Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sorong Selatan (Sorsel), Papua Barat Daya, fokus menangani stunting dan kemiskinan ekstrem di wilayah tersebut pada rencana kerja pemerintah daerah (RKPD) tahun 2024.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sorsel Santos Wifredo Baay di Teminabuan, Selasa, mengatakan data prevalensi stunting terdapat dua alat ukur, yakni survei status gizi indonesia (SSGI) dan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM).
Ia menjelaskan mulai dari tahun 2021 hingga sekarang, kasus stunting di Sorsel cenderung menurun terus.
"Dari data SSGI tahun 2021, kita berada di 39,4 persen, tahun 2022, 36,7 persen, dan tahun 2023, kita berada di 31,3 persen," kata Santos.
Sementara itu, data e-PPGBM untuk survei riil dari bulan Januari hingga Desember tahun 2021, ada 34 persen, menurun di tahun 2022, menjadi 33 persen dan 2023, berada di 21,4 persen.
"Jadi kalau berdasarkan e-PPGBM dari tahun 2022 ke 2023, turunnya signifikan 11 persen dan SSGI itu turunnya 5,4 persen," ujar Santos.
Ia menjelaskan dalam penanganan stunting ada delapan aksi konvergensi dan yang terlibat lintas organisasi perangkat daerah (OPD), seperti kesehatan, BKKBN, Dinas Sosial, PUPR. Ada penanganan yang sifatnya inovasi yang berpengaruh, seperti pemilihan rumah gizi, genting padu, dan orang tua asuh.
"Stunting kalau mau langsung hilang itu sulit, tetapi minimal kita turunkan secara perlahan-lahan, dan tidak bisa menjadi tanggung jawab satu OPD saja," kata Santos.
Santos menambahkan kasus stunting di Sorsel itu menyebar dan memiliki tiga wilayah besar, sehingga menjadi kendala, seperti wilayah pesisir yang jauh dan intervensi program dari OPD harus tepat sasaran, yang lebih penting adalah infrastruktur dasar.
"Langkah yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengurus stunting, yang pertama membentuk tim stunting. Perencanaan program dan sub kegiatan pada tahun 2025 kita fokus pada penanganan stunting," kata Santos.
Jika berpegang dan disiplin pada standar pelayanan minimum (SPM) yang dikeluarkan pemerintah pusat, lanjutnya, penanganan stunting akan bisa menurun terus.
"Stunting beririsan dengan pelayanan minimal, sehingga seorang warga berhak mendapatkan pelayanan paling minimal. Pada saat penganggaran pimpinan OPD tetap berpegang pada apa yang telah direncanakan, sehingga akan berbanding lurus dengan apa yang menjadi masalah di kabupaten," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sorsel Santos Wifredo Baay di Teminabuan, Selasa, mengatakan data prevalensi stunting terdapat dua alat ukur, yakni survei status gizi indonesia (SSGI) dan elektronik pencatatan dan pelaporan gizi berbasis masyarakat (e-PPGBM).
Ia menjelaskan mulai dari tahun 2021 hingga sekarang, kasus stunting di Sorsel cenderung menurun terus.
"Dari data SSGI tahun 2021, kita berada di 39,4 persen, tahun 2022, 36,7 persen, dan tahun 2023, kita berada di 31,3 persen," kata Santos.
Sementara itu, data e-PPGBM untuk survei riil dari bulan Januari hingga Desember tahun 2021, ada 34 persen, menurun di tahun 2022, menjadi 33 persen dan 2023, berada di 21,4 persen.
"Jadi kalau berdasarkan e-PPGBM dari tahun 2022 ke 2023, turunnya signifikan 11 persen dan SSGI itu turunnya 5,4 persen," ujar Santos.
Ia menjelaskan dalam penanganan stunting ada delapan aksi konvergensi dan yang terlibat lintas organisasi perangkat daerah (OPD), seperti kesehatan, BKKBN, Dinas Sosial, PUPR. Ada penanganan yang sifatnya inovasi yang berpengaruh, seperti pemilihan rumah gizi, genting padu, dan orang tua asuh.
"Stunting kalau mau langsung hilang itu sulit, tetapi minimal kita turunkan secara perlahan-lahan, dan tidak bisa menjadi tanggung jawab satu OPD saja," kata Santos.
Santos menambahkan kasus stunting di Sorsel itu menyebar dan memiliki tiga wilayah besar, sehingga menjadi kendala, seperti wilayah pesisir yang jauh dan intervensi program dari OPD harus tepat sasaran, yang lebih penting adalah infrastruktur dasar.
"Langkah yang dilakukan pemerintah daerah untuk mengurus stunting, yang pertama membentuk tim stunting. Perencanaan program dan sub kegiatan pada tahun 2025 kita fokus pada penanganan stunting," kata Santos.
Jika berpegang dan disiplin pada standar pelayanan minimum (SPM) yang dikeluarkan pemerintah pusat, lanjutnya, penanganan stunting akan bisa menurun terus.
"Stunting beririsan dengan pelayanan minimal, sehingga seorang warga berhak mendapatkan pelayanan paling minimal. Pada saat penganggaran pimpinan OPD tetap berpegang pada apa yang telah direncanakan, sehingga akan berbanding lurus dengan apa yang menjadi masalah di kabupaten," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024