Wasior (ANTARA) - Dua kelompok masyarakat yang terlibat sengketa kepemilikan tanah lokasi Bandara baru Kabupaten Teluk Wondama di Mawoi, Distrik Wasior memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan bandara yang akan diberi nama Bandara Isaac Samuel Kijne itu.
Kedua kelompok tersebut yakni kelompok Marani Wardap dan kelompok Marani Tokoi.
Juru Bicara keluarga Wardap Marani Muhammad Ickbal Marani di Wasior, Jumat, mengatakan pihaknya sudah berkali-kali menyatakan sikap mendukung pembangunan Bandara baru di Mawoi untuk kepentingan umum.
"Pernyataan kami tidak pernah berubah sejak awal yaitu bahwa kami sebagai pemilik hak ulayat setuju itu dibangun untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan keluarga Wardap," kata Ickbal.
Menurut dia, kehadiran Bandara baru nanti sangat penting untuk mendorong kemajuan daerah dan mempercepat kesejahteraan masyarakat Wondama.
Pada Kamis (15/9), Pemkab Teluk Wondama menggelar pertemuan terkait rencana pembangunan Bandara Isaac Samuel Kijne di Wasior.
Pertemuan itu dihadiri perwakilan keluarga Wardap Marani, Dewan Adat Papua (DAP) daerah Wondama serta utusan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Teluk Wondama.
Adapun kubu Marani Tokoi dan Ayai Marani tidak hadir dalam pertemuan itu.
Ickbal yang juga menjabat Lurah Wasior menegaskan keluarga Wardap mendukung 100 persen pembangunan Bandara baru Mawoi.
Kubu Marani Wardap sendiri merupakan tergugat I dalam sengketa kepemilikan lahan Bandara baru Mawoi. Kelompok tersebut telah mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi yang mereka ajukan dalam perkara gugatan kepemilikan tanah lokasi Bandara baru di Mawoi.
Ketua Marga Marani Wardap Alpendos Marani menyatakan, proses hukum yang masih berlanjut itu tidak menghalangi tahapan pembangunan Bandara baru.
Karena itu, pihaknya mendorong Pemda untuk segera memulai tahapan pengadaan tanah Bandara Mawoi.
"Untuk proses di pengadilan itu berbeda jadi tahapan (pengadaan tanah) tetap jalan. Proses hukum itu urusan kami keluarga. Kami maunya cepat (dibangun) supaya ketika pekerjaan jalan, adik-adik kami bisa dilibatkan bekerja dan ekonomi masyarakat juga bisa jalan," ucap Alpendos.
Kubu Tokoi Marani yang ditemui secara terpisah juga menegaskan mendukung penuh pembangunan Bandara di Mawoi.
Kuro Matani sebagai perwakilan Tokoi Marani menyatakan sejak dicetuskan Presiden Jokowi saat berkunjung ke Wasior pada 2016 yang kemudian diputuskan lokasi Bandara baru berada di Mawoi, tak pernah sekalipun pihaknya menghalang-halangi.
Justru sebagai Ketua DPRD ketika itu, Kuro menyebut dirinya menjadi salah satu yang ikut memprakarsai pembangunan Bandara baru di Mawoi.
Karena itu anggapan bahwa pihaknya yang selama ini menghalang-halangi pembangunan Bandara baru merupakan tudingan yang salah alamat dan tidak berdasar.
"Sejak awal kami keluarga mendukung bukan hanya 100 persen bahkan 1.000 persen. Kami tidak pernah menghalang-halangi. Saya sendiri sudah mendorong pembangunan Bandara itu sejak masih menjadi anggota DPRD kemudian saat menjadi Ketua DPRD, kami mendorong itu sebagai kado dari Presiden untuk orang Wondama," jelas Kuro.
Kuro menegaskan bahwa dalam hal sengketa perdata kepemilikan tanah lokasi Bandara baru di Mawoi, Tokoi Marani adalah pihak yang menjadi pemilik sah tanah adat setempat.
Hal itu sesuai putusan tingkat pertama di Pengadilan Negeri Manokwari, kemudian dikuatkan dengan keputusan tingkat banding di Pengadilan Tinggi Jayapura dan terakhir tingkat kasasi di Mahkamah Agung RI.
Dia berharap semua pihak termasuk Pemkab Teluk Wondama menghormati putusan hukum tersebut.
"Pemda harus menghormati putusan pengadilan karena itu adalah putusan negara. Jadi seharusnya kami sebagai pemenang yang didengar Pemda bukan pihak lain. Tapi selama ini terkesan Pemda lebih dekat dengan salah satu pihak," ucap Ketua DPC Partai NasDem Teluk Wondama itu.
Sebagai bentuk penghormatan terhadap putusan pengadilan tersebut, Kuro meminta Pemkab Wondama sebaiknya menunda terlebih dahulu segala kegiatan maupun pekerjaan di atas tanah lokasi Bandara baru di Mawoi yang menjadi obyek sengketa hingga keluar keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
Kegiatan dimaksud antara lain pengukuran tanah lokasi Bandara oleh BPN serta pekerjaan jalan masuk menuju lokasi Bandara di Mawoi yang rencananya akan dilakukan dalam beberapa waktu ke depan.
"Kalau Pemda patuh hukum seharusnya pekerjaan itu ditunda dulu. Karena mereka masuk melakukan kegiatan di lokasi itu atas ijin siapa. Harus ada kesepakatan yang dibuat dengan kami sebagai pemilik tanah dulu. Kalau tidak berarti itu ilegal," ujar Kuro.
Pihak Tokoi Marani, katanya, sebenarnya telah membuka ruang bagi Pemkab Wondama untuk membicarakan langkah-langkah yang perlu diambil agar tahapan-tahapan menuju pembangunan Bandara Mawoi bisa berjalan dengan lancar tanpa ada hambatan.
Namun menurutnya, niat baik mereka itu belum mendapatkan tanggapan positif dari Pemkab Teluk Wondama sampai sekarang ini.
Dewan Adat Papua Daerah Wondama berharap meskipun proses hukum masih berjalan, kedua belah pihak tetap berkomitmen mendukung proses pembangunan Bandara baru.
"Sudah ada pernyataan dari semua pihak bahwa mendukung pembangunan Bandara. Jadi kami harap kita semua konsisten dengan itu," kata Wakil Sekretaris DAP Daerah Wondama W Sarumi.
Lebih dari itu DAP juga mendorong agar kedua kubu yang sesungguhnya masih bersaudara memilih jalan damai sehingga perseteruan yang terjadi tidak terus berlanjut.
"Kami tidak ingin ada perseteruan terus di dalam keluarga besar marga Marani. Ada baiknya mari kembali bersatu dalam rumah besar Marani sehingga anak cucu ke depan jangan sampai terpecah belah," ujar Wiliam Torey selaku Sekretaris Umum DAP Daerah Wondama.