Jakarta (ANTARA) -
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan kekeringan yang terjadi di Kabupaten Puncak, Papua Tengah, dipengaruhi musim dingin di Australia sehingga kekeringan yang terjadi terkait dengan cuaca ekstrem, bukan karena musim kemarau yang sedang berlangsung di Indonesia.
Kondisi tersebut seperti halnya musim dingin di negara lain yang membuat tumbuhan tidak tumbuh, melainkan gugur untuk menghemat air karena udaranya membawa kekeringan.
Sedangkan di Papua Tengah di mana banyak dataran tinggi, udaranya sangat dingin dan membuat adanya kabut upas maupun butiran es. Masyarakat di tiga distrik, yakni Agandugume, Lembawi ,dan Oneri yang biasanya bercocok tanam secara swadaya untuk memenuhi kebutuhan kelompok mereka terdampak kekeringan.
Lokasi penduduk juga tidak terpusat di satu wilayah, melainkan berpencar karena adanya sejumlah ladang yang dimiliki satu kampung berisi 15 kepala keluarga.
Nahasnya, pada saat terjadi di periode Juli sampai Agustus 2023 ketika butiran es itu setiap malam atau setiap pagi muncul akan menggembosi umbi-umbian yang ada di dalam tanah yang menjadi sumber makanan utama bagi masyarakat Papua.
Kondisi tersebut terjadi berulang-ulang sehingga membuat BNPB merumuskan penanganan bencana ke depannya di wilayah tersebut.
Menurut peta risiko bencana, tiga distrik tersebut berisiko kekeringan. Dari hub BNPB, Timika merupakan wilayah paling dekat untuk menurunkan bantuan ke Agandugume dan sekitarnya.
Namun, hambatan cuaca membuat bantuan hanya dapat diturunkan ke Distrik Sinak pada Kamis (3/8). Warga Agandugume dan sekitarnya harus berjalan kaki dan bermalam untuk mendapatkan bantuan di Sinak.
Jika sebelumnya bantuan hanya dapat diturunkan di Distrik Sinak, pada saat ini bantuan dapat langsung diantarkan ke Distrik Agandugume, dan melalui jalan darat ke dua distrik lainnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Kapolri kirim bantuan untuk warga terdampak kekeringan di Papua Tengah