Penyidik Kejaksaan Tinggi Papua Barat (Kejati PB) menetapkan dua orang tersangka dalam kasus korupsi dana fasilitas kredit pemilikan rumah sejahtera tapak fasilitas likuiditas pembayaran perumahan (KPR FLPP) pada PT. Bank Papua Kantor Cabang Pembantu (KCP) Kumurkek Kabupaten Maybrat, Papua Barat Daya.

Asisten Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Papua Barat, Abun Hasbulloh Syambas, di Sorong, Jumat, menjelaskan dua tersangka itu berinisial HPL dan SDA berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : 14/R.2/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024 dan Nomor : 15 /R.2/Fd.1/12/2024 Tanggal 12 Desember 2024.

"Penetapan tersangka itu dilakukan setelah kita melakukan serangkaian tindakan penyidikan," jelas dia.

Dalam penyidikan, terungkap bahwa perbuatan para tersangka merugikan keuangan negara sebesar Rp44,8 miliar.

Kedua tersangka itu disangka dengan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp1 miliar

"Kini kedua tersangka sudah ditahan selama 20 hari ke depan di Lapas Kelas IIB Sorong," katanya.

Dia menjelaskan bahwa pada 2016–2017 terdapat dana fasilitas KPR Sejahtera Tapak Fasilitas Likuiditas Pembayaran Perumahan pada PT. Bank Papua Kantor Cabang Pembantu Kumurkek yang bersumber dari modal PT. Bank Papua dan subsidi Kementerian Perumahan Rakyat.

"Kemudian tersangka HPL sebagai KCP Bank Papua Kumurkek menerima permohonan KPR FLPP yang diajukan tersangka SDA selaku Direktur PT. Jaya Molek Perkasa berdasarkan perjanjian kerja sama kedua bela pihak," beber dia.

Menurut dia, pelaksanaan KPR FLPP harus melalui tahapan analisis dan verifikasi calon penerima setelah pembangunan perumahan oleh developer selesai 100 % siap huni, kemudian diikuti dengan akad kredit atau perjanjian kredit antara debitur dengan Kepala Kantor Cabang Pembantu Bank Pembangunan Papua Selaku Pemutus Kredit.

Berdasarkan hasil penyidikan diketahui jika tersangka SDA membangun perumahan di Kota Sorong sebanyak kurang lebih 386 unit namun sebanyak 240 unit belum 100% dikerjakan.

"Meskipun sebagian pembangunan rumah belum selesai 100% dikerjakan atau siap huni, tersangka HPL memberikan persetujuan kredit dan dana KPR FLPP dibayarkan kepada tersangka SDA," ucap dia.
 

Pewarta: Yuvensius Lasa Banafanu

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024