Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua Barat menyebut dua dari 12 dekan dan pejabat Universitas Papua (Unipa) yang telah dilantik pada 12 September 2023 terindikasi maladministrasi.
Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Barat Musa Yosep Sombuk di Manokwari, Rabu, mengatakan dua dekan yang dimaksud adalah Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) serta Dekan Fakultas Sastra dan Budaya (FSB) Unipa.
Pelantikan itu melanggar Pasal 3 ayat (13) Peraturan Rektor Universitas Papua Nomor 154/UN42/KP/2023 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Dekan di Lingkup Universitas Papua.
"Ada potensi pelanggaran administrasi karena dua dekan yang dimaksud sedang menjalani tugas belajar," kata Musa Sombuk.
Informasi yang diperoleh Ombudsman, kata dia, telah terjadi perdebatan saat sidang senat karena keikutsertaan Dekan FKIP dan Dekan FSB pada proses pemilihan dekan periode 2023-2027.
Rektor Unipa selaku ketua senat semestinya mempertimbangkan substansi yang diperdebatkan dalam sidang senat, sehingga tidak melanggar regulasi tentang mekanisme pemilihan dekan.
"Perlu diingat bahwa Unipa adalah lembaga pelayanan publik, dimana proses pemilihan pejabat harus diawasi Ombudsman tapi sejak awal Ombudsman tidak dilibatkan," jelas Musa.
Ia menjelaskan bahwa Tim Ombudsman Papua Barat sementara melakukan pengumpulan bukti dan keterangan terhadap laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi yang terjadi sejak penjaringan hingga pelantikan dekan.
Apabila laporan hasil pemeriksaan (LHP) terbukti ada pelanggaran, maka Rektor Unipa wajib melakukan koreksi atas pelantikan Dekan FKIP dan FSB karena memengaruhi integritas lembaga pendidikan tinggi.
"Kalau terbukti tapi ditindaklanjuti, Ombudsman membawa persoalan ini ke tingkat kementerian. Bilamana tidak terbukti, LHP jadi sarana klarifikasi bagi para pihak yang berkeberatan," ucap Musa.
Ombudsman mengingatkan semua lembaga pelayanan publik di Indonesia wajib menaati aturan hukum, dan publik berhak mengetahui kinerja lembaga pelayanan publik tersebut.
Oleh sebab itu, Ombudsman sangat menyayangkan proses pemilihan Dekan Unipa selama lebih kurang tiga bulan tidak dipublikasikan melalui media massa di Papua Barat.
"Proses pemilihan dekan harus transparan dan demokratis. Publik harus tahu apa yang terjadi, dan tidak dibenarkan adanya tindakan otoriter," kata Musa.
Menurutnya, penyelenggaraan lembaga pelayanan publik termasuk perguruan tinggi harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain itu, lembaga pendidikan tinggi semestinya mengaplikasikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik agar menjadi contoh bagi lembaga layanan publik lainnya.
"Mungkin teknis pemilihannya tertutup, tapi sosok calon, kompetensi calon dan syarat pemenuhan sebagai calon harus dibuka ke publik," ucap Musa Sombuk.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023
Kepala Perwakilan Ombudsman Papua Barat Musa Yosep Sombuk di Manokwari, Rabu, mengatakan dua dekan yang dimaksud adalah Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) serta Dekan Fakultas Sastra dan Budaya (FSB) Unipa.
Pelantikan itu melanggar Pasal 3 ayat (13) Peraturan Rektor Universitas Papua Nomor 154/UN42/KP/2023 tentang Tata Cara Pemilihan, Pengangkatan dan Pemberhentian Dekan di Lingkup Universitas Papua.
"Ada potensi pelanggaran administrasi karena dua dekan yang dimaksud sedang menjalani tugas belajar," kata Musa Sombuk.
Informasi yang diperoleh Ombudsman, kata dia, telah terjadi perdebatan saat sidang senat karena keikutsertaan Dekan FKIP dan Dekan FSB pada proses pemilihan dekan periode 2023-2027.
Rektor Unipa selaku ketua senat semestinya mempertimbangkan substansi yang diperdebatkan dalam sidang senat, sehingga tidak melanggar regulasi tentang mekanisme pemilihan dekan.
"Perlu diingat bahwa Unipa adalah lembaga pelayanan publik, dimana proses pemilihan pejabat harus diawasi Ombudsman tapi sejak awal Ombudsman tidak dilibatkan," jelas Musa.
Ia menjelaskan bahwa Tim Ombudsman Papua Barat sementara melakukan pengumpulan bukti dan keterangan terhadap laporan masyarakat terkait dugaan maladministrasi yang terjadi sejak penjaringan hingga pelantikan dekan.
Apabila laporan hasil pemeriksaan (LHP) terbukti ada pelanggaran, maka Rektor Unipa wajib melakukan koreksi atas pelantikan Dekan FKIP dan FSB karena memengaruhi integritas lembaga pendidikan tinggi.
"Kalau terbukti tapi ditindaklanjuti, Ombudsman membawa persoalan ini ke tingkat kementerian. Bilamana tidak terbukti, LHP jadi sarana klarifikasi bagi para pihak yang berkeberatan," ucap Musa.
Ombudsman mengingatkan semua lembaga pelayanan publik di Indonesia wajib menaati aturan hukum, dan publik berhak mengetahui kinerja lembaga pelayanan publik tersebut.
Oleh sebab itu, Ombudsman sangat menyayangkan proses pemilihan Dekan Unipa selama lebih kurang tiga bulan tidak dipublikasikan melalui media massa di Papua Barat.
"Proses pemilihan dekan harus transparan dan demokratis. Publik harus tahu apa yang terjadi, dan tidak dibenarkan adanya tindakan otoriter," kata Musa.
Menurutnya, penyelenggaraan lembaga pelayanan publik termasuk perguruan tinggi harus mengikuti ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Selain itu, lembaga pendidikan tinggi semestinya mengaplikasikan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik agar menjadi contoh bagi lembaga layanan publik lainnya.
"Mungkin teknis pemilihannya tertutup, tapi sosok calon, kompetensi calon dan syarat pemenuhan sebagai calon harus dibuka ke publik," ucap Musa Sombuk.
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2023