Marice Dowansiba tersenyum lega setelah menyelesaikan sejumlah noken . Perempuan ini sudah puluhan tahun bergelut dengan  serat kulit kayu mincauw, dan serat pelepah nenas yang merupakan bahan baku  pembuatan tas tradisional Papua,  yakni noken.

Marice lahir di Distrik Catubouw, Kabupaten Pegunungan Arfak, Provinsi Papua Barat, pada 25 Mei 1962. Sebagai perempuan asli Papua, Marice dituntut harus mampu menganyam noken. Dia sudah belajar membuat noken sejak kelas 1 sekolah dasar.

Noken merupakan simbol kehidupan, perjuangan, cinta, dan perdamaian bagi masyarakat di Tanah Papua. Sepulang dari sekolah, Marice membagi waktu belajar menganyam Noken sekaligus membantu kedua orang tua di ladang.

Berkat ketekunan, kualitas noken yang dianyam oleh Marice mulai rapi. Sebagian noken ia bagikan kepada sanak saudara, teman-teman sekolah untuk diisi buku, perbekalan dan lain sebagainya.

Setelah menikah pada 1976, Marice dan almarhum suami Michael Iwou sempat berpindah tempat tinggal ke Jayapura, Provinsi Papua. Meski demikian, perempuan berusia 62 tahun itu terus mengasah kemampuan merajut noken.

Dalam benak Marice, menganyam noken bukan sekadar untuk mencari penghasilan melainkan upaya melestarikan tradisi dan budaya yang telah diwariskan oleh leluhur sejak ia masih kecil.

"Dulu tidak ada tas untuk simpan buku, jadi kami pakai noken isi buku dan bekal (makanan) ke sekolah," ujar Marice kepada ANTARA saat ditemui di Manokwari, Papua Barat.

Melihat kemampuan Marice merajut noken, kerabat dari almarhum suami tertarik dan memesan beberapa noken. Waktu itu, Marice belum mematok harga noken karyanya meski ia cukup sulit memperoleh bahan baku.

Hal ini dikarenakan serat kulit kayu mincauw hanya diperoleh dari Kabupaten Pegunungan Arfak, dan setiap daerah di Tanah Papua memiliki bahan baku serat kayu berbeda-beda.

Kegiatan merajut Noken asli Arfak mulai kembali ditingkatkan setelah Marice bersama suami dan dua orang anaknya memutuskan untuk menetap di Kelurahan Wosi, Kabupaten Manokwari.

"Noken setiap daerah di Tanah Papua ini, bahan dasar serat kayu beda-beda," ucap Marice.
Marice Dowansiba sedang merajut Noken khas Suku Arfak yang menggunakan bahan baku dari serat kulit kayu mincauw. (ANTARA/Fransiskus Salu Weking)


Proses manual

Ratusan batang kayu mincauw berdiameter kurang lebih 17,9 milimeter dijemur hingga kering. Setelah itu, batang kayu mincauw dihancurkan untuk memudahkan proses pemisahan serat.

Cara ini agak berbeda dalam memperoleh serat nenas berwarna putih. Pelepah nenas dalam jumlah yang juga mencapai ratusan, terlebih dahulu dijemur kemudian dikikis perlahan-lahan.

Serat-serat kayu mincauw dan serat nenas dikumpulkan lalu dijemur ulang, agar hasilnya lebih kuat saat proses pemintalan. Meski begitu, Marice tidak berniat meninggalkan kegiatan merajut noken.

"Pelepah nenas dan kayu mincauw kami bawa dari hutan di Pegunungan Arfak. Kami bersihkan lalu jemur hampir satu minggu," ucap Marice.

Ia mengambil segumpalan serat kayu mincauw untuk dipintal. Metode pemintalan sangat tradisional. Helai demi helai serat kayu diletakkan sejajar di atas paha kanan. Telapak tangannya bergerak perlahan maju dan mundur.

Serat-serat kayu mulai menyatu menjadi satu layaknya benang wol yang dipintal menggunakan jarum jahit. Tak jarang Marice harus rehat ketika kulit pahanya mulai terasa panas.

Setelah serat kayu dipintal, Marice melanjutkan dengan membentuk ukuran sesuai kebutuhan Noken yang dirajut tanpa menggunakan alat. Proses perajutan satu noken menelan waktu hampir satu bulan.

"Kalau sudah banyak, kami mulai anyam. Serat sudah habis, kami pintal lagi. Prosesnya lama, tergantung ukuran noken," ujar Marice.

Bentuk galeri

Marice Dowansiba tergabung dalam kelompok Ikatan Wanita Gereja Persekutuan Kristen Alkitab Indonesia (GPKAI) Kabupaten Manokwari yang dibentuk pada 2005.

Seluruh anggota GPKAI adalah perempuan asli Suku Arfak dari tiga kabupaten yaitu Manokwari, Pegunungan Arfak, dan Manokwari Selatan. Kelompok itu aktif dalam berbagai kegiatan.

Emilia Mambrasar yang merupakan anak mantu dari Marice Dowansiba, kemudian menginsiasi pembentukan Galeri Noken Arfak sebagai wadah karya kreatif kelompok perempuan Arfak.

Pembentukan galeri bermaksud agar hasil kerajinan tangan dari perempuan Suku Arfak semakin terorganisir, dan bisa mengikuti pameran di dalam maupun di luar Papua Barat.

Kekompakan seluruh anggota galeri berdampak positif terhadap ketersediaan dua jenis bahan baku untuk menunjang kelancaran produksi noken dengan berbagai ukuran.

Ada sepuluh anggota diberikan tugas mencari bahan baku serat kayu mincauw dan pelepah nenas dari Pegunungan Arfak, sepuluh lainnya bertugas mengolah dan merajut Noken.

Produk yang dihasilkan mulai berkembang dan tidak hanya pada tas noken melainkan baju dan rok dari serat kayu mincauw dengan proses pembuatan hampir satu bulan.

"Galeri didirikan sekitar tiga tahun lalu dengan 20 anggota aktif yang diketuai mama Marice, dan saya sebagai sekretaris," ucap Emilia.

Produk Galeri Noken Arfak telah mengikuti pameran UMKM di Batam, Yogyakarta, Palangkaraya, Jakarta, dan daerah lainnya di Indonesia.

Tahun 2022, hasil karya Galeri Noken Arfak diikutsertakan pada pameran yang diselenggarakan Bank Indonesia dan Pemprov Papua Barat di Manokwari.

"Pimpinan BI lihat, mereka tertarik dan kami diajak kerja sama. Sejak saat itu kami dibina dan selalu diikutsertakan dalam pameran," ucapnya.

Harga jual satu noken serat kayu dibanderol Rp500 ribu bahkan lebih tergantung dari ukuran, sedangkan baju dan rok bisa mencapai Rp2 jutaan.

Harga tersebut dipengaruhi tingkat kesulitan memperoleh bahan baku, dan proses pengolahan bahan baku menjadi produk sangat lama.

Dukungan Bank Indonesia

Galeri Noken Arfak mendapat bantuan peralatan dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Papua Barat. Peralatan yang dimaksud meliputi dua mesin pemisah serat nenas, mesin jahit tipikal memodifikasi Noken, dan lainnya.

Selain bantuan peralatan, Bank Indonesia juga memfasilitasi pelatihan memodifikasi Noken menggunakan mesin jahit tipikal sebab Noken sudah menjadi busana tren di kalangan masyarakat.

Pelatihan itu diselenggarakan pada 25-26 Maret 2024 yang melibatkan dua orang instruktur dari Jagat Craft Yogyakarta. Bank Indonesia berkomitmen mendorong peningkatan kualitas produk UMKM lokal agar skala usaha dan akses pasar semakin luas.

"Supaya produk Noken Arfak memiliki daya tarik tersendiri yang akan meningkatkan ekonomi perajin," kata Deputi Kepala Perwakilan BI Papua Barat Roni Cahyadi.

Bank Indonesia sebagai mitra strategis pemerintah daerah, sudah menyusun peta jalan pengembangan produk UMKM yang dielaborasikan dengan instansi teknis baik provinsi maupun kabupaten.

Regenerasi

Marice Dowansiba kini merasa prihatin, karena rata-rata perajut noken Arfak saat ini perempuan yang telah berusia 50 tahun ke atas. Generasi muda enggan terlibat.

Tingkat kesulitan mengolah bahan baku, kesabaran dalam menganyam, dan durasi waktu yang lama menjadi faktor minimnya minat generasi muda menekuni noken.

Meski demikian, Marice bersama Emilia bertekad mengembangkan galeri menjadi pusat pelatihan bagi generasi muda untuk mempelajari proses pembuatan noken Arfak.

Upaya tersebut perlu mendapat dukungan dari pemerintah daerah setempat, sehingga merajut noken terakomodasi ke dalam pelajaran ekstrakurikuler di setiap sekolah.

Noken telah ditetapkan sebagai warisan budaya tak benda oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) pada 4 Desember 2012.

"Kami lagi bangun gedung galeri baru yang nantinya jadi tempat pelatihan. Besar harapan kami, ada pelajaran ekstrakurikuler soal Noken," ucap Emilia.

Saat ini, Emilia aktif menyebarluaskan informasi soal produk noken Arfak melalui media sosial facebook dan instagram.  Tujuannya,  meningkatkan minat generasi muda membuat noken sehingga noken Arfak tetap lestari.
 

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Semangat perempuan-perempuan Arfak melestarikan noken

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024