Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Papua Barat, Donny Heatubun, mengutarakan pertumbuhan ekonomi tahun 2019 di daerah ini melambat dibanding 2018.
"Tahun lalu pertumbuhan ekonomi kita berada di angka 6,24 persen, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional. Untuk tahun ini saya perkirakan berada di kisaran 4 persen," kata Donny di Manokwari, Selasa
Menurutnya, pelambatan ini terjadi akibat penurunan pendapatan yang terjadi pada sektor pengolahan terutama gas alam cair atau LNG Tangguh di Teluk Bintuni.
Ia menyebutkan, peran LNG Tangguh sangat besar terhadap kondisi perekonomian Papua Barat secara umum. Saat LNG Tanggung mengalami kontraksi dipastikan pertumbuhan ekonomi Papua Barat ikut terkoreksi ke bawah.
"Pengolahan Migas ini sangat dominan dalam struktur ekonomi Papua Barat. Begitu dia jeblok otomatis pertumbuhan ekonomi kita juga akan anjlok, begitu pun sebaliknya," sebut Donny lagi.
Ia menerangkan, pada triwulan I dan triwulan II tahun 2019 produksi LNG Tangguh sudah mulai pulih, namun harga Migas secara global mengalami penurunan. Permintaan melemah dan di sisi lain suplay dari negara-negara penghasil minyak meningkat.
"Pemainya bertambah, sehingga terjadi peningkatan suplay luar biasa. Maka tak heran jika LNG Tangguh pun menerima imbasnya," katanya.
Donny berpandangan, hal ini masih menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada di triwulan III dan IV.
"Sehingga kami tidak berani mematok terlampau tinggi untuk target pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun ini. Maksimal 4 bahkan bisa kurang dari ini," ujarnya.
Di luar sektor Migas, Donny meyakini akan terjadi pertumbuhan yang cukup signifikan. Sektor kontruksi dan beberapa lapangan usaha lain diperkirakan akan memberi andil cukup besar.
"Di triwulan II 2019, pertumbuhan sektor non-Migas sudah mencapai 6,20 persen. Triwulan III dan IV kami yakin akan kembali menunjukan pertumbuhan signifikan," kata Donny juga.
Kendati demikian, sebut dia, pertumbuhan ekonomi pada sektor non-Migas tak akan memberi dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Papua Barat secara umum. Mengingat, peran seluruh sektor non-Migas sejauh ini masih sangat kecil dibanding Migas.
"Dominasi Migas sangat besar, jadi meskipun pertumbuhanya signifikan namun belum bisa menutupi penuruan pada Migas," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Papua Barat dengan minyak dan gas bumi pada tahun 2018 tumbuh 6,24 persen. Meningkat signifikan dibanding tahun 2017 yang hanya 4,01 persen. Sedangkan tanpa minyak dan gas bumi ekonomi Papua Barat tahun 2018 tumbuh 6,59 persen dari 2017.
Pada Triwulan II 2019, pertumbuhan ekonomi Papua Barat dengan Migas menunjukan angka negatif yakni -0,50 persen. Sedangkan pertumbuhan tanpa Migas sudah mencapai 6,20 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019
"Tahun lalu pertumbuhan ekonomi kita berada di angka 6,24 persen, lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional. Untuk tahun ini saya perkirakan berada di kisaran 4 persen," kata Donny di Manokwari, Selasa
Menurutnya, pelambatan ini terjadi akibat penurunan pendapatan yang terjadi pada sektor pengolahan terutama gas alam cair atau LNG Tangguh di Teluk Bintuni.
Ia menyebutkan, peran LNG Tangguh sangat besar terhadap kondisi perekonomian Papua Barat secara umum. Saat LNG Tanggung mengalami kontraksi dipastikan pertumbuhan ekonomi Papua Barat ikut terkoreksi ke bawah.
"Pengolahan Migas ini sangat dominan dalam struktur ekonomi Papua Barat. Begitu dia jeblok otomatis pertumbuhan ekonomi kita juga akan anjlok, begitu pun sebaliknya," sebut Donny lagi.
Ia menerangkan, pada triwulan I dan triwulan II tahun 2019 produksi LNG Tangguh sudah mulai pulih, namun harga Migas secara global mengalami penurunan. Permintaan melemah dan di sisi lain suplay dari negara-negara penghasil minyak meningkat.
"Pemainya bertambah, sehingga terjadi peningkatan suplay luar biasa. Maka tak heran jika LNG Tangguh pun menerima imbasnya," katanya.
Donny berpandangan, hal ini masih menjadi ancaman bagi pertumbuhan ekonomi Papua Barat pada di triwulan III dan IV.
"Sehingga kami tidak berani mematok terlampau tinggi untuk target pertumbuhan ekonomi Papua Barat tahun ini. Maksimal 4 bahkan bisa kurang dari ini," ujarnya.
Di luar sektor Migas, Donny meyakini akan terjadi pertumbuhan yang cukup signifikan. Sektor kontruksi dan beberapa lapangan usaha lain diperkirakan akan memberi andil cukup besar.
"Di triwulan II 2019, pertumbuhan sektor non-Migas sudah mencapai 6,20 persen. Triwulan III dan IV kami yakin akan kembali menunjukan pertumbuhan signifikan," kata Donny juga.
Kendati demikian, sebut dia, pertumbuhan ekonomi pada sektor non-Migas tak akan memberi dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Papua Barat secara umum. Mengingat, peran seluruh sektor non-Migas sejauh ini masih sangat kecil dibanding Migas.
"Dominasi Migas sangat besar, jadi meskipun pertumbuhanya signifikan namun belum bisa menutupi penuruan pada Migas," tandasnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Papua Barat dengan minyak dan gas bumi pada tahun 2018 tumbuh 6,24 persen. Meningkat signifikan dibanding tahun 2017 yang hanya 4,01 persen. Sedangkan tanpa minyak dan gas bumi ekonomi Papua Barat tahun 2018 tumbuh 6,59 persen dari 2017.
Pada Triwulan II 2019, pertumbuhan ekonomi Papua Barat dengan Migas menunjukan angka negatif yakni -0,50 persen. Sedangkan pertumbuhan tanpa Migas sudah mencapai 6,20 persen.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019