Wamena (ANTARA) - Maria Logo begitu serius merajut noken. Dia terlihat tenang dan matanya tidak pernah berpindah dari objek rajutan yang dikerjaannya.
Perempuan itu mengerjakan rajutan noken untuk dijual sebagai suvenir dari Kabupaten Jayawijaya, tatkala ada wisatawan yang berkunjung ke daerah itu.
Anyaman atau rajutan itu dilakukan begitu rapi, sampai-sampai tidak ada helai yang terlewati, meskipun ada orang di sampingnya, mata dan pikiran Maria Logo, perajin itu, tetap fokus.
Noken bukan sekadar tas atau tempat menaruh sesuatu, tetapi mengandung identitas nilai budaya sangat tinggi bagi masyarakat Papua secara umum dan Baliem, sebutan khusus untuk masyarakat Lembah, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua Pegunungan.
Bahkan, pada struktur masyarakat adat Baliem, noken memiliki kedudukan istimewa, baik dalam aktivitas sosial maupun budaya dalam pergaulan sehari-hari.
Noken memiliki delapan klasifikasi yang kegunaan dan fungsinya pun berbeda-beda, sesuai dengan kebutuhan yang digunakan dalam keseharian maupun acara-acara adat.
Noken, bagi masyarakat Baliem, Lanny, maupun daerah lainnya di Papua Pegunungan, memiliki perbedaan dari corak warna maupun bentuk. Noken dengan corak tertentu dapat mengidentifikasi hasil produksi dari masyarakat Baliem, Lanny, ataupun daerah lain di Papua Pegunungan.
Jenis noken
Di masyarakat Baliem sendiri, noken memiliki delapan jenis, yakni Su Segerakhi, Su Ewe, Su Aga, Su Hele Kagailek, Su Hanom Su, Su Himpiri Su, Su Inamporawie dan Inukuluak Su.
Su Segerakhi (bentuknya memanjang dan tidak memiliki tali yang dapat diikat di kepala maupun lengan), merupakan jenis yang difungsikan untuk ritual adat pada saat orang meninggal atau lebih tepatnya pelunasan utang yang harus disertakan dengan noken dan kapak batu. Noken ini tidak bisa dibawa-bawa atau dipindah, hanya bisa diletakkan di honai (rumah adat Papua) kaum pria.
Su Ewe merupakan isi dari noken lain, setelah dilaksanakan ritual adat oleh masyarakat Lembah Baliem Su Segerakhi.
Su Aga digunakan oleh masyarakat Lembah Baliem untuk menutup bayi dari kepala hingga kaki, supaya si bayi tidak mendapat gangguan, seperti masuk angin, terkena langsung sinar Matahari, binatang kecil maupun gangguan lainnya, sehingga dapat terlindungi.
Su Himpiri Su digunakan untuk membawa semua hasil perkebunan/pertanian oleh masyarakat Lembah Baliem untuk diangkut dari kebun ke rumah ataupun pasar.
Su Hanom Su digunakan oleh kaum pria atau wanita yang ingin bepergian supaya bisa mengisi semua keperluan. Noken ini biasanya dipakai oleh kaum pria di lengan dan wanita di kepala.
Su Hele Kagailek digunakan pada saat pesta perkawinan mawe, dimana pelepasan status dari gadis untuk menjadi ibu, sebelum noken-noken lain susun. Awalnya harus diletakkan Su Hale Kagailek, sebagai tanda pelepasan status dari gadis menjadi ibu.
Su Inamporawie dikhususkan hanya untuk wanita karena digunakan untuk menutup bagian belakang. Dalam budaya masyarakat Lembah Baliem kalau kaum wanita berjalan tanpa adanya benda di bagian belakang, merupakan pantangan. Benda itu harus dipikul, menandakan bahwa itu perempuan dan gadis terhormat.
Sementara Inukuluak Su merupakan noken yang dipakai sebagai topi bagi masyarakat Papua Pegunungan, khususnya Lembah Baliem, Kabupaten Jayawijaya.
Ketua Kelompok Noken Suara Hati Ibu Kabupaten Jayawijaya sekaligus tokoh perempuan Maria Logo kepada ANTARA di Wamena menjelaskan bahwa dari delapan jenis noken itu, semuanya dibuat menggunakan bahan alami.
Bahan dasar untuk membuat noken, saat ini mulai langka ditemui di Kabupaten Jayawijaya, karena berada di kabupaten tetangga, seperti Kabupaten Mamberamo Tengah dan Yalimo.
Pertahankan keaslian
Kemampuan merajut noken harus terus diwariskan kepada generasi saat ini, sehingga mereka mengetahui identitas mereka sebagai "perempuan gunung", istilah bagi perempuan yang berasal dari Provinsi Papua Pegunungan.
Maria Lago melihat bahwa anak-anak muda, khususnya kaum perempuan di daerahnya, menganggap noken sebagai tas biasa yang tidak memiliki nilai yang sakral dalam budaya. Karena itu, semua pihak harus terlibat untuk menumbuhkan kesadaran agar generasi muda kembali ke pemahaman leluhur bahwa noken merupakan warisan sakral yang harus dihormati dan dilestarikan.
Oleh karena itu, pada setiap kesempatan apapun dirinya selalu mengingatkan kepada semua pihak, termasuk pemerintah daerah untuk mempertahankan keaslian pembuatan noken asli Baliem dan dilakukan pembinaan secara kontinu.
Selain itu, dia juga selalu mengingatkan kepada ibu-ibu dalam berbagai kesempatan untuk mengajari anak-anak mereka, khususnya perempuan, untuk belajar merajut noken. Bagi dia,
warisan membuat noken harus diajarkan terus-menerus kepada generasi selanjutnya supaya tidak punah.
Upaya Pemkab
Program pelestarian noken Papua yang sudah dilaksanakan oleh Provinsi Papua Pegunungan, termasuk Kabupaten Jayawijaya, adalah terkait dengan program transformasi komunitas untuk kerukunan. Program ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi masyarakat, khususnya anak-anak, dengan noken sebagai sarana menjalin kerukunan. Hal ini karena noken bukan hanya digunakan oleh masyarakat Papua, melainkan juga warga non-Papua.
Selain itu, Pemkab Jayawijaya memberikan pelatihan keterampilan merajut noken kepada komunitas noken di daerah itu, termasuk menggelar Festival Noken Street Fashion di Wisata Hutan Isakusa Wamena. Festival ini merupakan salah satu bagian dari Karisma Event Nusantara (KEN) di Provinsi Papua Pegunungan.
Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Pemkab Jayawijaya juga mendukung upaya di tingkat hulu pembuatan noken, yakni pelestarian tanaman rami atau Boehmeria nivea yang merupakan bahan baku pembuatan noken. Langkah itu merupakan upaya Bappeda Kabupaten Jayawijaya untuk memproteksi kekayaan budaya noken asli Lembah Baliem.
Bagi Bappeda Pemkab Jayawijaya, percuma jika ingin memproteksi kekayaan budaya, tetapi bahan bakunya tidak tersedia. Karena itu, upaya penaman dan pelestarian rami dilakukan untuk memenuhi ketersediaan bahan baku bagi perajin noken.
Pembudidayaan tanaman rami ini berkolaborasi antara beberapa organisasi perangkat daerah (OPD), di antaranya dinas pariwisata, dinas lingkungan hidup dan dinas pertanian.
Peningkatan ekonomi
Selain memiliki nilai budaya dan sakral, noken juga mempunyai nilai jual dalam peningkatan ekonomi kreatif (ekraf) di Papua Pegunungan, khususnya Kabupaten Jayawijaya.
Karena itu, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menjadikan produksi noken dalam upaya meningkatkan ekonomi masyarakat, khususnya produk asli Baliem.
Akademikus dari satu perguruan tinggi di Wamena, Telly N Silooy yang beberapa tahun terakhir meneliti tentang noken, melihat bahwa noken merupakan produk unggulan dan memberikan peluang pengembangan ekonomi kreatif di Kabupaten Jayawijaya.
Peneliti mendukung upaya pelatihan dan pendampingan yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah untuk meningkatkan keterampilan warga dalam membuat noken, dengan berbagai inovasi, sehingga noken menarik untuk digunakan oleh masyarakat di luar Papua. Upaya ini juga dapat melibatkan desainer lokal.
Untuk upaya regenerasi pembuatan noken, pemerintah daerah perlu memasukkan keterampilan pembuatan noken ke sekolah, baik sebagai kurikulum muatan lokal maupun untuk kegiatan ekstra kurikuler di luar jam pelajaran.
Dengan berbagai upaya pemerintah dan melibatkan semua elemen masyarakat, maka noken akan terus menjadi warisan dan jati diri masyarakat Papua secara umum, khususnya masyarakat Jayawijaya, dalam konteks sosial dan budaya, termasuk ekonomi. Noken akan selalu hadir dalam upaya menyeimbangkan kehidupan modern dan masa lalu.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Delapan jenis noken masyarakat Baliem dan upaya pelestariannya