Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong Selatan, Papua Barat Daya, telah menganggarkan Rp15 miliar untuk memperbaiki sarana prasarana dan sejumlah fasilitas pendukung lainnya di sekolah sepanjang hari (SSH) di Distrik Konda.
Bupati Sorsel, Samsudin Anggiluli, Senin, mengatakan selain mengalokasikan Rp15 miliar untuk memperbaiki fasilitas penunjang sekolah tersebut, Pemkab juga menyiapkan Rp5 miliar untuk biaya operasional sekolah tersebut.
"Kita akan membangun fasilitas sekolah, kamar mandi, dapur, tempat tinggal siswa, dan sejumlah fasilitas pendukung lainnya pada tahun 2024 dengan anggaran senilai Rp 15 miliar," kata Samsudin.
Ia melanjutkan, Pemkab juga menyiapkan 20 wanita yang bertugas untuk menyiapkan kelengkapan hingga makanan para siswa.
"Jadi untuk mendukung jalannya program SSH, 20 orang telah disiapkan untuk membantu dari menyiapkan pakaian sekolah, masak, dan sejumlah tugas lainnya," katanya.
Dia melanjutkan, SSH ini dijalankan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data terkait jumlah anak Papua putus sekolah sebanyak 68.000 anak, khususnya anak asli Papua.
"Dengan data itu maka Pemkab bersama Universitas Papua (UNIPA) mencari jalan keluar untuk membebaskan anak Papua yang putus sekolah tersebut, dengan menyelenggarakan SSH di Sorsel," kata Samsudin.
Data BPS tersebut mencatat bahwa anak Papua dari usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) banyak yang putus sekolah.
"Anak Papua yang putus sekolah ini jika tidak ditangani dengan baik, maka pada tahun 2045 sudah dipastikan tidak akan memiliki masa depan," kata Samsudin.*
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Bupati Sorsel, Samsudin Anggiluli, Senin, mengatakan selain mengalokasikan Rp15 miliar untuk memperbaiki fasilitas penunjang sekolah tersebut, Pemkab juga menyiapkan Rp5 miliar untuk biaya operasional sekolah tersebut.
"Kita akan membangun fasilitas sekolah, kamar mandi, dapur, tempat tinggal siswa, dan sejumlah fasilitas pendukung lainnya pada tahun 2024 dengan anggaran senilai Rp 15 miliar," kata Samsudin.
Ia melanjutkan, Pemkab juga menyiapkan 20 wanita yang bertugas untuk menyiapkan kelengkapan hingga makanan para siswa.
"Jadi untuk mendukung jalannya program SSH, 20 orang telah disiapkan untuk membantu dari menyiapkan pakaian sekolah, masak, dan sejumlah tugas lainnya," katanya.
Dia melanjutkan, SSH ini dijalankan setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data terkait jumlah anak Papua putus sekolah sebanyak 68.000 anak, khususnya anak asli Papua.
"Dengan data itu maka Pemkab bersama Universitas Papua (UNIPA) mencari jalan keluar untuk membebaskan anak Papua yang putus sekolah tersebut, dengan menyelenggarakan SSH di Sorsel," kata Samsudin.
Data BPS tersebut mencatat bahwa anak Papua dari usia sekolah dasar (SD) hingga sekolah menengah pertama (SMP) banyak yang putus sekolah.
"Anak Papua yang putus sekolah ini jika tidak ditangani dengan baik, maka pada tahun 2045 sudah dipastikan tidak akan memiliki masa depan," kata Samsudin.*
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024