Manokwari (ANTARA) - Balai Pemasyarakatan Kabupaten Manokwari, Papua Barat, mendampingi tiga orang remaja yang terlibat kasus kepemilikan narkotika, dua orang diantaranya merupakan pelajar salah satu SMK di daerah setempat.
Pembimbing Pemasyarakatan Bapas Manokwari Panggih Prio di Manokwari, Rabu, mengatakan meskipun para remaja itu hanya terlibat tiga kasus kepemilikan narkotika, namun hal itu menjadi peringatan bagi dunia pendidikan di Manokwari.
"Tentu ini menjadi peringatan bagi semua pihak. Tiga anak yang kami dampingi itu, satu orang di antaranya putus sekolah, sedangkan dua orang masih berstatus pelajar SMA/SMK," kata Panggih.
Seorang di antara dua pelajar SMK yang terlibat kasus kepemilikan narkotika itu ditangkap aparat Badan Narkotika Nasional Provinsi Papua Barat di Kabupaten Teluk Wondama beberapa waktu lalu saat tengah mengedarkan ganja. Sementara rekannya yang lain bahkan masih berani datang ke sekolah mengikuti upacara bendera dalam kondisi mabuk ganja.
Menurut Panggih, jumlah anak yang mendapatkan pendampingan dari Bapas Manokwari tahun ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yang hanya satu orang.
Anak di bawah umur ketika terlibat kasus kepemilikan atau mengedarkan narkotika tidak bisa mendapatkan diversi atau pengalihan dalam sistem perkara.
"Kalau kasus narkotika tidak bisa mendapatkan diversi karena tidak ada korbannya dan yang menjadi parah ketika kepemilikan narkotika lebih dari lima gram," ujar Panggih.
Keterlibatan Bapas Manokwari tidak hanya dalam hal melakukan pendampingan terhadap para remaja yang terlibat tindak pidana itu, tetapi juga mendampingi selama proses hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan.
"Pendampingan yang diberikan agar hak-hak anak tetap terjaga. Kita juga melihat bagaimana latar belakang anak terkait keluarga dan lingkungan," ujarnya.
Kepala Dinas Pendidikan Papua Barat Barnabas Dowansiba menyesalkan adanya praktik peredaran narkotika jenis ganja di lingkungan dunia pendidikan.
"Kalau melihat beberapa kasus yang terjadi, memang dunia pendidikan Papua Barat sedang darurat narkoba," ujarnya.
Sehubungan dengan itu, Disdik Papua Barat meminta sekolah-sekolah memfasilitasi tes urine kepada semua pelajar agar dapat mendeteksi sejak dini kemungkinan adanya peredaran narkotika di lingkungan sekolah.
"Langkah awal harus melakukan pengecekan urine untuk memotong peredaran ganja, mau tidak mau pihak sekolah harus fasilitasi itu," ujarnya.
Barnabas juga meminta sekolah memanggil orang tua pelajar yang bersangkutan untuk digali latar belakangnya sampai anak mereka bisa terlibat kasus kepemilikan narkotika.
Disdik Papua Barat juga berencana mengubah metode penerimaan siswa didik baru dengan menyertakan hasil tes urine.