Jakarta (ANTARA) - Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Juda Agung mengatakan BI sedang memfinalisasi kebijakan ketahanan dan keamanan siber untuk memperkuat ketahanan siber perbankan di tengah masifnya digitalisasi layanan keuangan.
"Bank Indonesia sedang memfinalisasi kebijakan ketahanan dan keamanan siber yang bersifat end to end, mulai dari tata kelolanya, bagaimana menyiapkan langkah pencegahannya, dan bagaimana ketika terjadi insiden," kata Juda dalam Peluncuran dan Seminar Kajian Stabilitas Keuangan Nomor 42 di Jakarta, Rabu.
Juda menuturkan kebijakan tersebut juga akan mengatur bagaimana penanganan terhadap insiden serangan siber, termasuk mekanisme koordinasi antar otoritas dan industri, serta monitoring dan pengawasannya.
"Risiko siber ini tidak pernah berhenti dan terus mengancam sistem keuangan dengan dampak yang sangat signifikan pada stabilitas sistem keuangan," ujarnya.
Seiring dengan perkembangan pesat pada digitalisasi layanan keuangan baik oleh perbankan dan Industri Keuangan Non-Bank (IKN), kerentanan risiko siber pun meningkat.
Risiko siber tersebut antara lain berupa gangguan operasional, pencurian data yang dapat merugikan lembaga keuangan maupun pelanggan, serta manipulasi data dan transaksi keuangan.
Serangan siber dapat mengganggu sistem operasional lembaga keuangan termasuk layanan perbankan dan transaksi keuangan yang pada akhirnya dapat menggerus kepercayaan terhadap sistem keuangan.
Manipulasi data dan transaksi keuangan seperti pencurian dana, perubahan saldo account hingga manipulasi harga aset keuangan yang bisa merusak integritas dari pasar keuangan dan mengganggu stabilitas sistem keuangan.
Oleh karena itu, penguatan ketahanan dan keamanan siber bagi penyelenggara layanan keuangan yang diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia menjadi krusial dalam mengantisipasi kerentanan tersebut.
Untuk mengurangi dampak risiko siber, lembaga keuangan perlu mengimplementasikan langkah-langkah keamanan siber yang kuat, meningkatkan kesadaran siber serta berinvestasi pada teknologi dan sumber daya manusia (SDM) yang mampu menghadapi ancaman siber dengan efektif.
Selain itu, kerja sama dan koordinasi antarlembaga keuangan, regulator dan pihak terkait, penting di dalam mengelola risiko siber.