Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat berkomitmen mewujudkan pembangunan berkelanjutan guna melindungi keanekaragaman hayati yang dimiliki daerah tersebut.
Sebagai langkah awal mewujudkan komitmen pembangunan berkelanjutan telah diadakan lokakarya yang berjudul mewujudkan pembangunan perkelanjutan kabupaten Raja Ampat oleh pemerintah daerah, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat, dan Fauna Flora International Indonesia Programme pada 5-6 Maret 2019.
Anggota DPR Fraksi Otsus Papua Barat Abraham Goram Gaman di Sorong, Rabu mengatakan keberadaan Raja Ampat dengan berbagai keanekaragaman hayati menyebabkan pembangunan yang terjadi di daerah tersebut seyogianya dengan kendali supaya kekayaan alam pun tetap lestari.
Dia mengatakan, amanah undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat pembangunan dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
"Pembangunan fasilitas serta infrastruktur memicu pula pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat tetapi alam pula harus dijaga agar tetap lestari," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Raja Ampat Sem Sawiyai yang memberikan keterangan terpisah, menyatakan bahwa peran DPRD dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat berdasarkan kepada legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Fungsi pengawasan sebagai alat koordinasi seluruh stakeholder, penuntun arah, meminimalisasi ketidakpastian, inefisiensi sumber daya, dan penetapan standar juga pengawasan kualitas.
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu perencanaa untuk perubahan ke arah kondisi yang lebih baik bagi rakyat. Hal ini untuk meningkatkan standar hidup, menciptakan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri guna meningkatkan kualitas hidup.
"Pembangunan yang baik harus memberdayakan masyarakat, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraaan masyarakat daerah sambil mempertahankan kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi masa datang, ”katanya.
Sementara Ketua Dewan Adat Suku Maya Raja Ampat Kristian Thebu, mengatakan filosofi masyarakat adat Papua terhadap sumber daya alam yaitu memandang tanah sebagai mama laut sebagai bapak, dan pesisir sebagai anak sehingga tanah, laut, dan pesisir merupakan satu konektifitas yang perlu dilindungi, dilestarikan serta dikelola secara arif dan bijaksana.
Dikatakan, saat ini banyak kerusakan di Raja Ampat. Sebut saja belum maksimalnya hukum yang mengatur mengenai aturan bagaimana melindungi hutan. Masih banyaknya penangkapan secara berlebihan yang bisa berakibat jenis ikan terancam.
"Masih diberikannya izin operasi tambang terbuka hingga perizinan konsesi hutan. Ada masyarakat kampung dan orang luar yang tidak mengerti bahwa daerah lindung perlu dijaga,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, menyeimbangkan antara pembangunan dan konservasi alam Raja Ampat, maka dibuatlah rekomendasi yang disusun bersama DPR Fraksi Otsus Papua Barat, DPRD Kabupaten Raja Ampat, Kepala Bappeda Raja Ampat, Dinas Pariwisata, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat, Ketua Adat Suku Maya, dan Fauna Flora International Indonesia Programme hasil lokakarya guna dijadikan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
"Dua rekomendasi diantaranya adalah alih fungsi kawasan untuk mendukung pembangunan kerkelanjutan berbasis masyarakat adat, serta usulan Taman Nasional dapat digunakan untuk pengembangan pariwisata berbasis masyarakat," tambah dia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019
Sebagai langkah awal mewujudkan komitmen pembangunan berkelanjutan telah diadakan lokakarya yang berjudul mewujudkan pembangunan perkelanjutan kabupaten Raja Ampat oleh pemerintah daerah, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Papua Barat, dan Fauna Flora International Indonesia Programme pada 5-6 Maret 2019.
Anggota DPR Fraksi Otsus Papua Barat Abraham Goram Gaman di Sorong, Rabu mengatakan keberadaan Raja Ampat dengan berbagai keanekaragaman hayati menyebabkan pembangunan yang terjadi di daerah tersebut seyogianya dengan kendali supaya kekayaan alam pun tetap lestari.
Dia mengatakan, amanah undang-undang nomor 21 tahun 2001 tentang otonomi khusus bagi Provinsi Papua dan Papua Barat pembangunan dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah.
"Pembangunan fasilitas serta infrastruktur memicu pula pertumbuhan ekonomi bagi masyarakat tetapi alam pula harus dijaga agar tetap lestari," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Raja Ampat Sem Sawiyai yang memberikan keterangan terpisah, menyatakan bahwa peran DPRD dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan di Kabupaten Raja Ampat berdasarkan kepada legislasi, anggaran, dan pengawasan.
Fungsi pengawasan sebagai alat koordinasi seluruh stakeholder, penuntun arah, meminimalisasi ketidakpastian, inefisiensi sumber daya, dan penetapan standar juga pengawasan kualitas.
Pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu perencanaa untuk perubahan ke arah kondisi yang lebih baik bagi rakyat. Hal ini untuk meningkatkan standar hidup, menciptakan berbagai kondisi yang memungkinkan tumbuhnya rasa percaya diri guna meningkatkan kualitas hidup.
"Pembangunan yang baik harus memberdayakan masyarakat, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraaan masyarakat daerah sambil mempertahankan kelestarian sumber daya alam agar bermanfaat bagi generasi sekarang dan generasi masa datang, ”katanya.
Sementara Ketua Dewan Adat Suku Maya Raja Ampat Kristian Thebu, mengatakan filosofi masyarakat adat Papua terhadap sumber daya alam yaitu memandang tanah sebagai mama laut sebagai bapak, dan pesisir sebagai anak sehingga tanah, laut, dan pesisir merupakan satu konektifitas yang perlu dilindungi, dilestarikan serta dikelola secara arif dan bijaksana.
Dikatakan, saat ini banyak kerusakan di Raja Ampat. Sebut saja belum maksimalnya hukum yang mengatur mengenai aturan bagaimana melindungi hutan. Masih banyaknya penangkapan secara berlebihan yang bisa berakibat jenis ikan terancam.
"Masih diberikannya izin operasi tambang terbuka hingga perizinan konsesi hutan. Ada masyarakat kampung dan orang luar yang tidak mengerti bahwa daerah lindung perlu dijaga,” ungkapnya.
Karena itu, kata dia, menyeimbangkan antara pembangunan dan konservasi alam Raja Ampat, maka dibuatlah rekomendasi yang disusun bersama DPR Fraksi Otsus Papua Barat, DPRD Kabupaten Raja Ampat, Kepala Bappeda Raja Ampat, Dinas Pariwisata, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat, Ketua Adat Suku Maya, dan Fauna Flora International Indonesia Programme hasil lokakarya guna dijadikan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan.
"Dua rekomendasi diantaranya adalah alih fungsi kawasan untuk mendukung pembangunan kerkelanjutan berbasis masyarakat adat, serta usulan Taman Nasional dapat digunakan untuk pengembangan pariwisata berbasis masyarakat," tambah dia.(*)
COPYRIGHT © ANTARA News Papua Barat 2019