Pemerintah Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya, mulai merancang pola pendidikan melalui forum group discussion (FGD) untuk mendapatkan berbagai masukan sebagai upaya strategis untuk mengurangi angka putus sekolah di wilayah itu.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong Imam Ansori di Sorong, Kamis, menjelaskan kegiatan FGD ini menjadi sebuah perhatian penting bagi dinas pendidikan untuk memperoleh berbagai masukan tentang langka strategis penerapan sistem pendidikan yang baik dan benar dari berbagai elemen baik dari guru, kepala sekolah maupun tokoh agama dan masyarakat.
"Sebab, membangun sebuah pendidikan yang baik harus berawal dari rancangan sebagai upaya strategis mencapai pendidikan yang berkualitas ke depan," ujarnya.
Kegiatan FGD grand desain pendidikan Kabupaten Sorong dengan mengusung tema "Strategi Efektif Mengurangi Angka Putus Sekolah" diikuti guru dan kepala sekolah dari seluruh jenjang pendidikan serta tokoh agama dan akademisi dan para kepala distrik di wilayah itu.
Pendidikan di wilayah Kabupaten Sorong, sebut dia, memang sudah berjalan namun ada hal yang harus diperbaiki dengan cara menyiapkan kerangka rancangan atau desain pendidikan untuk mendukung realisasi program kerja ke depan.
"Jadi perlu merancang program pendidikan, itulah yang menjadi dasar bagi kita untuk melaksanakan FGD," katanya.
Desain program pendidikan ini, tentunya berasal dari berbagai masukan dari guru dan kepala sekolah pada seluruh jenjang pendidikan (TK sampai SMA/SMK), kemudian masukan dari kepala distrik, akademisi, lembaga yayasan pendidikan.
"Kita minta sebuah masukan dan usulan tentang pendidikan ke depan itu harus seperti apa. Masukan dan usulan ini nantinya akan menjadi perhatian dan acuan bagi dinas pendidikan untuk menyusun program ke depan," bebernya.
Dia mengakui berdasarkan data jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Sorong baik dari PAUD, SD, SMP, SMA dengan persebaran kelurahan dan distrik, sudah mencukupi jika dilihat dari standar pelayanan minimal.
Jumlah sekolah di Kabupaten Sorong terdiri dari TK/PAUD ada sekitar 75 sekolah, kemudian untuk kelompok belajar sekitar 30, SD berjumlah 148 sekolah, SMP 48 sekolah, SMA ada 19 sekolah dan SMK ada tujuh sekolah.
"Kecuali SMK memang kita agak kurang," katanya.
Menyiasati angka putus sekolah itu, kata dia, ada beberapa solusi konkret yang disampaikan di dalam FGD. Pertama, Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong merencanakan pembangunan sekolah berpola asrama pada titik-titik tertentu.
"Terjadinya anak putus sekolah karena anak dari pedalaman bersekolah di kota sehingga minim pengawasan orang tua. Maka solusi konkretnya adalah membangun sekolah berpola asrama pada titik yang akan ditentukan," ujarnya.
Solusi kedua, pembangunan rumah guru. Sebab faktor penyebab anak putus sekolah juga berawal dari tingkat kehadiran guru di tempat terpencil belum maksimal, sehingga proses pembelajaran tidak maksimal sebagaimana mestinya.
"Salah satu penyebabnya adalah masalah rumah guru yang belum ada," jelasnya.
Ini menjadi sebuah masukan yang sangat urgen dan prioritas pembangunan fisik ke depan akan diarahkan pada pembangunan rumah guru.
Salah satu sistematika mendukung pembuatan grand desain pendidikan ini adalah menurunkan tim ke setiap desa atau kampung di masing-masing distrik untuk mendata anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah.
"Ini supaya kita pastikan seberapa besar validnya anak-anak usia sekolah namun tidak bersekolah. Setidaknya itu menjadi dasar bagi kami untuk menyusun program," kata dia.
Jadi, kata dia, selain sebagai upaya mengurangi angka putus sekolah, langka konkret ini pun berorientasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong menjadi lebih baik ke depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023
Sekretaris Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong Imam Ansori di Sorong, Kamis, menjelaskan kegiatan FGD ini menjadi sebuah perhatian penting bagi dinas pendidikan untuk memperoleh berbagai masukan tentang langka strategis penerapan sistem pendidikan yang baik dan benar dari berbagai elemen baik dari guru, kepala sekolah maupun tokoh agama dan masyarakat.
"Sebab, membangun sebuah pendidikan yang baik harus berawal dari rancangan sebagai upaya strategis mencapai pendidikan yang berkualitas ke depan," ujarnya.
Kegiatan FGD grand desain pendidikan Kabupaten Sorong dengan mengusung tema "Strategi Efektif Mengurangi Angka Putus Sekolah" diikuti guru dan kepala sekolah dari seluruh jenjang pendidikan serta tokoh agama dan akademisi dan para kepala distrik di wilayah itu.
Pendidikan di wilayah Kabupaten Sorong, sebut dia, memang sudah berjalan namun ada hal yang harus diperbaiki dengan cara menyiapkan kerangka rancangan atau desain pendidikan untuk mendukung realisasi program kerja ke depan.
"Jadi perlu merancang program pendidikan, itulah yang menjadi dasar bagi kita untuk melaksanakan FGD," katanya.
Desain program pendidikan ini, tentunya berasal dari berbagai masukan dari guru dan kepala sekolah pada seluruh jenjang pendidikan (TK sampai SMA/SMK), kemudian masukan dari kepala distrik, akademisi, lembaga yayasan pendidikan.
"Kita minta sebuah masukan dan usulan tentang pendidikan ke depan itu harus seperti apa. Masukan dan usulan ini nantinya akan menjadi perhatian dan acuan bagi dinas pendidikan untuk menyusun program ke depan," bebernya.
Dia mengakui berdasarkan data jumlah sekolah yang ada di Kabupaten Sorong baik dari PAUD, SD, SMP, SMA dengan persebaran kelurahan dan distrik, sudah mencukupi jika dilihat dari standar pelayanan minimal.
Jumlah sekolah di Kabupaten Sorong terdiri dari TK/PAUD ada sekitar 75 sekolah, kemudian untuk kelompok belajar sekitar 30, SD berjumlah 148 sekolah, SMP 48 sekolah, SMA ada 19 sekolah dan SMK ada tujuh sekolah.
"Kecuali SMK memang kita agak kurang," katanya.
Menyiasati angka putus sekolah itu, kata dia, ada beberapa solusi konkret yang disampaikan di dalam FGD. Pertama, Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong merencanakan pembangunan sekolah berpola asrama pada titik-titik tertentu.
"Terjadinya anak putus sekolah karena anak dari pedalaman bersekolah di kota sehingga minim pengawasan orang tua. Maka solusi konkretnya adalah membangun sekolah berpola asrama pada titik yang akan ditentukan," ujarnya.
Solusi kedua, pembangunan rumah guru. Sebab faktor penyebab anak putus sekolah juga berawal dari tingkat kehadiran guru di tempat terpencil belum maksimal, sehingga proses pembelajaran tidak maksimal sebagaimana mestinya.
"Salah satu penyebabnya adalah masalah rumah guru yang belum ada," jelasnya.
Ini menjadi sebuah masukan yang sangat urgen dan prioritas pembangunan fisik ke depan akan diarahkan pada pembangunan rumah guru.
Salah satu sistematika mendukung pembuatan grand desain pendidikan ini adalah menurunkan tim ke setiap desa atau kampung di masing-masing distrik untuk mendata anak-anak usia sekolah yang tidak bersekolah.
"Ini supaya kita pastikan seberapa besar validnya anak-anak usia sekolah namun tidak bersekolah. Setidaknya itu menjadi dasar bagi kami untuk menyusun program," kata dia.
Jadi, kata dia, selain sebagai upaya mengurangi angka putus sekolah, langka konkret ini pun berorientasi untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong menjadi lebih baik ke depan.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023