Jakarta (ANTARA) -
Ia mengatakan, dalam masa krisis, bahasan tentang kejujuran dan kesabaran yang berguna untuk umat lebih membutuhkan bahasa agama, bukan bahasa politik, karena agama lebih banyak mengajarkan tentang sikap sabar dan jujur.
Ia juga mengatakan, dalam konteks menyebarkan bahasa agama ke umat, ulama sebaiknya tidak hanya dilibatkan untuk membicarakan akibat, tetapi juga dilibatkan untuk membicarakan sebab.
"Ulama jangan hanya diajak bicara di sektor hilir, tapi juga di sektor hulu yang menyebabkan sebab itu muncul, agar pahamnya utuh, bagaimana mungkin kita disuruh menyelesaikan persoalan, tetapi penyebab masalahnya kita tidak dilibatkan, sehingga solusinya tidak tepat," tuturnya.
Menurutnya, ulama sebaiknya dilibatkan dalam perencanaan kebijakan, misalnya diajak berdiskusi dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, tidak hanya memadamkan masalah yang sudah terjadi.
"Selama ini ulama seperti pendorong mobil mogok, begitu jalan, ditinggalkan, atau pemadam kebakaran, begitu apinya mati, ya sudah selesai, padahal kan alangkah baiknya kalau api itu tidak pernah ada," ujar dia.
"Harus ada sinergi antara ulama dengan umaro (pemimpin), jangan membahasakan dirinya sendiri-sendiri, jadi bahasa birokrasinya ada, bahasa agamanya juga ada, itu yang akan menggaet loyalitas dan kesadaran utuh masyarakat," tambahnya.