Jayapura (ANTARA) - Penyanderaan pilot asal Selandia Baru Philips Max Marten oleh kelompok kriminal bersenjata atau KKB di Papua sudah memasuki hari ke-88, terhitung sejak awal Februari 2023.
Pilot yang ditawan sejak mendaratkan pesawatnya di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan, itu saat ini masih dalam penguasaan KKB pimpinan Egianus Kogoya.
Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Papua Irjen Pol Mathius D. Fakhiri mengakui upaya pencarian terus dilakukan oleh personel TNI dan Polri, namun hingga kini belum membawa hasil yang diharapkan.
Geografis dan kondisi wilayah turut mempengaruhi upaya pencarian. Meskipun demikian, pasukan TNI dan Polri terus berupaya mencari dan sejak awal sudah melibatkan tokoh masyarakat asal Nduga untuk membantu pencarian.
Pemerintah Kabupaten Nduga sudah membentuk tim negosiasi yang bertugas melakukan pendekatan kepada KKB untuk membebaskan pilot Philips Max Marten.
Tim bentukan Pemerintah Kabupaten Nduga hingga kini masih melakukan tugasnya, selain tugas pencarian yang dilakukan oleh TNI dan Polri. Di luar dari upaya itu, Polri mulai menggelar operasi penegakan hukum, karena apa yang dilakukan oleh KKB itu bagi Negara Kesatuan Republik Indonedia (NKRI) adalah pelanggaran hukum.
Apalagi, apa yang dilakukan oleh KKB itu sudah semakin brutal dan tidak saja menyerang aparat keamanan, melainkan juga bagi warga sipil.
Bahkan, aparat keamanan juga menyelidiki para pihak yang diduga ikut membantu pergerakan KKB, termasuk para pejabat di daerah. Polri telah menangkap sejumlah orang yang diduga merupakan anggota KKB, berikut sejumlah senjata api serta amunisinya. Dengan penegakan hukum seperti itu, maka pergerakan anggota KKB di hutan Papua diharapkan akan semakin sempit, sehingga penyelamat pilot dapat segera terwujud.
Dukungan tokoh agama
Sekretaris Umum Sinode Gereja Kemah Injil Masehi Kingmi Indonesia di Tanah Papua Pdt Yones Wenda mendukung upaya penegakan hukum oleh Pemerintah terhadap KKB di Papua. Dia juga meminta pimpinan KKB wilayah Nduga, Egianus Kogoya untuk segera membebaskan pilot Susi Air Philip Max Merhtens.
Dari sudut pandang gereja, penyanderaan yang dilakukan oleh Egianus Kagoya dan kawan-kawan itu bertentangan dengan ajaran agama Kristen, dalam hal kemanusiaan.
Untuk menangani masalah di Papua ini, tokoh agama memandang agar tidak diselesaikan dengan kekerasan. Semua pihak harus bisa menahan diri, sehingga tidak sampai menimbulkan korban jiwa yang lebih banyak.
Pemimpin gereja juga mengajak masyarakat yang ada di wilayah pegunungan agar tetap tenang dan tetap beraktivitas seperti biasa serta tidak mudah terpengaruh dengan isu-isu yang belum dipastikan kebenarannya. Selama ini, isu-isu tersebut hanya membuat ketakutan di tengah-tengah masyarakat.
Pelayanan publik
Penjabat Bupati Nduga Nehemia Gwijangge mengakui, kasus penyanderaan yang terjadi di wilayahnya mulai dirasakan dampaknya, terutama pada pelayanan publik kepada masyarakat yang terganggu.
Terganggunya pelayanan publik yang dimaksud, seperti untuk bidang kesehatan dan lainnya mulai terdampak, termasuk untuk mobilisasi logistik. Karena itu, jika masalah ini terus berlanjut dikhawatirkan masyarakat akan mengalami kelaparan dan pada akhirnya berdampak pada masalah kesehatan warga.
Pemerintah Kabupaten Nduga terus berupaya maksimal untuk membantu pembebasan sandera tersebut sehingga pada akhirnya aktivitas warga dapat kembali normal seperti sebelumnya.
Mantan Sekda Nduga mengakui, akses pelayanan ke daerah-daerah saat ini mulai terdampak
Terhadap operasi pembebasan yang dilakukan oleh pemimpin TNI dan Polri, pemerintah daerah juga mengajak semua komponen masyarakat ikut membantu, sehingga pilot dapat diselamatkan dan kondisi keamanan masyarakat dapat kembali kondusif.
Terus dicari
Komandan Komando Resor Militer atau Danrem 172/Praja Wira Yakthi atau PWY Brigjen TNI JO Sembiring mengakui bahwa pihaknya bersama Polri terus berupaya mencari keberadaan pilot Philips yang saat ini diperkirakan masih berada di wilayah Kabupaten Nduga.
Menghadapi kondisi medan dan keadaan yang tidak mudah, bukan merupakan bagi prajurit TNI untuk mencari, menemukan dan kemudian membebaskan pilot Philip yang disandera kelompok Egianus Kogoy.
Sebagai bagian dari mengemban tugas negara, yakni dalam Satuan Tugas (Satgas) Damai Cartenz 2023, TNI terus bahu membahu dengan aparat Polri dalam upaya penegakan hukum oleh personel Polri.
Penegakan hukum itu dilakukan secara terarah dan terukur serta diberlakukan kepada anggota KKB yang namanya sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) yang diterbitkan Polda Papua.
Sejumlah hasil yang ditunjukkan dari operasi penegakan hukum itu adalah ditangkapnya sejumlah orang yang diduga kuat merupakan anggota KKB kelompok Egianus Kogoya.
Satgas Damai Cartenz 2023 menyita 13 pucuk senjata api, masing-masing diperoleh dari Kabupaten Nduga sebanyak enam pucuk, Kabupaten Jayapura empat pucuk, Kabupaten Puncak dua pucuk dan Kabupaten Jayapura, masing-masing satu pucuk.
Penyitaan 13 pucuk senjata api dan berbagai peralatan lainnya merupakan bentuk keseriusan Polri dan TNI dalam memberantas KKB di Papua.
Selain itu, tim negosiasi yang dibentuk oleh Pemerintah Kabupaten Nduga hingga kini masih melakukan pendekatan kepada KKB sehingga pilot berkabangsaan Selandia Baru itu dapat segera dibebaskan. Bahkan, tim negosiasi itu dikabarkan sudah bertemu dengan kelompok penyandera, meskipun belum menunjukkan hasil sesuai yang diharapkan.
Tim negoisasi masih terus bekerja keras menjalankan tugasnya dan berharap segera membawa hasil positif, sehingga pilot Philips Max Mehrtens dapat segera dibebaskan.
Pilot Philips Max Mehrten disandera KKB pimpinan Egianus Kogoya sejak Tanggal 7 Pebruari 2023 sesaat setelah mendaratkan pesawatnya di lapangan terbang Paro, Kabupaten Nduga. Pada kejadian itu, selain menyandera pilot, KKB juga membakar pesawat yang dipiloti oleh Philips.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Penegakan hukum dan upaya pembebasan pilot Selandia Baru dari KKB
Upaya pembebasan pilot Selandia Baru dari tangan KKB
Oleh Evarukdijati Senin, 8 Mei 2023 5:34 WIB
Dari sudut pandang gereja, penyanderaan yang dilakukan oleh Egianus Kagoya dan kawan-kawan itu bertentangan dengan ajaran agama Kristen, dalam hal kemanusiaan