Manokwari (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHBun) menggelar rapat koordinasi untuk penyusunan konsep pembangunan sektor pertanian yang berkelanjutan.
Rapat tersebut diselenggarakan di Manokwari selama dua hari terhitung sejak 28-30 April 2024, guna memetakan daerah yang dikategorikan sebagai kawasan potensi pertanian dan daerah pendukung.
Penjabat Gubernur Papua Barat Ali Baham Temongmere mengatakan pembangunan pertanian memerlukan proses yang sistematis mulai dari pengumpulan data, rekapitulasi data hingga penyusunan program.
Proses tersebut kemudian dianalisa secara detail dan akurat sesuai dengan kondisi objektif, sehingga pelaksanaan seluruh program kegiatan memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat.
"Keakuratan data menjadi sangat penting. Kalau data salah, maka program juga tidak tepat sasaran," ucap Ali Baham.
Menurut dia kebijakan pembangunan Provinsi Papua Barat diprioritaskan pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat, revitalisasi kawasan andalan pangan, serta pusat pertumbuhan ekonomi baru.
Oleh sebabnya, pembangunan sektor pertanian tahun 2025 lebih difokuskan untuk meningkatkan produksi melalui penyediaan kawasan potensial dan pengembangan komoditas pangan lokal unggulan.
"Pemetaan kawasan potensi sudah menjadi keharusan dan sekali lagi harus ada data-data yang akurat," ujar Ali Baham.
Selain penyusunan konsep pertanian berbasis data, kata dia, pemerintah provinsi maupun kabupaten berkewajiban memberikan pendampingan bagi petani asli Papua yang tersebar di tujuh kabupaten.
Upaya tersebut merupakan wujud pemberdayaan petani lokal agar semakin mandiri dan berdaya saing, sehingga turut memberikan kontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi Papua Barat.
"Supaya petani lokal Papua Barat juga bisa mandiri dan ekonomi mereka semakin membaik," jelas Ali Baham.
Pelaksana Tugas Kepala Dinas TPHBun Papua Barat Agustinus Warbaal menuturkan, rapat koordinasi teknis akan menghasilkan dokumen perencanaan pembangunan pertanian yang lebih akurat berdasarkan prioritas daerah.
Selain itu, kinerja sektor pertanian sudah semestinya dipacu melalui penerapan metode mekanisasi secara menyeluruh sehingga produktivitas pertanian setiap tahun mengalami peningkatan.
"Rakornis ini bertujuan menyamakan persepsi dalam menyusun dokumen grand design pertanian," ucap Agustinus.
Penjabat Sekretaris Daerah Papua Barat Yacob S Fonataba menyebut potensi areal persawahan yang dimiliki Papua Barat lebih kurang 10 ribu hektare, namun hanya 800-an hektare yang berproduksi karena berbagai hambatan.
Areal persawahan itu tersebar pada empat dari tujuh kabupaten yakni Kabupaten Manokwari, Manokwari Selatan, Teluk Wondama, dan Kabupaten Teluk Bintuni.
"Kalau Fakfak dan Kaimana sudah tidak lagi berproduksi. Lahannya kering, sedangkan Pegunungan Arfak tidak punya areal sawah," jelas Fonataba.
Menurut dia kebutuhan beras yang dikonsumsi masyarakat se-Papua Barat mencapai 103 ribu ton per kapita per tahun, sementara produksi beras lokal lebih kurang hanya 25 ribu ton per kapita per tahun.
Kondisi tersebut mengakibatkan Papua Barat mengalami ketergantungan terhadap distribusi beras dari daerah lain di Indonesia seperti Makassar, Sulawesi Selatan dan Surabaya, Jawa Timur.
"Hampir 75 persen pasokan beras didatangkan dari luar Papua Barat," ujar Yacob.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Papua Rully N Wurarah menilai, tingkat produksi beras lokal yang belum mampu menjawab kebutuhan masyarakat se-Papua Barat mengakibatkan kenaikan harga kerap terjadi jika pasokan berkurang.
Hal itu tercermin dari kondisi inflasi tahunan Papua Barat pada Februari 2024 mencapai 3,61 persen (yoy) dengan komoditas beras menjadi penyumbang tertinggi yaitu 1,09 persen.
"Pangan lokal bisa menjadi solusi ketika produksi beras masih kurang, tapi masyarakat perlu diedukasi untuk mengubah pola konsumsi," kata Rully.