Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Nusa Tenggara Timur menilai penanganan krisis El Nino di provinsi berbasis kepulauan itu perlu dilakukan bersama-sama baik oleh Pemerintah Provinsi maupun oleh Pemerintah Kabupaten.

"TIdak bisa bergerak sendiri-sendiri. Jadi Pemerintah Kabupaten harus berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi untuk penanganan krisis El Nino ini," kata Ketua DPRD NTT Emilia Nomleni kepada ANTARA di Kupang, Senin.

Dia mengatakan hal ini berkaitan dengan dampak El Nino bagi sektor pertanian di NTT setelah terjadinya pergeseran musim tanam akibat dari dampar perubahan iklim tersebut.

Menurut Emilia DPRD NTT melihat bahwa sejauh ini pemerintah provinsi sudah bekerja maksimal untuk membagi-bagikan bibit agar para petani bisa mulai menanam.

Namun sayangnya curah hujan yang sedikit mengakibatkan banyaknya sejumlah bibit yang ditanam itu mulai layu dan sebagian mulai mengering.

Emilia yang kini sedang berkeliling di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) itu mengatakan bahwa sepanjang jalan di kabupaten itu khususnya di pedalaman, banyak area pertanian yang masih kering atau belum ditanami oleh jagung dan area persawahan masih belum dilakukan tanam.

"Mereka (Petani) bilang tidak ada hujan sehingga mereka takut untuk tanam," ujar dia.

Saat ini, menurut dia, yang harus dipersiapkan adalah ketersediaan air untuk pengairan khususnya untuk area persawahan tadah hujan yang memang membutuhkan air.

Karena sebagian petani sudah mulai menanam, sesuai dengan arahan pemerintah provinsi, namun dalam perjalanan hujan tidak turun-turun.

Dengan musim kemarau yang lebih panjang dalam setahun di NTT tentunya keberadaan krisis El Nino ini akan berdampak pada semakin panjangnya musim kemarau di provinsi berbasis kepulauan itu.

"Karena itu koordinasi atau kerja sama antara Pemerintah Provinsi harus berjalan dalam hal ketersediaan air itu sendiri," ujar dia.

Sementara itu Kadis Pertanian dan Ketahanan Pangan NTT Lucky Koli mengatakan bahwa pemerintah NTT memprediksi gagal panen di NTT diperkirakan hanya sekitar 13 hingga 15 persen saja.

"Saat ini para petani sudah mulai menanam dan akan sampai dengan Februari 2024," ujar dia.

Dia menambahkan memang kali ini telah terjadi pergeseran tanam di NTT dari semula Oktober menjadi Januari akibat perubahan cuaca.
 

Pewarta: Kornelis Kaha

Editor : Evarianus Supar


COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2024