Manokwari,(Antaranews Papua Barat)-The Nature Conservancy (TNC) Indonesia memamerkan adat Sasi masyarakat Raja Ampat pada acara International Marine Conservation Congress (IMCC) di Kuching, Sarawak, Malaysia 

Koordinator Konservasi Ilmu Pengetahuan TNC Indonesia, Awaludinoer dalam siaran pers yang diterima Antara, Kamis, menjelaskan Sasi adalah praktik pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan masyarakat adat dengan menutup pemanfaatan sumber daya dan wilayah untuk jangka waktu tertentu. Di Indonesia bagian timur seperti Maluku, Papua dan Papua Barat, adat ini cukup familier dan mudah ditemui di banyak wilayah adat masyarakat setempat.

Praktik ini dinilai efektif dalam menjaga keberlanjutan lingkungan karena tingkat kepatuhan masyarakat lebih tinggi dibanding kepatuhan mereka terhadap hukum positif atau aturan formal.

Prosesi buka dan tutup sasi dilakukan dengan upacara adat. Tokoh adat menerapkan denda atau sanksi terhadap pelaku pelanggaran.

Pada IMCC di Malaysa, Awaludin menyampaikan hasil pembelajaran dari pendampingan praktik sasi di Kampung Folley, Distrik Misool Timur, Kabupaten Raja Ampat yang dilakukan bersama Dinas Kelautan dan Perikanan kabupaten setempat sejak tahun  2012.

”Masyarakat di Kampung Folley sudah merasakan manfaat dari mengelola wilayah Sasi seluas 297 hektar dengan baik. Mereka rutin melakukan pemantauan dan tidak mengambil teripang yang ukurannya di bawah 15 cm saat buka Aasi," kata dia.

Selain tidak laku di pasaran karena terlalu kecil, pengambilan teripang lebih kecil dari 15 cm juga akan berdampak pada berkurangnya bibit karena teripang kecil ini belum sempat bertelur dan menghasilkan bibit teripang yang dibutuhkan untuk mempertahankan jumlah teripang wilayah tersebut. 

Untuk menjamin keberlanjutan sasi, TNC bersama mitra melakukan pendampingan berupa monitoring secara berkala bersama pemilik wilayah Sasi, seperti pemuda kampung, serta tokoh adat. Hal ini bertujuan untuk menentukan waktu buka sasi yang tepat serta ukuran biota sasi yang disepakati, yaitu teripang, yang boleh dipanen. 

Dia menyebutkan, wilayah sasi di Kampung Folley berada pada wilayah adat Marga Fadimpo dan Moom. Namun begitu, masyarakat di luar marga tersebut serta masyarakat di luar Kampung Folley juga diperbolehkan untuk mengambil hasil Sasi.

Siapa pun yang ikut panen sasi wajib mematuhi aturan-aturan yang sudah disepakati, bahwa ukuran teripang yang boleh diambil minimal 15 cm, penangkapan teripang harus menggunakan perahu, tidak boleh berjalan kaki dan wajib mengunakan alat yang ramah lingkungan seperti tombak/kalawai.

"Tidak boleh menangkap dengan kompresor atau potassium. Teripang bisa dijual dimana saja namun nota harus dikembalikan kepada panitia untuk pendataan dan panitia akan mencatat setiap hasil tangkapan untuk memastikan ukuran sesuai yang disepakati," sebutnya dalam siaran pers tersebut.

Data TNC menunjukan, sejak tahun 2013 hingga 2017 terjadi peningkatan baik jumlah biota maupun manfaat ekonomi sejak wilayah sasi dikelola dengan baik. Selama kurun 2014-2017, saat panen sasi rata-rata per kepala keluarga bisa mendapat tambahan penghasilan sebesar Rp 4 juta dari hasil penjualan teripang.

Di Indonesia setidaknya ditemukan sebanyak 29 jenis teripang yang diperdagangkan. Pemanfaatan yang berlebih dan permintaan pasar yang tinggi menyebabkan populasinya di alam terus menurun bahkan beberapa jenis teripang saat ini sudah jarang ditemukan.

Di awal masa penetapan sasi tahun 2013 di Kampung Folley dan masa pendampingan pada tahun 2014 hanya enam spesies teripang yang ditemukan pada panen sasi.  Setelah dilakukan pengelolaan sasi oleh masyarakat, pada tahun 2017 ditemukan 11 jenis teripang.

Adat Sasi mendukung pengelaan pariwisata berkelanjutan di Raja Ampat. Prosesi buka dan tutup Sasi menjadi salah satu daya tarik wisatawan.(*)

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2018