Manokwari, (Antara)-Nilai jual teripang gosok atau holoturian scabra di wilayah Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, mencapai Rp.600 ribu hingga Rp.1 juta perkilo gram.
 
Direktur Program Kelautan The Nature Conservancy (TNC) Indonesia, Muhammad Ilman yang dihubungi dari Manokwari, Kamis, mengatakan, teripang merupakan salah satu komoditas ekspor pertama dari bumi Nusantara. Kegiatan ekspor teripang di Indonesia sudah berlangsung lebih dari 300 tahun lalu.
 
Polusi dan eksploitasi berlebihan menyebabkan populasinya di alam menurun 
drastis. Oleh sebab itu, pemanfaatan teripang harus dikelola dengan cara lebih bertanggung jawab. Jika tidak, sejarah pemanfaatan komoditas ekspor tertua di Indonesia ini akan terhenti.
 
Di Raja Ampat, kata dia, masyarakat memiliki budaya atau kearifan lokal yang bagus dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam.
 
"Masyarakat menyebutnya Sasi, yakni penutupan aktifitas pemanfaatan sumber daya alam pada jangka waktu tertentu. Jadi ada prosesi buka dan tutup sasi," kata dia.
 
Berkat penerapan adat Sasi, jenis dan populasi teripang di Kampung Folley, Distrik Misool Timur Raja Ampat meningkat dari semula hanya enam menjadi 11 species.
 
"Tidak butuh waktu terlalu lama, dari tahun 2013 hingga 2017. Selama empat tahun ini masyarakat terutama di Kampung Folley, Distrik Misool Timur konsisten menerapkanya," kata Ilman.
 
Dalam adat Sasi, lanjut Ilman, panen hanya dapat dilakukan saat Sasi dibuka. Teripang yang bisa dipanen pun dibatasi minimal berukuran panjang 15 cm.
 
"Sanksi adat akan berikan jika ada yang melakukan pelanggaran. Masyarakat sangat patuh terhadap hukum adat," sebutnya lagi.
 
Produksi teripang gosok berkembang cukup baik melalui penerapan Sasi. Ia berharap kearifan lokal tersebut terus dijaga untuk keberlanjutan sumber daya alam di daerah tersebut.(*)
 

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018