satwa liar secara Kolaboratif. Sistem ini dikembangkan sebagai upaya menyikapi peningkatan pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar khususnya satwa dilindungi di Papua Barat.
Pemanfaatan ditengarai dilakukan sebagai komoditas perdagangan serta kepemilikan atau dipelihara secara pribadi sebagai hobi.
Belum lama ini sistem tersebut disosialisasikan di Kabupaten Kaimana dengan melibatkan unsur petugas dari bandara/pelabuhan seperti bea cukai, imigrasi, karantina pertanian, karantina ikan, otoritas bandara dan pelabuhan, kepolisian dan sejumlah mitra lainya.
Ini merupakan rangkaian dari beberapa sosialisasi yang telah dilaksanakan dibeberapa seperti Raja Ampat, Manokwari dan Teluk Bintuni. Kegiatan serupa akan dilanjutkan di Sorong dan Sorong
Selatan.
Selain tumbuhan dan satwa dilindungi, sistem ini juga ditujukan untuk mengawasi pemanfaatan satwa tidak dilindungipun. Seringkali terjadi pemanfaatan melebihi kuota, pemalsuan atau penggunaan SATS DN yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Diterangkan, saat ini terdapat 29 pengedar tumbuhan dan satwa liar dan Lima diantaranya berada di Kaimana. Mereka memanfaatkan tumbuhan dan satwa liar sebagai komoditas perdagangan yang menjadi penyumbang pendapatan negara bukan pajak (PNBP) pada Balai Besar KSDA Papua Barat melalui ijin edar tumbuhan dan satwa liar, ijin kumpul tumbuhan dan satwa, dan ijin angkut (SATS-DN).
BKSD menginginkan ada peningkatan PNBP dengan mentutup kran jaringan peredaran illegal tumbuhan dan satwa liar melalui sistem pengawasan yang baik yang melibatkan berbagai stakeholder dan masyarakat pada umumnya.
Pelibatan stakeholder dan masyarakat dalam sistem pengawasan peredaran TSL ini mengingat Balai Besar KSDA Papua Barat tidak dapat bekerja sendiri.
Kerja kolaboratif diyakini sebagai salah satu cara kerja yang diterapkan Direktorat Jenderal KSDAE
dengan peningkatan kerjasama lintas kementerian.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018