Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) menyatakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang melibatkan keduanya adalah seperti fenomena gunung es di mana hanya sebagian kecil yang terungkap dari banyaknya kejadian yang ada.
Pernyataan itu disampaikan oleh Asisten Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan dari TPPO KPPPA Destri Handayani dalam diskusi memperingati Hari Anak Sedunia yang diadakan Migrant CARE dan Kemitraan, yang mengambil tema "Tantangan Pemenuhan Hak Anak Berhadapan dengan Kejahatan Transnasional", yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan berdasarkan data yang dikumpulkan dari laporan polisi kasus TPPO periode 2015-2019 dari total 2.648 korban TPPO di antaranya 2.047 adalah perempuan dewasa dan 272 perempuan usia anak dan 11 laki-laki usia anak.
Kebanyakan negara yang menjadi tujuan kasus perdagangan orang dalam periode tersebut adalah Asia Timur dan Tenggara dengan disusul Timur Tengah dan Afrika, mengisi posisi tiga besar.
"Namun ini masih merupakan data yang melapor ke kepolisian, tidak termasuk data TPPO yang bisa dicegah oleh imigrasi, yang bisa mencegah sekitar 20.000 yang diduga akan berangkat secara ilegal dan belum pencegahan yang dilakukan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI)," katanya.
Data-data yang berhasil dicegah itu belum masuk dalam data itu dan kasus-kasus dari korban yang menolak atau tidak bisa melapor ke pihak berwajib.
"Jadi ini seperti fenomena gunung es," katanya.
Untuk itu, KPPPA merancang arah kebijakan dan strategi perlindungan yang salah satunya adalah menguatkan sistem data dan informasi perempuan kelompok rentan dan tidak kekerasan termasuk TPPO, demikian Destri Handayani.