Dinas Tanaman Pangan Hortikultura dan Perkebunan (TPHBun) Provinsi Papua Barat menggelar rapat pemantapan rencana aksi daerah pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Kepala Bidang Perkebunan TPHBun Papua Barat Benediktus Hery di Manokwari, Senin, mengatakan, ada lima kelompok kerja multi pihak yang terlibat dalam penyusunan rencana aksi daerah kelapa sawit berkelanjutan.

Rapat berlangsung selama lima hari terhitung sejak 30 September-4 Oktober 2024, dan materi pembahasan disesuaikan dengan tugas dari masing-masing kelompok kerja (pokja).

"Dokumen rencana aksi sudah disusun, jadi kami mantapkan lagi sebelum uji publik," kata Hery.

Ia menjelaskan bahwa pokja satu memiliki tugas sebagai penyusun penguatan data, koordinasi, dan infrastruktur. Pokja dua bertugas meningkatkan kapasitas dan kapabilitas petani sawit.

Kemudian, pokja ketiga bertugas untuk mengelola dan melakukan pemantauan kondisi lingkungan. Pokja keempat berperan sebagai tata kelola dan penangan terhadap sengketa.

"Dan pokja yang kelima itu berperan melaksanakan sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) yakni sistem sertifikasi keberlanjutan perkebunan kelapa sawit di Indonesia dan membuka akses pasar produk kelapa sawit," jelas Hery.

Setelah pemantapan, kata Hery, dokumen rencana aksi daerah pengembangan kelapa sawit berkelanjutan di Papua Barat akan dilakukan uji publik untuk diakomodasi melalui peraturan gubernur.

Dokumen tersebut digunakan pada tahun 2024-2026 mengikuti rencana kerja pemerintah daerah, namun terlebih dahulu disinkronkan dengan Bappeda Papua Barat dan DLHP Papua Barat.

"Tahapan uji publik tentunya melibatkan peran aktif dari masyarakat di sekitar kawasan perkebunan kelapa sawit," ucap Hery.

Ke depannya, kata dia, proses pengelolaan perkebunan kelapa sawit di Papua Barat harus mengikuti prinsip keberlanjutan yang diatur melalui sertifikasi ISPO seperti memperhatikan aspek legalitas dan aspek lingkungan.

Salah satu contoh adalah lokasi penanaman kelapa sawit tidak diperbolehkan berada dalam kawasan hutan atau di daerah aliran sungai, dan perlu adanya sistem pengelolaan limbah sawit guna mencegah pencemaran terhadap lingkungan.

"Termasuk program replanting sesuai prinsip berkelanjutan, karena bukan menanam di lokasi yang baru atau bukan lahan baru," ujarnya.

Kebun kelapa sawit di Papua Barat terpusat di tiga distrik yaitu Prafi, Warmare dan Masni.

Ada sekitar 5.000 kepala keluarga yang mengelola kebun dengan total luas 9.400 hektare atau rata-rata setiap kepala keluarga memiliki kebun sawit seluas 1,88 hektare.

Sementara itu, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman saat meninjau rencana pabrik kelapa sawit di Kampung Wasegi Indah, Distrik Prafi, Kabupaten Manokwari Mei lalu menargetkan Kabupaten Manokwari di Provinsi Papua Barat mampu menjadi contoh terbaik dalam pengembangan hilirisasi kelapa sawit terutama dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri dan pasar ekspor.

Menurut Mentan, papua adalah daerah strategis karena memiliki lahan yang sangat besar.

"Kalau mau hilirisasi harusnya lahan yang disiapkan 100 sampai 200 ribu hektare. Dan kalau itu yang disiapkan maka kita bisa sampai mengolah minyak goreng. Nah seperti itulah kita berpikir harus menuju ke sana supaya tidak bergantung pada impor," ujar Mentan.

Dengan hilirisasi, kata Mentan, Indonesia tak perlu lagi bergantung pada harga sawit dunia karena nantinya bisa melakukan produksi sampai hilirisasi dari dalam negeri. Sementara produk olahan yang dibuat dapat dipasarkan melalui berbagai market domestik.

"Sehingga bagi kita kalau minyak sawit dunia turun tentu tidak akan ada masalah karena kita bisa jadikan produk olahan ini dipasarkan di dalam negeri," katanya.

"Dan kami sudah beri bantuan replanting untuk 2.300 hektare. Kalau masih ada kita tambah dan itu kendali PSR (Peremajaan sawit rakyat) ada di tangan kita," jelasnya.
 

Pewarta: Fransiskus Salu Weking

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024