Gugus tugas penanganan COVID-19 Provinsi Papua Barat menyiapkan sebanyak 5.000 reagen untuk pemeriksaan swab atau usap tenggorokan secara real time polymerase chain reaction (PCR).

"Rumah sakit provinsi di Manokwari sekarang sudah punya alat PCR sendiri dan siang tadi sudah kita lakukan uji coba. Kita juga sudah pesan 5.000 reagen untuk menunjang percepatan penanganan COVID-19 di Papua Barat," ucap juru bicara Pemprov Papua Barat pada penanganan COVID-19, Arnold Tiniap, Selasa.

Ia menyebutkan, uji coba ini akan dibandingkan dengan hasil pemerikaan untuk swab yang sama di laboratorium Kesehatan Makassar, seraya mendaftarkan izin pengoperasian PCR RSUD Provinsi Papua Barat ke Litbangkes Kementerian Kesehatan.

"Yang kita harus dapat adalah nomor registrasi. Dalam satu atau dua hari ini baru uji coba, setelah dapat nomor registrasi baru kita bisa mengoperasikan PCR untuk penanganan COVID-19 di Papua Barat," kata dia.

Menuju penerapan normal baru di daerah tersebut, menurut Arnoldus, pemeriksaan swab secara massal sangat diperlukan. Dengan hasil real time PCR dapat diketahui secara pasti peta epidemiologi di setiap daerah.

Ia mengutarakan bahwa, realisasi tes swab di Papua Barat masih cukup rendah. Dari 1 juta lebih penduduk di provinsi ini baru 1.521 yang menjalani pemeriksaan COVID-19 melalui PCR.

"Bukan rapid test, kalau kita mau mengetahui angka pasti persebaran COVID-19 ya harus melalui PCR, harus tes swab karena hasilnya pasti," katanya.

Mengacu rekomendasi WHO serta jumlah penduduk Papua Barat dalam rangka menyongsong adaptasi hidup baru menghadapi pandemi, setidaknya pemeriksaan swab harus dilakukan terhadap 1000 orang perpekan. Pemeriksaan itu harus konsisten dilakukan selama tiga pekan hingga satu bulan.

"Selanjutnya kita akan tahu dalam waktu tiga minggu sampai satu bulan itu apakah tren kasus positif COVID-19 di Papua Barat mengalami peningkatan atau dalam penurunan. Kalau hanya rapid test kita tidak tahu karena keakuratan hasil rapid sangat rendah," ujarnya.

Untuk pemeriksaan swab massal, menurutnya, bisa diprioritaskan terhadap seluruh warga yang masuk dalam daftar orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP) serta pasien dalam pengawasan (PDP).

"Kita prioritaskan yang suspect dulu, belum masyarakat umum. Jumlah mereka cukup banyak dan tersebar di seluruh daerah," katanya.***

Pewarta: Toyiban

Editor : Key Tokan A


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2020