Masyarakat adat biak Papua yang mendiami pesisir pantai Kelurahan Suprau Kota Sorong menolak tanah garapan warisan orang tuanya dikuasai dan digusur oleh pengusaha berinisial PT yang diduga dibantu oleh oknum polisi.
Masyarakat adat suku biak marga Rumaropen, Obinaru, dan Merin menilai sertifikat tanah milik pengusaha berinisial PT tidak sah. Mereka siap melakukan perlawanan jika nantinya digusur keluar dari tanah warisan orang tuanya turun-temurun.
Max Rumaropen perwakilan suku Biak pemilik tanah kawasan Suprau di Sorong, Minggu, mengatakan bahwa tanah garapan milik masyarakat adat Biak tersebut secara diam-diam sudah ada sertifikat milik pengusaha berinisial PT dan tiba-tiba oknum polisi datang menyuruh mereka meninggal tanah tersebut karena akan digusur.
Padahal, kata dia, masyarakat setempat adalah orang asli Papua dan tanah tersebut adalah peninggalan orang tua mereka secara turun-temurun.
"Inilah bentuk ketidakadilan bagi orang asli Papua dan kami akan melakukan perlawanan demi mempertahankan tanah warisan orang tua kami," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa permasalahan ini sudah disampaikan kepada Lembaga Masyarakat Adat Malamoi selaku pemilik tanah adat Kota Sorong melalui Anggota Dewan Penasehat Adat LMA Malamoi Simson Suu agar mendampingi dalam menghadapi sengketa tanah tersebut.
"Kami juga akan menyampaikan permasalahan ini kepada wakil rakyat di DPRD Kota Sorong guna mencari jalan keluar agar masyarakat adat tidak digusur di atas tanah warisan orang tuanya turun-temurun," ujarnya.
Anggota Dewan Penasehat Adat LMA Malamoi Sorong, Simson Suu yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa negara mengakui hak tanah adat masyarakat Papua. Khusus di Papua terutama Kota Sorong sebelum menerbitkan sertifikat tanah harus ada surat pelepasan adat itulah aturan yang berlaku.
Menurut dia, Presiden Jokowi sangat menghargai hak tanah adat masyarakat Papua. Hanya saja penyelenggaraan pertahanan tingkat daerah mengabaikan hak-hak kepemilikan tanah masyarakat adat Papua.
"Contohnya tanah garapan milik masyarakat adat suku biak di Suprau yang diam-diam sudah ada sertifikat milik pengusaha orang non Papua tanah ada pelepasan adat. Dan sertifikasi itu tidak sah," katanya.
Dia menambahkan bahwa pihaknya atas nama masyarakat adat akan membawa masalah ketidakadilan ini sampai ke tingkat pusat. Bila perlu diketahui oleh Presiden Jokowi.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020
Masyarakat adat suku biak marga Rumaropen, Obinaru, dan Merin menilai sertifikat tanah milik pengusaha berinisial PT tidak sah. Mereka siap melakukan perlawanan jika nantinya digusur keluar dari tanah warisan orang tuanya turun-temurun.
Max Rumaropen perwakilan suku Biak pemilik tanah kawasan Suprau di Sorong, Minggu, mengatakan bahwa tanah garapan milik masyarakat adat Biak tersebut secara diam-diam sudah ada sertifikat milik pengusaha berinisial PT dan tiba-tiba oknum polisi datang menyuruh mereka meninggal tanah tersebut karena akan digusur.
Padahal, kata dia, masyarakat setempat adalah orang asli Papua dan tanah tersebut adalah peninggalan orang tua mereka secara turun-temurun.
"Inilah bentuk ketidakadilan bagi orang asli Papua dan kami akan melakukan perlawanan demi mempertahankan tanah warisan orang tua kami," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa permasalahan ini sudah disampaikan kepada Lembaga Masyarakat Adat Malamoi selaku pemilik tanah adat Kota Sorong melalui Anggota Dewan Penasehat Adat LMA Malamoi Simson Suu agar mendampingi dalam menghadapi sengketa tanah tersebut.
"Kami juga akan menyampaikan permasalahan ini kepada wakil rakyat di DPRD Kota Sorong guna mencari jalan keluar agar masyarakat adat tidak digusur di atas tanah warisan orang tuanya turun-temurun," ujarnya.
Anggota Dewan Penasehat Adat LMA Malamoi Sorong, Simson Suu yang memberikan keterangan terpisah, mengatakan bahwa negara mengakui hak tanah adat masyarakat Papua. Khusus di Papua terutama Kota Sorong sebelum menerbitkan sertifikat tanah harus ada surat pelepasan adat itulah aturan yang berlaku.
Menurut dia, Presiden Jokowi sangat menghargai hak tanah adat masyarakat Papua. Hanya saja penyelenggaraan pertahanan tingkat daerah mengabaikan hak-hak kepemilikan tanah masyarakat adat Papua.
"Contohnya tanah garapan milik masyarakat adat suku biak di Suprau yang diam-diam sudah ada sertifikat milik pengusaha orang non Papua tanah ada pelepasan adat. Dan sertifikasi itu tidak sah," katanya.
Dia menambahkan bahwa pihaknya atas nama masyarakat adat akan membawa masalah ketidakadilan ini sampai ke tingkat pusat. Bila perlu diketahui oleh Presiden Jokowi.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020