Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat mendorong penerapan skema perhutanan sosial di Kabupaten Teluk Wondama untuk menjawab persoalan kehutanan, terutama aktivitas di kawasan lindung.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Hendrik Runaweri di Wasior, Selasa (16/12), mengatakan bahwa perizinan dan pengawasan peredaran hasil hutan menjadi bagian yang akan mendapat perhatian khusus dari Dinas Kehutanan melalui Kantor Cabang Dinas Kehutanan Wilayah III Teluk Wondama.
Dia mengatakan salah satu terobosan yang diambil adalah penerapan skema perhutanan sosial. Perhutanan sosial dipandang tepat diterapkan di Wondama karena sebagian besar kawasan hutan sejatinya merupakan wilayah adat yang dikuasai masyarakat setempat.
Adapun perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak, hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat.
Menurut dia, tujuan dari perhutanan sosial adalah pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar, yaitu lahan, kesempatan usaha, dan sumber daya manusia.
“Ada skema-skema yang bisa dilakukan untuk perizinan yaitu lewat perhutanan sosial. Tapi perhutanan sosial prosesnya cukup rumit sehingga memang harus ada ada penyuluhan-penyuluhan dan penjelasan baru masyarakat bisa terima dan menjalankannya," katanya.
Diakuinya, aturan tentang kehutanan yang sering berubah-ubah menjadi kendala tersendiri yang menyulitkan pihaknya dalam hal pengawasan perizinan maupun pengawasan peredaran hasil hutan.
“Kita terbentur dengan aturan dari pusat itu makanya skema yang tepat adalah lewat perhutanan sosial. Makanya itu yang sekarang kita percepat tetapi kami juga memberikan toleransi, artinya kalau penebangan itu memang untuk pembangunan daerah ya kita tidak bisa tahan juga, “ucap Runaweri.
Tetapi, kata dia, dinas mengarahkan supaya kewajiban masyarakat harus dibayar sehingga itu menjadi bagian penerimaan negara yang harus dijaga juga.
Tetapi, katanya, intinya kebutuhan kayu untuk pembangunan itu memang cukup besar sehingga tidak bisa ditahan, tapi diarahkan dan dikendalikan supaya bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Di Wondama, menurut Runaweri, telah dibentuk kelompok yang akan mengelola perhutanan sosial. Namun untuk pelaksanaannya membutuhkan pendampingan karena ada persyaratan-persyaratan khusus yang harus dipenuhi.
Dia berharap, dengan pembangunan kantor CDK Teluk Wondama pelayanan dalam urusan kehutanan dapat berjalan lebih maksimal, termasuk dalam rangka persiapan penerapan perhutanan sosial.
Ia mengatakan langkah awal yang harus dilakukan adalah sosialisasi agar masyarakat bisa memahami dengan baik perihal perhutanan sosial.
“Ini yang nanti kita percepat, persyaratannya cukup banyak karena itu kantor ini harus cepat selesai sehingga masyarakat bisa datang ke sini untuk dapat penjelasan teknis,” tambah dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2021
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat Hendrik Runaweri di Wasior, Selasa (16/12), mengatakan bahwa perizinan dan pengawasan peredaran hasil hutan menjadi bagian yang akan mendapat perhatian khusus dari Dinas Kehutanan melalui Kantor Cabang Dinas Kehutanan Wilayah III Teluk Wondama.
Dia mengatakan salah satu terobosan yang diambil adalah penerapan skema perhutanan sosial. Perhutanan sosial dipandang tepat diterapkan di Wondama karena sebagian besar kawasan hutan sejatinya merupakan wilayah adat yang dikuasai masyarakat setempat.
Adapun perhutanan sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak, hutan adat yang dilaksanakan oleh masyarakat setempat atau Masyarakat Hukum Adat.
Menurut dia, tujuan dari perhutanan sosial adalah pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan melalui tiga pilar, yaitu lahan, kesempatan usaha, dan sumber daya manusia.
“Ada skema-skema yang bisa dilakukan untuk perizinan yaitu lewat perhutanan sosial. Tapi perhutanan sosial prosesnya cukup rumit sehingga memang harus ada ada penyuluhan-penyuluhan dan penjelasan baru masyarakat bisa terima dan menjalankannya," katanya.
Diakuinya, aturan tentang kehutanan yang sering berubah-ubah menjadi kendala tersendiri yang menyulitkan pihaknya dalam hal pengawasan perizinan maupun pengawasan peredaran hasil hutan.
“Kita terbentur dengan aturan dari pusat itu makanya skema yang tepat adalah lewat perhutanan sosial. Makanya itu yang sekarang kita percepat tetapi kami juga memberikan toleransi, artinya kalau penebangan itu memang untuk pembangunan daerah ya kita tidak bisa tahan juga, “ucap Runaweri.
Tetapi, kata dia, dinas mengarahkan supaya kewajiban masyarakat harus dibayar sehingga itu menjadi bagian penerimaan negara yang harus dijaga juga.
Tetapi, katanya, intinya kebutuhan kayu untuk pembangunan itu memang cukup besar sehingga tidak bisa ditahan, tapi diarahkan dan dikendalikan supaya bisa sesuai dengan kebutuhan yang ada.
Di Wondama, menurut Runaweri, telah dibentuk kelompok yang akan mengelola perhutanan sosial. Namun untuk pelaksanaannya membutuhkan pendampingan karena ada persyaratan-persyaratan khusus yang harus dipenuhi.
Dia berharap, dengan pembangunan kantor CDK Teluk Wondama pelayanan dalam urusan kehutanan dapat berjalan lebih maksimal, termasuk dalam rangka persiapan penerapan perhutanan sosial.
Ia mengatakan langkah awal yang harus dilakukan adalah sosialisasi agar masyarakat bisa memahami dengan baik perihal perhutanan sosial.
“Ini yang nanti kita percepat, persyaratannya cukup banyak karena itu kantor ini harus cepat selesai sehingga masyarakat bisa datang ke sini untuk dapat penjelasan teknis,” tambah dia.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2021