Manokwari,(Antaranews Papua Barat)-Rombongan tim monitoring Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BBTNTC) yang terjebak di Pulau Wairundi Teluk Wondama, Papua Barat, berhasil dievakuasi dan tiba dengan selamat di Manokwari, Sabtu.

Kepala Kantor Pencairan dan Pertolongan (Basarnas) Manokwari, George Leo Mercy Randang, mengatakan operasi penyelamatan dilaksanakan pada Sabtu dini hari menggunakan KN Kumbakarna. 22 personil dilibatkan dalam operasi ini.

"Ini operasi kedua, setelah operasi pertama gagal karena terkendala cuaca buruk. Kami tiba di Pulau Wairundi sekitar pukul 02.00 lokal time (waktu setempat," kata George.

Ia menyebutkan, dari 11 anggota rombongan tim pengawasan BBTNTC satu diantaranya adalah anak bawah lima tahun. Ia pun selamat dan pulang dalam keadaan sehat.

Mereka adalah Syahirudin selalu ketua tim, Topo Budidanarko, Donatus Aujani, Titus Charles, Mesak Andarek, Anto, Geradus, Yakonias, Bastian Sikun, Oto Eseren dan satu balita atas nama Ayub.

"Puji Tuhan semua selamat termasuk anak kita yang masih balita, Ayub namanya. Anak ini bisa bertahan dengan hanya makan kelapa," kata dia lagi.

Dalam operasi tersebut, lanjut Mercy, kapal berlabuh ditengah laut. Sekoci dan personil diterjunkan untuk menjemput satu persatu para korban.

Rombongan tiba di Manokwari sekitar pukul 08.05 WIT melalui Dermaga pelabuhan Angrem, Manokwari. Saat ini mereka sudah di rumah masing-masing.

Ketua Tim Monitoring BBTNTC Syahirudin mengatakan, rombongan berada di pulau yang tak berpenghuni tersebut sejak 22 Oktober 2018. Di pulau tersebut tim melakukan monitoring penyu hijau.

"Salah salah satu tugas kami dalam pengawasan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih. Kami siapkan stok makanan bertahan sampai hari kelima, tapi pada hari keempat sudah habis, sementara kondisi cuaca tidak kemungkinkan untuk kita tinggalkan pulau," ujarnya.

Ia mengutarakan, tinggi gelombang air laut sejak beberapa hari terakhir di sekitar pulau tersebut berada pada kisaran 3 hingga 4 meter. Rombongan bertahan tanpa makanan selama satu hari dua malam.

"Kelapa yang kita makan untuk bertahan hidup pun adalah kelapa yang hanyut dari pulau lain. Di pulau ini tidak ada pohon kelapa," ujarnya.(*)

 

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018