Kepala Kantor Wilayah Kemenag Papua Barat Luksen Jems Mayor di Manokwari, Kamis, mengatakan pemerintah bersama masyarakat harus memiliki perspektif yang sama menolak seluruh aktivitas politik praktis menggunakan rumah ibadah.
Pengawasan rumah ibadah menjadi tanggung jawab bersama ormas Islam seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nadhatul Ulama (NU), Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan Muhammadiyah.
"Pembimas dan seluruh kepala Kemenag di kabupaten/kota harus bisa memantau sampai ke level bawah," kata Mayor.
Ia menjelaskan bahwa Kemenag Papua Barat telah menandatangani nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Papua Barat dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Papua Barat untuk memastikan rumah ibadah tidak dijadikan lokasi kampanye praktis.
"Itu agenda mendesak dan kami sudah lakukan MoU dengan KPU dan Bawaslu beberapa waktu lalu," ujar Luksen.
Ia juga mengimbau agar seluruh partai politik peserta Pemilu 2024 tidak memanfaatkan momen Ramadhan 1444 Hijriah dengan kegiatan bernuansa politik yang melibatkan umat beragama.
Upaya yang dilakukan Kemenag di Papua Barat dan Papua Barat Daya merupakan tindak lanjut arahan dari Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
"Tidak boleh gunakan acara keagamaan untuk melakukan kampanye praktis di rumah-rumah ibadah," tegas dia.
Ketua Bawaslu Papua Barat Elias Ijie mengapresiasi penandatangan nota kesepahaman merupakan hal positif dalam rangak memberikan dukungan terhadap penyelenggaraan pemilu.
Komitmen bersama itu sejalan dengan amanah Pasal 280 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait larangan penggunaan fasilitas pemerintah, rumah ibadah, dan sarana pendidikan dalam aktivitas kampanye politik.
"Bawaslu juga berharap agar ASN Kemenag bisa menjaga netralitas dalam pesta demokrasi tahun 2024 mendatang," tutur Elias.