Merujuk dari hal tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mengarahkan fokusnya pada pengembangan ekosistem kendaraan listrik berbasis baterai (EV Batteray)[4]. Dukungan pemerintah, cadangan mineral yang melimpah, serta kebutuhan dunia terhadap energi rendah emisi menjadikan negara ini memiliki potensi besar untuk menjadi pemain utama dama industry EV Batteray[5]. Fianti, S.Si., M.Sc., Ph.D. seorang dosen fisika material, menyoroti bagaimana ekosistem EV Batteray ini sudah mencapai tahap dimana baterai lokal dapat diproduksi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Namun, tantangan seperti ketergantungan impor untuk aplikasi daya besar tetap ada, terutama dalam memenuhi kebutuhan perangkat besar seperti mobil, motor listrik, dan perangkat pertanian.
Indonesia adalah salah satu negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia, yang merupakan komponen utama dalam baterai lithium-ion yang digunakan dalam kendaraan listrik [5], [6]. Menurut data dari MIND ID, pada tahun 2023, PT. Antam tbk tercatat memproduksi bijih nikel mencapai 13,45 juta wmt (wet metric tons), meningkat sekitar 56% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Gamabr 1). Selain nikel, PT. Antam tbk juga tercatat memiliki volume penjualan bauksit pada tahun 2023 sebesar 1,50 juta wmt, meningkat 21% dibandingkan tahun 2022 sebesar 1,24 juta wmt, yang digunakan untuk produksi alumina, bahan baku penting dalam EV Batteray. PT. Antam menorehkan catatan volume produksi produk alumina pada tahun 2023, sebesar 161 ribu ton alumina, hal ini mengalami pertumbuhan sekitar 6% dibandingkan pada tahun 2022, dengan volume penjualan mencapai 143 ribu ton alumina. Untuk meningkatkan kapasitas produksi PT. Antam tbk juga melakukan beberapa langkah srategis guna mendukung program hilirisasi industri EV Batteray. Salah satunya adalah Proyek Pembangunan Pabrik Feronikel Haltim ( P3FH), pembangunan proyek ini menargetkan kapasitas produksi sekitar 13.500 TNi per tahun.
Dr. Fianti menyebutkan bahwa Cadangan bahan baku yang melimpah imi adalah keunggulan besar bagi Indonesia dalam membangun ekosistem EV Batteray. Indonesia memiliki modal besar berupa bahan baku. Tapi, untuk menciptakan nilai tambah, kita perlu fokus pada hilirisasi. Jangan sampai Indonesia hanya menjadi eksportir bahan mentah tanpa memperoleh nilai tambah hilirisasi. Hilirisasi, atau pemrosesan bahan baku dalam negeri, diyakini sebagai strategi yang efektif dalam mencipakan lapangan kerja,mengurangi ketergantungan pada impor, serta meningkatkan pendapatan negara dari komoditas mineral[7].
Untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya mineral, pemerintah telah menginisiasi berbagai kebijakan hilirisasi. Salah satu proyek utama dalam strategi hilirisasi ini adalah Proyek Sorowako Limonite yang dijalankan oleh PT. Vale Indonesia. Proyek ini menggunakan teknologi High-Pressure Acid Leach (HPAL) untuk memproses nikel berkadar rendah, HPAL memungkinkan nikel yang biasanya dianggap bernilai rendah untuk dioalah menjadi bahan baku EV Batteray yang berkualitas tinggi, sehingga meningkatkan nilai tambah dari proses produksi[8].
Selain itu, PT Freeport Indonesia (PTFI) juga turut mendukung hilirisasi melalui Pembangunan smelter tembaga di Gresik, Jawa Timur. Smelter ini dirancang untuk memurnikan 1,7 juta ton kosentrat pertahun dan menhasilkan katoda tembaga, emas, serta perak yang sangat penting dalam industri baterai dan perangkat elektronik lainya[9]. Upaya hilirisasi ini akan memberikan nilai tambah lebih besar bagi Indonesia dan membuka peluang ekspor produk bernilai tinggi, bukan hanya bahan mentah [10]. Dengan adanya hilirasi, Indonesia bisa memainkan peran penting dalam rantai pasok industri EV Batteray global[10]. Ekosistem EV Batteray di Indonesia mencakup berbagai sektor, yaitu hulu (upstream), menengah (midstream), dan hilir (downstream). Di sektor hulu, Perusahaan-perusahaan tambang mengelola ekstraksi mineral seperti nikel dan kobalt. Di sektor menengah, mineral yang telah di ekstraksi diproses melalui pemurnian di fasilitas smelter untuk menghasilkan bahan baku setengah jadi yang siap digunakan dalam produksi baterai. Sektor hilir mencakup produksi EV Batteray itu sendiri, yang telah dirintis melalui kerjasama pemerintah dan beberapa perusahaan internasional. Beberapa perusahaan asing seperti LG dan CATL, telah melakukan investasi untuk membangun pabrik baterai di Indonesia. Gebrakan ini merupakan langkah penting dalam membangun ekosistem industri EV Batteray yang berdaya saing global. Dengan integrasi hulu hingga hilir, Indonesia dapat memastikan ketersediaan bahan baku, meningkatkan efisisensi, dan mengurangi ketergantungan pada pasar asing[11]. Namun, fokus pada peningkatan kompetensi teknologi dalam negeri agar bisa bersaing di pasar internasional perlu di tingkatkan.
Integrasi dari hulu ke hilir juga memungkinkan terciptanya sinergi antar sektor dalam ekosistem ini[10]. Dengan adanya pengolahan di sektor menengah, hasil ekstraksi mineral dapat segera diolah menjadi bahan baku yang dibutuhkan oleh sektor hilir, sehingga mempercepat produksi baterai dan mengurangi waktu tunngu serta biaya logistic.
Meskipun ekosistem industri EV Batteray di Indonesia memiliki potensi yang besar, tantangan dalam pengembangan tetap ada. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan teknologi canggih dalam pemurnian dan hilirisasi mineral[12]. Hilirisasi memerlukan investasi besar dan teknologi tinggi, yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Indonesia. Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah telah berkolaborasi dengan pihak asing yang memiliki keahlian dan pengalaman dalam teknologi smelter dan pemurnian. Selain tantangan teknologi, Dr. Fianti juga mengugkapkan bahwa aplikasiEV batteray untuk daya besar seperti pada kendaraan Listrik dan perangkat rumah tangga besar masih memerlukan impor komponen pendukungnya. Baterai kecil untuk kebutuhan rumah tangga sudah bisa diproduksi dalam negri, tetapi perangkat besar, seperti baterai untuk mobil Listrik, masih memerlukan komponen impor, jelasnya. Pemerintah telah berusaha mengurangi ketergantungan ini dengan memberikan insentif pajak dan pengurangan bea masuk untuk bahan baku dan perlatan yang dibutuhkan dalam industri EV Batteray[13]. Kendala lain adalah infrastruktur pengisian daya yang merata di seluruh Indonesia[14]. Pembangunan jarigan pengisian daya EV yang memadai, terutama di daerah terpencil, menjadi tantangan besar yang perlu diatasi untuk mendukung transisi masyarakat ke kendaraan Listrik. Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana untuk membangun lebih banyak stasiun pengisian daya di berbagai wilayah di Indonesia, dengan tujuan memudahkan pengguna kendaraan listrik dalam mengakses fasilitasi pengisian daya.
Masa depan ekosistem EV Batteray di Indonesia terligat sangat menjanjkan, terutama dengan adanya dukungan penuh dari pemerintah melalui berbagai kebijakan dan insentif. Pemerintah berkomitmen untuk memberikan fasilitas yang memadai bagi pengembangan industri EV Batteray, salah satunya melalui insentif fiscal seperti pengurangan pajak dan bea masuk bagi bahan baku dan perlatan yang dibutuhkan. Dukungan ini diharapkan dapat menarik lebih banyak investasi dari dalam maupun luar negeri, serta mempercepat pertumbuhan ekosistem EV Batteray di Indonesia.
Dr. Fianti menyatakan optimis bahwa jika tantangan-tantangan yang ada dapat diatasi, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat produksi baterai EV di Asia Tenggara. Dengan dukungan penuh dari pemerintah dan kerja sama yang erat antara sektor public dan swasta, Indonesia tidak hanya bisa memenuhi kebutuhan domestik tetapi juga berpotensi menjadi eksportir utama EV Batteray di pasar internasional. Dampak ekonomiyang muncul akan sangat besar, mulai dari peningkatan lapangan kerja hingga penguatan ketahanan energi nasional.
Ekosistem EV Batteray juga merupakan bagian dari komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan penggunaan energi bersih. Pemerintah telah menggalangkan program transisi energi, di mana EV Batteray dianggap sebagai salah satu teknologi kunci dalam mencapai target rendah emisi. MIND ID, misalnya, telah meningkatkan konsumsi energi terbarukan dalam operasionalnya, dengan kenaikan sebesar 6,55% pada tahun 2023 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Langkah ini diharakan dapat terus berlanjut untuk mendukung ekosistem EV Batteray yang berkelanjutan. Indonesia memiliki semua potensi untuk menjadi pemimpin dalam industri EV global. Tantangan teknologi dan insfrastruktur memang besar, tetapi dengan langah-langkah yang tepat dan komitmen dari seluruh pihak, kita bisa menjadikan ekosistem EV Batteray sebagai salah satu pilar utama ekonomi masa depan yang berkelanjutan.
________________________________________
Karya tulis ini dibuat dalam rangka lomba MediaMIND 2024 dengan kategori Reportease Mahasiswa yang digagas oleh MIND ID.
Penulis : Kuni Hanifah
Perguruan Tinggi : FDIKOM (Dakwah dan Ilmu Komunikasi) - Universitas Islam Syarif Hidayatullah Jakarta
Narasumber : Prof. Dr. Candra Fajri Ananda, S.E., M.Sc - Dosen Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya