Kaimana (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Papua Barat mengajak semua pihak mengoptimalkan promosi kesehatan (promkes) untuk mencegah kasus stunting atau gangguan tumbuh kembang anak.
"BKKBN tidak bisa bekerja sendiri dalam menyebarluaskan program KB. Kita perlu bekerja sama dengan pihak lain dan lintas sektor mulai tingkat provinsi hingga kabupaten/kota," kata Stefanus Rande mewakili Kepala BKKBN Papua Barat di Kaimana, Sabtu.
Berdasarkan data E-PPGBM (Elektronik Pencacatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat), hingga Juni 2022 prevalensi kasus stunting di Kabupaten Kaimana masih berada di atas standar nasional yaitu 27.23 persen.
Guna menekan tingginya angka stunting di Papua Barat itu, katanya, butuh dukungan dan peran aktif semua pihak.
Dalam rangka itu, BKKBN Papua Barat menggelar sosialisasi promkes reproduksi dan penanganan stunting di Kaimana yang diikuti lebih dari 40 peserta, terdiri atas para bidan, perwakilan OPD, puskesmas dan perwakilan kader PKK.
Kegiatan tersebut bertujuan mengoptimalkan peran aktif berbagai pihak dalam promkes reproduksi anak dan penguatan pengelolaan pelayanan KB di tingkat fasilitas kesehatan, jaringan dan jejaring.
BKKBN Papua Barat sudah melakukan audit untuk menyaring data anak-anak yang terindikasi stunting. Data tersebut kemudian dibahas lebih lanjut bersama tim pakar guna mengetahui sejauh mana kondisi gangguan pertumbuhan yang dialami oleh setiap anak.
"Jika indikasinya soal gizi akan kita rujuk ke lembaga berkompeten seperti dinas kesehatan. Jika stunting karena kondisi lingkungan, misalkan sanitasi atau lainnya, maka kita rujuk ke kementerian atau lembaga yang menangani hal ini," jelas Stefanus.
Secara keseluruhan prevalensi kasus stunting di Papua Barat mencapai 26,2 persen, melebihi rata-rata nasional yakni 24,4 persen. Kasus stunting terbanyak di wilayah Papua Barat ditemukan di Kabupaten Pegunungan Arfak dan Kabupaten Manokwari Selatan.
Adapun Pemerintah Pusat menargetkan angka stunting turun hingga 14 persen pada 2024.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Papua Barat Dance Sangkek di Manokwari belum lama ini mengatakan tahun ini Pemprov Papua Barat hanya mengalokasikan anggaran sekitar Rp23 miliar untuk penanganan stunting.
Anggaran senilai Rp23 miliar itu, katanya, dirasa belum cukup untuk menangani permasalahan stunting pada 13 kabupaten/kota, sehingga dibutuhkan dukungan anggaran dari setiap kabupaten/kota dan berbagai pihak terkait lainnya.
"Masih sangat kecil yakni Rp23 miliar di tahun ini, namun anggaran masing-masing sektor tentu sangat besar," kata Dance.
Program sektoral diantaranya program perbaikan sanitasi yang ditangani Dinas Pekerjaan Umum, program pangan oleh Dinas Ketahanan Pangan, dan kesehatan dasar oleh Dinas Kesehatan.
Selain itu, Bappeda Papua Barat juga melakukan intervensi ke setiap kabupaten dan kota di Papua Barat agar memasukkan program penanganan stunting ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP).