Manokwari (ANTARA) - Dewan Pers memberikan tiga rekomendasi untuk meningkatkan indeks kemerdekaan pers (IKP) di Provinsi Papua Barat pada tahun depan.
Ketua Komisi Penelitian, Pendataan dan Ratifikasi Pers Dewan Pers, Atmaji Sapto Anggoro di Manokwari, Jumat, mengatakan IKP Provinsi Papua Barat tahun 2023 berada dalam kategori Agak Bebas dengan nilai 68,22 atau berada di peringkat 33 dari 34 provinsi di Indonesia.
"Nilai ini mengalami penurunan sebesar 1,00 poin dibandingkan tahun 2022, yakni 69,32. Nilai 68,22 tersebut diperoleh dari kondisi lingkungan fisik politik (69,32), kondisi lingkungan ekonomi (67,96), dan kondisi lingkungan hukum (66,32)," kata Anggoro pada sosialisasi hasil survei IKP Papua Barat tahun 2023.
Ia menjelaskan, agar nilai survei IKP Papua Barat dapat meningkat pada tahun berikutnya, Dewan Pers memberikan tiga rekomendasi, pertama, insan pers di Papua Barat harus berupaya meningkatkan kebebasan persnya dari intervensi, kekerasan, dan mengupayakan adanya kesetaraan akses bagi kelompok rentan.
"Selain itu, tata kelola perusahaan pers perlu dilakukan secara profesional. Insan pers juga harus meningkatkan kualitas dan keterampilan bidang jurnalistik," katanya.
Ia mengatakan, rekomendasi kedua adalah media perlu menjalin kerjasama dengan pemerintah daerah baik tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota melalui proses seleksi yang jujur dan terbuka. Hal tersebut akan bersinergi dengan profesionalitas pers. Perusahaan pers juga diimbau agar mengikuti proses sertifikasi perusahaan pers dan uji kompetensi wartawan
Rekomendasi ketiga, Dewan Pers harus lebih banyak hadir dalam proses mewujudkan kemerdekaan pers. Dewan Pers memantau media-media yang ada di setiap provinsi dan bekerjasama dengan pemerintah daerah setempat agar pemberitaan mengedepankan kepentingan publik dan meminimalisir pemberitaan seremonial.
Anggoro menyebut beberapa persoalan yang menyebabkan IKP Papua Barat berada dalam kategori “Agak Bebas”, yakni berdasarkan laporan penelusuran, terjadi dua kasus kekerasan pada wartawan. Pertama, kekerasan pada Mei 2022, wartawan dilarang mengambil gambar pada aksi demo tenaga kerja (nakes) di Kota Sorong. Pelaku pelarangan adalah Satpol PP.
Kedua, kekerasan pada Oktober 2022, pada saat sidang militer di Pengadilan Negeri Manokwari. Wartawan Tribun dan Tabura Pos menjadi korban pada saat persidangan. Hakim memerintahkan wartawan untuk tidak melakukan peliputan dan wartawan yang hadir di ruang persidangan untuk keluar. Bahkan ada oknum yang menghapus paksa foto-foto yang telah diabadikan wartawan, termasuk menghapus foto lain yang bukan peristiwa di persidangan.
"Peristiwa tersebut, menjadi salah satu tolak ukur, masih ada intervensi pada pers yang cenderung mengarah ke tindak kekerasan. Masih terdapat intervensi aparat negara untuk mempengaruhi atau menghalangi pemberitaan. Aparat dinilai belum sepenuhnya dapat melindungi wartawan dari ancaman kekerasan," jelasnya.
Turut hadir dalam sosialisasi tersebut Kepala Dinas Kominfo Persandian dan Statistik Papua Barat, Frans P Istia yang mewakili Penjabat Gubernur Papua Barat, perwakilan TNI-Polri, akademisi Unipa Dr. Mulyadi Jaya, Ketua PWI Papua Barat dan puluhan wartawan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Dewan Pers beri tiga rekomendasi untuk tingkatkan IKP Papua Barat