Langit sudah mulai gelap dan berwarna kuning keemasan, saat Debora Putri Sarbi, pulang dari praktik kerja lapangan (PKL) di sebuah perusahaan rekanan PLN Manokwari, Papua Barat, untuk mengatasi gangguan pelanggan.
Debora merupakan siswi kelas XII jurusan kelistrikan di SMKN 2 Manokwari yang berkesempatan "mencicipi" manisnya dunia pekerjaan melalui program PKL dari sekolah.
Meskipun sudah mendapat kesempatan mengenyam dunia pekerjaan, Debora mengaku tidak akan berhenti menuntut ilmu, setelah lulus SMK tahun ini.
Putri bungsu dari Pendeta Asael Sarbi dan Ratna Yanti Masipuang itu masih memiliki asa untuk melanjutkan ke jenjang kuliah demi memperdalam ilmu kelistrikan yang memang digandrunginya sejak kecil.
"Kemungkinan saya mau kuliah di Unipa (Universitas Negeri Papua) karena di sana ada jurusan teknik listrik,” ujarnya, saat berbincang dengan ANTARA.
Cita-cita perempuan berumur 18 tahun itu untuk meraih pendidikan lebih tinggi memang bukan tanpa alasan, meski tulang punggung keluarga, sang ayah, yakni Pendeta Asael Sarbi, telah pergi selamanya sejak Debora masih duduk di kelas XI.
Sebagai anggota aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK, Pendeta Asael Sarbi meninggalkan sesuatu yang berharga bagi masa depan anak-anaknya, berupa beasiswa pendidikan.
Beasiswa pendidikan yang merupakan program dari jaminan kematian BPJS Ketenagakerjaan telah membantu Debora dan kakaknya Tabita Suzet Sarbi mendapatkan pendidikan hingga lulus S1.
Dia bertekad untuk meneruskan ke jenjang kuliah karena telah mendapat beasiswa dari BPJS Ketenagakerjaan. Bagi dia, kepergian sang ayah selamanya, seolah meninggalkan pesan agar dia tetap melanjutkan pendidikan.
Manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan juga dirasakan sang kakak Tabita Suzet Sarbi yang kini sudah melanjutkan pendidikan S1 pada Jurusan Ilmu Komputer di sebuah kampus ilmu komputer di Manokwari.
Beasiswa yang diterima dari program BPJS Ketenagakerjaan sangat mencukupi untuk membiayai pendidikan Tabita dan sang adik.
Tabita mendapatkan beasiswa total Rp63 juta, sedangkan sang adik mendapatkan beasiswa lebih besar karena jenjang pendidikannya lebih lama, yaitu Rp69 juta.
Waktu ayahnya meninggal pada 22 Februari 2022, dia sudah kelas XII di SMKN 2 Manokwari. Waktu di SMK dia hanya mendapat satu kali beasiswa, yaitu Rp3 juta per tahun, sedangkan di kuliah mendapat Rp12 juta per tahun. Beasiswa itu memang dikucurkan per tahun.
Dengan beasiswa sebesar itu, Tabita dan ibunya tidak perlu lagi risau dengan pembayaran kuliah karena sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang kini dikenal dengan sebutan uang kuliah tunggal (UKT) per semester hanya sebesar Rp4,5 juta atau Rp9 juta per tahun. Sisa dari biaya UKT itu bisa digunakan untuk keperluan lain dari kuliah, termasuk biaya hidup.
Tidak percaya
Bagi istri mendiang Pendeta Asael Sarbi, yaitu Ratna Yanti Masipuang, program perlindungan tenaga kerja dari pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan, sempat membuatnya tidak percaya.
Di hadapan makam sang suami yang tepat berada di halaman rumah sederhana mereka, Ratna mengakui program pemerintah tersebut sangat membantu dirinya dan tentu warga lain yang menghadapi kondisi serupa dengan dirinya.
Saat suami meninggal, dirinya sempat terpikir bagaimana menyekolahkan anaknya mengingat dia hanya sebagai guru honorer di TK dan menggantikan suami sebagai pendeta di sebuah gereja internasional di Manokwari.
Setelah dirinya mengurus ke BPJS Ketenagakerjaan, selain anak-anaknya mendapat beasiswa yang cukup besar, keluarga yang ditinggalkan juga langsung mendapatkan tunjangan kematian sebesar Rp42 juta.
Bahkan, untuk pengurusan klaim juga terhitung cepat, karena BPJS Ketenagakerjaan Manokwari langsung mencairkan klaim itu di awal Maret 2022 atau satu bulan setelah meninggalnya sang kepala keluarga.
Sepekan setelah suaminya meninggal, Ratna diberi tahu salah satu jemaat gereja untuk mengecek di BPJS. Awalnya, dia tidak pernah tahu betul bagaimana manfaat dari BPJS, kerana itu dia berusaha mengeceknya. Di kantor BPJS, petugas memberi tahu kalau Ratna bisa mendapat tunjangan kematian dan anak-anaknya mendapat beasiswa.
"Puji Tuhan, saya tidak percaya dan tidak menyangka sebesar itu,” kata Ratna, sambil terbata-bata, ketika ditemui ANTARA.
Pendeta Asael Sarbi dan keluarga menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena dibantu oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari. Bantuan biaya BPJS itu diperoleh karena pengabdian Ratna yang menjadi guru honorer.
Sebagai seorang pendeta, mendiang Asael Sarbi dan Ratna memang peduli pada pendidikan, dengan merintis TK dan kelompok bermain sejak 2016.
Kemudian saat Pandemi COVID-19 di tahun 2020, pemerintah mendaftarkan guru-guru honorer yang minimal sudah mengabdi 4 tahun menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, termasuk Ratna dan suami.
Dari program itulah dia merasa Tuhan membuka jalan hingga kini, sehingga anak-anaknya bisa terus melanjutkan sekolah. Sebagai orang tua tunggal, Ratna tidak perlu pusing memikirkan biaya sekolah anak. Dia kini lebih berkonsentrasi untuk mengurusi gereja dan jemaatnya.
208 anak
Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan Cabang Manokwari, Provinsi Papua Barat, tercatat dari tahun 2022 hingga 11 September 2024 sebanyak 208 anak dari peserta jaminan sosial tenaga kerja (BPJS Ketenagakerjaan) terlindungi dalam program beasiswa.
Dari jumlah itu, lembaga yang merupakan representasi hadirnya negara untuk melindungi rakyatnya itu membayar sebesar Rp1,2 miliar.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Manokwari Chandra Frans Sitanggang mengemukakan beasiswa diberikan kepada anak dari tenaga kerja yang mengalami resiko kecelakaan kerja, berupa cacat tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau di luar kecelakaan kerja, seperti sakit.
Anak yang berhak mendapat beasiswa adalah dari tingkat sekolah TK sampai kuliah dan diberikan pada maksimal dua anak dalam satu keluarga.
Besaran beasiswa yang diberikan untuk TK dan SD sebesar Rp1,5 juta per tahun, SMP Rp2 juta per tahun, SMA Rp3 juta per tahun, dan mahasiswa Rp12 juta per tahun, dengan lama maksimal lima tahun.
Rincian anak yang terlindungi program beasiswa di Kabupaten Manokwari adalah, tingkat SD 89 anak, SMP 51 anak, SMA 50 anak dan Kuliah 18 anak.
Jika ada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal, kemudian anaknya masih TK, maka anak itu akan menerima beasiswa dari TK sampai kuliah. Demikian juga jika sia anak masih SD, maka akan mendapat beasiswa hingga kuliah.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah program jaminan sosial dari negara untuk melindungi warganya. Manfaat yang dialami oleh Ratna dan anak-anaknya adalah salah satu contoh kecil dari program pemerintah untuk warga, khususnya pekerja informal, saat si bapak atau ibunya meninggal.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Debora merupakan siswi kelas XII jurusan kelistrikan di SMKN 2 Manokwari yang berkesempatan "mencicipi" manisnya dunia pekerjaan melalui program PKL dari sekolah.
Meskipun sudah mendapat kesempatan mengenyam dunia pekerjaan, Debora mengaku tidak akan berhenti menuntut ilmu, setelah lulus SMK tahun ini.
Putri bungsu dari Pendeta Asael Sarbi dan Ratna Yanti Masipuang itu masih memiliki asa untuk melanjutkan ke jenjang kuliah demi memperdalam ilmu kelistrikan yang memang digandrunginya sejak kecil.
"Kemungkinan saya mau kuliah di Unipa (Universitas Negeri Papua) karena di sana ada jurusan teknik listrik,” ujarnya, saat berbincang dengan ANTARA.
Cita-cita perempuan berumur 18 tahun itu untuk meraih pendidikan lebih tinggi memang bukan tanpa alasan, meski tulang punggung keluarga, sang ayah, yakni Pendeta Asael Sarbi, telah pergi selamanya sejak Debora masih duduk di kelas XI.
Sebagai anggota aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan atau BPJAMSOSTEK, Pendeta Asael Sarbi meninggalkan sesuatu yang berharga bagi masa depan anak-anaknya, berupa beasiswa pendidikan.
Beasiswa pendidikan yang merupakan program dari jaminan kematian BPJS Ketenagakerjaan telah membantu Debora dan kakaknya Tabita Suzet Sarbi mendapatkan pendidikan hingga lulus S1.
Dia bertekad untuk meneruskan ke jenjang kuliah karena telah mendapat beasiswa dari BPJS Ketenagakerjaan. Bagi dia, kepergian sang ayah selamanya, seolah meninggalkan pesan agar dia tetap melanjutkan pendidikan.
Manfaat dari BPJS Ketenagakerjaan juga dirasakan sang kakak Tabita Suzet Sarbi yang kini sudah melanjutkan pendidikan S1 pada Jurusan Ilmu Komputer di sebuah kampus ilmu komputer di Manokwari.
Beasiswa yang diterima dari program BPJS Ketenagakerjaan sangat mencukupi untuk membiayai pendidikan Tabita dan sang adik.
Tabita mendapatkan beasiswa total Rp63 juta, sedangkan sang adik mendapatkan beasiswa lebih besar karena jenjang pendidikannya lebih lama, yaitu Rp69 juta.
Waktu ayahnya meninggal pada 22 Februari 2022, dia sudah kelas XII di SMKN 2 Manokwari. Waktu di SMK dia hanya mendapat satu kali beasiswa, yaitu Rp3 juta per tahun, sedangkan di kuliah mendapat Rp12 juta per tahun. Beasiswa itu memang dikucurkan per tahun.
Dengan beasiswa sebesar itu, Tabita dan ibunya tidak perlu lagi risau dengan pembayaran kuliah karena sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) yang kini dikenal dengan sebutan uang kuliah tunggal (UKT) per semester hanya sebesar Rp4,5 juta atau Rp9 juta per tahun. Sisa dari biaya UKT itu bisa digunakan untuk keperluan lain dari kuliah, termasuk biaya hidup.
Tidak percaya
Bagi istri mendiang Pendeta Asael Sarbi, yaitu Ratna Yanti Masipuang, program perlindungan tenaga kerja dari pemerintah melalui BPJS Ketenagakerjaan, sempat membuatnya tidak percaya.
Di hadapan makam sang suami yang tepat berada di halaman rumah sederhana mereka, Ratna mengakui program pemerintah tersebut sangat membantu dirinya dan tentu warga lain yang menghadapi kondisi serupa dengan dirinya.
Saat suami meninggal, dirinya sempat terpikir bagaimana menyekolahkan anaknya mengingat dia hanya sebagai guru honorer di TK dan menggantikan suami sebagai pendeta di sebuah gereja internasional di Manokwari.
Setelah dirinya mengurus ke BPJS Ketenagakerjaan, selain anak-anaknya mendapat beasiswa yang cukup besar, keluarga yang ditinggalkan juga langsung mendapatkan tunjangan kematian sebesar Rp42 juta.
Bahkan, untuk pengurusan klaim juga terhitung cepat, karena BPJS Ketenagakerjaan Manokwari langsung mencairkan klaim itu di awal Maret 2022 atau satu bulan setelah meninggalnya sang kepala keluarga.
Sepekan setelah suaminya meninggal, Ratna diberi tahu salah satu jemaat gereja untuk mengecek di BPJS. Awalnya, dia tidak pernah tahu betul bagaimana manfaat dari BPJS, kerana itu dia berusaha mengeceknya. Di kantor BPJS, petugas memberi tahu kalau Ratna bisa mendapat tunjangan kematian dan anak-anaknya mendapat beasiswa.
"Puji Tuhan, saya tidak percaya dan tidak menyangka sebesar itu,” kata Ratna, sambil terbata-bata, ketika ditemui ANTARA.
Pendeta Asael Sarbi dan keluarga menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan karena dibantu oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manokwari. Bantuan biaya BPJS itu diperoleh karena pengabdian Ratna yang menjadi guru honorer.
Sebagai seorang pendeta, mendiang Asael Sarbi dan Ratna memang peduli pada pendidikan, dengan merintis TK dan kelompok bermain sejak 2016.
Kemudian saat Pandemi COVID-19 di tahun 2020, pemerintah mendaftarkan guru-guru honorer yang minimal sudah mengabdi 4 tahun menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan, termasuk Ratna dan suami.
Dari program itulah dia merasa Tuhan membuka jalan hingga kini, sehingga anak-anaknya bisa terus melanjutkan sekolah. Sebagai orang tua tunggal, Ratna tidak perlu pusing memikirkan biaya sekolah anak. Dia kini lebih berkonsentrasi untuk mengurusi gereja dan jemaatnya.
208 anak
Berdasarkan data dari BPJS Ketenagakerjaan Cabang Manokwari, Provinsi Papua Barat, tercatat dari tahun 2022 hingga 11 September 2024 sebanyak 208 anak dari peserta jaminan sosial tenaga kerja (BPJS Ketenagakerjaan) terlindungi dalam program beasiswa.
Dari jumlah itu, lembaga yang merupakan representasi hadirnya negara untuk melindungi rakyatnya itu membayar sebesar Rp1,2 miliar.
Kepala BPJS Ketenagakerjaan Cabang Manokwari Chandra Frans Sitanggang mengemukakan beasiswa diberikan kepada anak dari tenaga kerja yang mengalami resiko kecelakaan kerja, berupa cacat tetap atau meninggal dunia akibat kecelakaan kerja atau di luar kecelakaan kerja, seperti sakit.
Anak yang berhak mendapat beasiswa adalah dari tingkat sekolah TK sampai kuliah dan diberikan pada maksimal dua anak dalam satu keluarga.
Besaran beasiswa yang diberikan untuk TK dan SD sebesar Rp1,5 juta per tahun, SMP Rp2 juta per tahun, SMA Rp3 juta per tahun, dan mahasiswa Rp12 juta per tahun, dengan lama maksimal lima tahun.
Rincian anak yang terlindungi program beasiswa di Kabupaten Manokwari adalah, tingkat SD 89 anak, SMP 51 anak, SMA 50 anak dan Kuliah 18 anak.
Jika ada peserta BPJS Ketenagakerjaan yang meninggal, kemudian anaknya masih TK, maka anak itu akan menerima beasiswa dari TK sampai kuliah. Demikian juga jika sia anak masih SD, maka akan mendapat beasiswa hingga kuliah.
Jaminan sosial tenaga kerja adalah program jaminan sosial dari negara untuk melindungi warganya. Manfaat yang dialami oleh Ratna dan anak-anaknya adalah salah satu contoh kecil dari program pemerintah untuk warga, khususnya pekerja informal, saat si bapak atau ibunya meninggal.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024