Internasional Converence on Bioversity Ecotourism and Creative Economy sudah digelar di Manokwari, Papua Barat, pada 7 hingga 10 Oktober 2018. Berbagai masukan terkait upaya pembangunan berkelanjutan terlahir dalam kegiatan yang melibatkan banyak pihak dari akademisi, pemerintah hingga lembaga swadaya Masyarakat (LSM) tersebut.

Pada sesi II diskusi paralel yang diorgsnisir oleh Samdhana Institut pada 8 Oktober, panitia menghadirkan sejumlah pemateri antara lain Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, Sekretaris Jenderal AMAN Rukka Sombolingi, Herman Remetwa dari Dinas Kehutanan Provinsi Papua Barat. Ketua Harian Pokja Percepatan Fasilitasi Perhutanan Sosial dan Hutan Adat di Provinsi Papua Barat As Selpi Maria Lani, Field Officer – Pendamping Pengelola Kopi Arabica Kurima dan Fasilitator Pemetaan Wilayah Adat – Yayasan Bina Adat Welesi, Dr. Ir. Agus I Sumule selaku Pengajar Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Papua, Manokwari, serta Yan Christian Werinussy dari Papua Human Right Defender Lawyer - Direktur LP3BH Manokwari.

Sesi ini melahirkan beberapa solusi, antara lain percepatan pemetaan wilayah adat yang harus dilakukan di seluruh tanah Papua.

Di Kabupaten Wamena, telah terpetakan 19 Wilayah Adat. Kolaborasi antara masyarakat adat, pemerintah dan LSM menjadi kunci untuk mendorong percepatan fasilitasi pemetaan wilayah adat di daerah. Sharing sumber daya terutama terkait penganggaran harus dilakukan untuk mendorong percepatan pemataan Wilayah adat ini. 

Pengaturan dan penetapan hak-hak masyarakat adat melalui pengembangan produk legal daerah berupa Peraturan Daerah (PERDA) dan Surat Keputusan (SK) bupati perlu dilakukan baik di tingkat provinsi maupun kabupaten.

Kabupaten Jayapura bisa menjadi contoh serta ruang belajar yang baik untuk mendorong hal ini. Jayapura telah memulai upaya membangun kembali jati diri masyarakat adat melalui pengakuan hak adat atas tanah, fasilitasi penguatan struktur tata pemerintahan adat dan Fasilitasi pengelolaan sumber daya alam yang berbasis pada komunitas adat.

Kabupaten Jayapura perlu dibantu bersama untuk menjadi contoh dan ruang belajar bagi kabupaten-kabupaten lain di Papua dan Papua Barat.  

Pemerintah Daerah pun dinilai perlu membangun mekanisme pendaftaran tanah, serta regulasi teknis, tata cara dan norma-norma terkait dengan penggunaan serta pemanfaatan tanah adat. Hal ini untuk mengurangi persoalan-persoalan jual beli tanah yang berimplikasi pada hilangnya hak tanah adat tersebut.

Hitungan ekonomis terkait sewa tanah adat yang dismulasi Agus Sumule menjadi analisis lain untuk menggiring diskusi pada mendudukan hak adat pada kekinian kebutuhan ruang masyarakat adat untuk pembangunan.

Upaya tersebut sekaligus mendukung masyarakat adat menemukan pilihan ekonomis produk-produk sumber daya alam dengan akses pasar yang potensial. Hal ini dinilai cuku krusial untuk menjaga keutuhan wilayah adat melalui pemberdayaan ekonomi lokal. 

Insiatif kopi di Wamena, pariwisata pengamatan burung Cenderawasih di Nimbokrang, Kabupaten Jayapura, Usaha Sagu Komunitas di Sorong selatan dan unit-unit usaha lain milik komunitas di Papua adalah beberapa contoh dan tempat yang perlu terus didukung untuk mewujudkan niai manfaat sumber daya alam bagi masyarakat adat

Pesan Maria Lani pada sesi itu bahwa, bisnis bukan sekadar uang, melainkan harus mempertimbanhkan nurani. Mendorong peran aktif perempuan dalam diskusi-diskusi terkait tata hak dan pemanfaatan sumber daya alam di Papua perlu terus didorong. 

Menurut Maria Lani, perempuan Papua harus terlibat aktif dalam rapat sidang adat. Mereka harus dilibatkan dalam mengurus tanah adat dan serta pembangunan kampung. 

Tata layanan pemerintah daerah perlu diperkuat untuk mendukung pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat.
Memahami struktur sosial dan keaslian adat setiap komunitas adat perlu terus digali dan didokumentasikan dengan baik, termasuk memahami tipologi di komunitas adat terkait dengan ruang yang akan menjadi referensi untuk perencaan ruang dan penataan pengelolaan sumber daya alam milik masyarakat adat. 

Saat ini, terutama di Papua Barat belum ada wilayah yang diusulkan dan ditetapkan sebagai hutan adat. Namun sudah tujuh komunitas adat yang berproses mempersiapkan kurang lebih 112,00 hektar usulan hutan adat.

Hal ini dinolai perlu menjadi perhatian utama dengan menyiapkan langkah percepatan serta difasilitasi agar pengusulan hingga penetapan berjalan dengan baik. Prasyarat-prasyarat pengusulan harus diperhatikan untuk memastikan proses ini lancar sesuai jangka waktu layanan.

Asistensi juga harus dilakukan kepada kabupaten kota dalam menyusun regulasi daerah terkait perlindungan dan pengakuan hak-hak masyarakat adat. Peran Biro Hukum Pemerintah provinsi sangat dibutuhkan untuk menjaga konsistensi hukum antar regulasi ditingkat provinsi dan kabupaten. 

Pemerintah provinsi Papua dan Papua Barat ditekankan agar menjalankan amanat undang-undang nomor 21 Pasal 23 untuk membentuk komisi hukum adhoc demi mengawal implementasi kebijakan pada regulasi tersebut.

Aspek hak atas tanah, pengelolaan sumber daya alam dan akses terhadap manfaat menjadi bagian-bagian yang bisa dikawal oleh komisi adhoc ini. 

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018