Pemerintah Provinsi Papua Barat masih menunggu petunjuk teknis yang diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) soal mekanisme penetapan upah minimum (UMP) tahun 2025.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Papua Barat Melkias Werinussa di Manokwari, Papua Barat, Rabu, mengatakan dewan pengupahan provinsi telah melakukan rapat pascaputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kami sudah rapat dua kali, tapi kami kesulitan karena belum ada regulasi baru dari pemerintah pusat," kata Melkias yang juga sebagai Ketua Dewan Pengupahan Papua Barat.
Melkias menyebut bahwa hakim pada Mahkamah Konstitusi telah mencabut dan merevisi sejumlah pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.
Sejumlah poin penting putusan Mahkamah Konstitusi antara lain, peningkatan peran aktif dewan pengupahan daerah, skala upah harus proporsional, durasi kontrak kerja dipertegas, dan lainnya.
"Jadi tidak hanya menentukan UMP tapi gubernur juga harus tentukan besaran upah sektor," ujar Melkias.
Dewan Pengupahan Papua Barat, kata dia, mencoba menggunakan formula perhitungan UMP sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 namun terjadi kenaikan yang signifikan.
Rancangan UMP Papua Barat 2025 belum dapat diputuskan karena harus mengikuti arahan dan petunjuk pemerintah pusat, sehingga rancangan dimaksud perlu dicermati dengan teliti.
"Dewan Pengupahan sudah godok angkanya, dan nanti ada kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja. Kami tetap tunggu arahan pusat," jelas Melkias.
Sebagai informasi, UMP Papua Barat tahun 2024 sebesar Rp3.393.000 atau mengalami kenaikan Rp111 ribu dibandingkan UMP tahun 2023 yakni Rp3.282.000 untuk mendorong daya beli masyarakat.
UMP Papua Barat tahun 2017 sebesar Rp2.421.500 meningkat menjadi Rp2.667.000 pada 2018, dan kembali meningkat pada 2019 menjadi Rp2.934.500.
Tahun 2020-2021 UMP Papua Barat ditetapkan sebesar Rp3.134.600 kemudian meningkat menjadi Rp3.200.000 pada tahun 2022 dan naik menjadi Rp3.282.000 pada tahun 2023.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekda Papua Barat Melkias Werinussa di Manokwari, Papua Barat, Rabu, mengatakan dewan pengupahan provinsi telah melakukan rapat pascaputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-Undang Cipta Kerja.
"Kami sudah rapat dua kali, tapi kami kesulitan karena belum ada regulasi baru dari pemerintah pusat," kata Melkias yang juga sebagai Ketua Dewan Pengupahan Papua Barat.
Melkias menyebut bahwa hakim pada Mahkamah Konstitusi telah mencabut dan merevisi sejumlah pasal yang tercantum dalam Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 6 Tahun 2023.
Sejumlah poin penting putusan Mahkamah Konstitusi antara lain, peningkatan peran aktif dewan pengupahan daerah, skala upah harus proporsional, durasi kontrak kerja dipertegas, dan lainnya.
"Jadi tidak hanya menentukan UMP tapi gubernur juga harus tentukan besaran upah sektor," ujar Melkias.
Dewan Pengupahan Papua Barat, kata dia, mencoba menggunakan formula perhitungan UMP sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 namun terjadi kenaikan yang signifikan.
Rancangan UMP Papua Barat 2025 belum dapat diputuskan karena harus mengikuti arahan dan petunjuk pemerintah pusat, sehingga rancangan dimaksud perlu dicermati dengan teliti.
"Dewan Pengupahan sudah godok angkanya, dan nanti ada kesepakatan antara pengusaha dan serikat pekerja. Kami tetap tunggu arahan pusat," jelas Melkias.
Sebagai informasi, UMP Papua Barat tahun 2024 sebesar Rp3.393.000 atau mengalami kenaikan Rp111 ribu dibandingkan UMP tahun 2023 yakni Rp3.282.000 untuk mendorong daya beli masyarakat.
UMP Papua Barat tahun 2017 sebesar Rp2.421.500 meningkat menjadi Rp2.667.000 pada 2018, dan kembali meningkat pada 2019 menjadi Rp2.934.500.
Tahun 2020-2021 UMP Papua Barat ditetapkan sebesar Rp3.134.600 kemudian meningkat menjadi Rp3.200.000 pada tahun 2022 dan naik menjadi Rp3.282.000 pada tahun 2023.
Editor : Evarianus Supar
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024