Kapolresta Sorong Kota Kombes Pol. Happy Perdana Yudianto di Sorong, Papua Barat Daya, Jumat, menjelaskan penetapan tersangka ini berdasarkan gelar perkara pada tanggal 14 Juni 2024 di Polda Papua Barat.
"Kami telah menetapkan Kepala Dinas Pendidikan Kota Sorong sebagai tersangka bersama dengan satu orang lagi berinisial F atas kasus korupsi pengadaan alprokes di dinas itu," katanya.
Pada tahun anggaran 2021, kata dia, Dinas Pendidikan Kota Sorong mendapatkan anggaran untuk pengadaan alprokes COVID-19 yang bersumber dari dana insentif daerah (DID) senilai Rp4,7 miliar.
Pengadaan alprokes oleh dinas pendidikan ini untuk kepentingan seluruh satuan pendidikan TK, SD, dan SMP se-Kota Sorong.
Pada pengadaan barang itu, kata Kombes Pol. Happy, dinas pendidikan melakukan rekayasa harga barang dan tidak sesuai dengan harga kontrak sehingga mengindikasikan terjadinya penyimpangan dan berdampak pada kerugian negara.
Dari kasus itu, pihaknya menyita barang bukti berupa tujuh dokumen penting, di antaranya dokumen kontrak, dokumen pencairan, dokumen anggaran perubahan 2021, RAB, surat perjanjian, dan rekening koran perusahaan.
"Berdasarkan hasil audit BPK RI ditaksir kerugian sebesar Rp2,36 miliar," ujar dia.
Ia mengatakan bahwa polisi telah melakukan pemeriksaan terhadap 25 saksi, kemudian pemeriksaan ahli, di antaranya auditor BPK RI, pengelola keuangan daerah Kemendagri, dan pengadaan barang dan jasa (LKPP).
Tersangka YA melakukan beberapa perbuatan melawan hukum seperti mencari bendera perusahaan, bekerja sendiri dalam pengadaan alprokes yang seharusnya diberikan kepada pihak ketiga setelah dilelang, kemudian yang bersangkutan pun tidak menetapkan harga perkiraan sendiri (HPS) dan kerangka acuan kerja (KAK).
Tersangka YA dikenai Pasal 2 ayat (1) dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 12 huruf i juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 KUHP.
Terkait dengan Pasal 2 ayat (1) ini, kata dia, tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain dan korporasi yang dapat merugikan keuangan negara dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan paling lama 20 tahun penjara serta denda Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Sementara itu, tersangka F yang berperan sebagai konsultan dan ikut membantu YA untuk mencari perusahaan, lanjut dia, melakukan tindakan pemalsuan tandatangan perusahaan dan melakukan rekayasa bersama tersangka YA.
Untuk tersangka F, pasal yang dikenai adalah Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31/1999 dengan ancaman hukuman paling singkat 4 tahun, paling lama 20 tahun, serta denda Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Saat ini Polresta Sorong Kota tengah melakukan penahanan terhadap tersangka YA dan F di rumah tahanan Mapolresta Sorong Kota sejak 27 Juni 2024.