Pemerintah Kabupaten Manokwari, Papua Barat, mulai mengembangkan pupuk organik untuk mencukupi kebutuhan pupuk bagi petani di daerah tersebut.

Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan Manokwari, Kukuh Saptoyudho di Manokwari, Selasa, mengatakan, bersama Bank Indonesia pihaknya saat ini sedang mengembangkan laboratorium mini pupuk organik.

"Ini sangat bagus, potensinya cukup besar. Kita akan memanfaatkan kotoran sapi sebagai bahan baku utama pembuatan pupuk," kata Kukuh.

Ia mengutarakan, berdasarkan hasil risert kotoran tiga ekor sapi mampu mencukupi kebutuhan pupuk untuk satu hektar sawah. Cara ini membutuh keterlibatan masyarakat terutama yang memiliki peternakan sapi.

"Laboratorium ini harus terintegrasi dengan peternakan. Kotoran sapi yang akan difermentasi menjadi pupuk tidak boleh kena matahari, harus ada kandang sehingga pasokan kotoran bisa intensif," ujarnya lagi.

Jika program ini berjalan bagus, kata dia ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dapat dikurangi. Disisi lain, biasa operasional yang dikeluarkan petani berkurang.

Terkait hal ini, ia menyayangkan kebijakan pemerintah provinsi karena tidak menjadikan Manokwari sebagai daerah prioritas pengembangan peternakan sapi. Baginya, ini tantangan pada program pengembangan pupuk organik.

"Alasanya Manokwari tidak punya lahan, untuk penerapan sistem rens pengembangan sapi. Kalau caranya seperti itu memang Manokwari tidak cocok karena kita tidak punya lahan," sebut Kukuh.

Menurutnya, pemerintah harus belajar dengan pengembangan peternakan sapi yang dilaksanakan di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Daerah tersebut tidak memiliki rens namun peternakan sapi berkembang pesat.

"Disana tidak ada rens, tapi coba kalau kita masuk ke kampung-kampung. Hampir di setiap belakang rumah warga ada kandang sapi dan minimal ada tiga ekor sapi di situ," katanya.

Cara ini, dinilai bisa dikembangkan bagi masyarakat di Manokwari. Selain mudah dikontrol, kotoran sapi bisa ditampung secara baik untuk bahan pupuk organik.***
 

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019